Aisya hari ini sudah kembali bersekolah lagi, tanda-tanda memar di wajahnya sudah menghilang. Ia melajukan motor kesayangannya menuju sekolah. Kini ia sudah berada di parkiran sekolahnya, ia melepas helm dan bercermin sebentar di spion motornya seraya merapikan rambutnya yang agak sedikt berantakan karena tertiup angin.
"Aisya." Panggil Nisa, sahabatnya. Aisya menoleh seraya melambaikan tangannya pada Nisa yang sedang berlari ke arahnya.
"Gimana, kabar lo?? Udah sehatkan ?" ucap Nisa setelah ia berada di samping Aisya. Aisya mengaku izin sakit kemaren padahal emang sakit benaran sih, abis main baku hantam. Eh emang ada ya, permainan baku hantam. Ah, ya sudahlah.
"Iyalah, makanya gue ada di sini," sahut Aisya cuek.
"Ah lo mah." Kata Nisa. Mereka berjalan beriringan menuju kelas.
"Hai, Sya. Udah masuk nih, kangen gue," itu adalah suara Reno yang baru saja datang.
"Apaan sih, lo. Gue gak kangen sama lo," jawabnya jutek
"Gapapa, Sya. Ntar lo bakalan kangen sama gue," ucap Reno dengan pedenya.
"Udah, sana lo. Ntar ulat keladi ngamuk lagi, liat lo dekat-dekat gue," usirnya karena terlihat di ujung pojokan Siska dan gengnya sedang menatap ke arah mereka berada.
"Loh, apa hubungannya sama dia, Sya. Gue kan gak ada apa-apa sama dia," ucap Reno karena dia memang gak ada hubungam apa-apa sama Siska.
"Ya lo tanya aja dia sendiri," kata Aisya dan berlalu meninggalkan Reno yang bingung.
Aisya masuk ke dalam kelasnya bersama dengan Nisa yang sejak tadi setia berdiri di sampingnya, bell tanda masuk sudah berbunyi mereka bersiap memulai pelajaran seperti biasa.
Saat jam istirahat tiba, kini mereka sudah berada di kantin sekolah menikmati makanan kesukaan mereka yaitu mie ayam dan es jeruk di kantin sekolah, karena jam istirahat sudah tiba.
"Gak terasa ya, bentar lagi kita udah ujian kelulusan," kata Nisa sambil meminum es jeruknya.
"Iya, sedih gue bakalan pisah sama lo, lo kan sobat gue satu-satunya," kata Aisya sambil menatap Nisa sedih.
"Ya, mau gimana lagi. Gue mesti kuliah di Surabaya, ngikut orang tua gue," kata Nisa, karena orang tuanya dipindah tugaskan ke Surabaya mau gak mau, dia juga harus ikut.
"Gak bisa apa, kalo lo tetap tinggal di sini, terus kita kuliah satu Kampus bareng."
"Gue juga maunya, gitu. Tapi orang tua gue gak bakalan ngizinin gue jauh-jauh dari mereka."
"Bakalan, kangen banget gue sama kebawelan lo, Nis." Ujar Aisya
"Eh, kok kita mewek-mewekkan gini sih jadinya. Gue kan masih lama juga pindahnya, ujian sekolah aja belum." Cicit Nisa, supaya sahabatnya gak melow lagi.
"Ya, tetap aja nanti kita jauh, tau."
"Ya, nanti kalo libur kuliahkan gue bisa liburan tempat lo."
"Benar, juga ya." Kata Aisya, mereka segera menghabiskan makanannya karena bell tanda masuk sudah berbunyi, gara-gara kebanyakkan ngobrol jadi lambat deh makannya. Mereka berlari memasuki kelas, bertepatan dengan Pak Seno datang.
=======
Aisya kini sudah berada di parkiran, ia sudah duduk diatas motornya, ia memasang helmnya yang bermotif tokoh Minion. Ia segera menjalankan motornya dengan perlahan, setelah keluar dari area sekolah ia melajukan motornya dengan cepat, tiba-tiba mesin motornya mati mendadak, hampir saja dia oleng. Ia segera menepikan motornya di dekat trotoar, ia mencoba menghidupkan mesin motornya kembali tetapi tidak bisa.
"Aduh, kenapa pake acara mogok sih ini motor," gumamnya sambil memukul jok motornya.
"Mana Bengkel masih jauh lagi. Apes banget gue. Masa gue harus dorong ini motor," katanya, kemudian ia merogoh ponsel yang berada didalam kantong tasnya, untuk menghubungi salah satu Abangnya, ketika melihat ponsel ternyata ponselnya udah mati habis batrei gegara dia lupa mencharge tadi pagi.
"Ini juga hp, pake mati segala lagi. Sial banget gue. Padahal tadi pagi gue keramas deh mandinya," katanya. Lah apa hubungannya coba mandi keramas sama motor mogok dan hp mati . Dasar Aisya kadang rada gak jelas dia.
"Gini banget nasib gue, cantik-cantik masa dorong motor mana ini dah mau hujan lagi," ocehnya sambil berjalan mendorong motornya.
Tiba-tiba terdengar bunyi klakson dari arah belakang, karena gak berhenti-henti itu bunyi klakson, Aisya mulai kesal dan menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang.
"Apaan sih, berisik banget gak tau apa orang capek juga, jalan sambil dorong motor lagi," semburnya. Orang tersebut membuka helmnya "hai" ucapnya sambil tersenyum manis.
"Butuh bantuan gak?" Tawar Reyhan yang sejak tadi ngikutin Aisya.
"Gak butuh." Jawab Aisya cuek
"Beneran nih, bentar lagi turun hujan loh,"
"Motor lo, tinggal di sini aja nanti teman gue yang ngurusnya dan ngantarin motor lo ke bengkel, lo biar gue yang antarin." Aisya nampak berpikir untuk menerima tawaran Reyhan.
"Tenang aja, gue gak ada niat jahat kok." Katanya seakan tahu akan apa yang dipikirkan Aisya.
"Cepatan naik!!. Bentar lagi hujannya turun." Serunya sambil menepuk jok belakang motornya, Aisya menatapnya sebentar dan mengangguk.
Aisya naik ke atas boncengan Reyhan, ia merima tawaran Reyhan untuk mengantarkannya pulang. Ia berpegangan di jaket yang Reyhan gunakan. Baru saja Reyhan melajukan motornya, hujan dengan derasnya mengguyur mereka. Reyhan menepikan motornya di sebuah Ruko yang terlihat kosong untuk berteduh.
Mereka berteduh di sebuah ruko kosong, sambil menunggu hujan reda Aisya duduk di sebuah kursi kayu yang berada di depan ruko tersebut. Ia menutupi bagian depan tubuhnya dengan tas, sebab seragam sekolahnya basah, dan tembus pandang. Reyhan yang melihat Aisya menutupi tubuhnya dengan tas segera melepaskan jaket yang ia pakai dan memberikannya pada Aisya.
"Pake ini!!" Seru Reyhan, Aisya mendongakkan kepalanya untuk menatap Reyhan, dan mengambil jaket yang dipegang Reyhan lalu memakainya.
"Terima kasih." Ucapnya setelah memakai jaketnya.
"Sama-sama." Balas Reyhan sambil tersenyum menatap Aisya.
Sudah satu jam lebih mereka berteduh tetapi hujannya masih belum reda juga, malah semakin deras hujannya. Aisya sudah menggigil kedinginan, mana laper lagi, ia belum makan siang dari tadi cuma makan semangkok mie ayam di sekolah.
"Hujannya tambah deras, gimana ini??" Kata Reyhan sebab hari mulai semakin gelap, hujannya tak kunjung reda juga.
"Kita pulang aja, Bang." Jawab Aisya, ia mulai takut.
"Lo gak papa, kalo hujan-hujanan. Ntar sakit." Ucapnya seraya menatap Aisya.
"Gakpapa, Bang. Daripada kita kejebak hujan di sini sampai malam."
"Ya udah, lo pakai ini aja," kata Reyhan sambil menyerahkan sebuah mantel berbentuk baju pada Aisya.
"Terus, Abang pakai apa??" Tanyanya karena, ia hanya melihat mantelnya cuma ada satu.
"Gue gak apa-apa begini aja," jawab Reyhan
Aisya segera memakai jas hujan yang diberikan Reyhan tadi, walaupun jas hujannya agak kebesaran di badannya. Ia segera menghampiri Reyhan yang sudah duduk di atas motornya, lalu naik ke atas boncengan Reyhan. Reyhan melajukan motornya dengan pelan sebab hari sudah mulai gelap, dan hujan masih deras, jalanan juga di penuhi oleh genangan air.
Reyhan menggigil, badannya gemetar karena kedinginan apalagi dia duduknya di depan sambil mengendarai motornya, tak berapa lama mereka sampai di depan rumah Aisya yang nampak terlihat sepi. Aisya turun dan melepas jas hujan yang ia pakai. Reyhan juga turun, Aisya menyuruh Reyhan untuk mampir dulu sebentar sebab Reyhan kelihatan pucat dan tubuhnya menggigil, Aisya kan gak tega kalo nyuruh dia langsung pulang apalagi Reyhan begitu karena ngantarin dia pulang hujan-hujanan.
Aisya menyuruh Reyhan masuk, ia pun segera memanggil Bunda dan Ayahnya, serta Abang-Abangnya tetapi tidak ada yang menyahut alias mereka semua sedang tidak ada dirumah.
Aisya menyuruh Reyhan duduk di ruang tamu, ia masuk ke kamar Abangnya dan mengambil satu potong pakaian Abangnya untuk Reyhan. Aisya keluar dari kamar Abangnya dan memberikan baju tersebut pada Reyhan. Reyhan izin ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aisya pun masuk ke kamarnya.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan beberapa orang dan gedoran di pintu rumahnya. Aisya berlari kearah pintu dan membukakan pintu rumah. Terlihat ada beberapa warga berada di teras rumahnya.
"Nah, ini dia orangnya," ucap salah satu warga yang berada di teras rumahnya
"Ada apa ya, Pak??" Tanya Aisya
"Apa benar kamu memasukan seorang laki-laki ke dalam rumah, saat orang tuamu tidak berada di rumah??" Tanya Pak Sobri yang menjabat sebagai ketua Rt di kompleks mereka.
"Eeh, tapi saya sama Bang Reyhan tidak ngapa-ngpain, Pak. Saya hanya menyuruhnya masuk untuk berteduh dan mengganti baju sebentar" jawab Aisya jujur. Sebab dia juga tidak tahu kalo orang tuanya sedang tidak berada dirumah, apalagi dari tadi ponselnya mati.
"Pasti mereka berbuat yang tidak-tidak di dalam rumah ini," ujar Pak Rudi, yang tidak menyukai Aisya sebab dulu Aisya pernah memergoki anaknya mencuri ponsel di toko Bu Indah, dan melaporkannya.
Bersambung....
Putra Aisya dan Reyhan yang bernama Rasya kini usianya sudah menginjak tiga tahun. Saat ini Aisya sedang sibuk di dapur rumahnya membuat sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Aisya membuat nasi goreng dengan tambahan telor ceplok setengah mateng, kesukaan Rasya. Anak Reyhan dan Aisya itu sangat menyukai olahan telor ceplok yang kuning telurnya setengah mateng.Usai membuat sarapan Aisya membangunkan suami dan anaknya."Abang, bangun...!" Aisya menepuk-nepuk lengan suaminya."Emm, cium dulu!" Ucap Reyhan dengan suara serak khas bangun tidur."Iss, manja banget deh. Buruan bangun ntar telat lagi ke kantornya.""Makanya cepatan cium dulu!"CupAisya mencium pipi suaminya."Bukan cium pipi, sayang. Tapi ini!" Reyhan manyun sambil menunjuk bibirnya."Gak, gak. Buruan mandi, atau gak ada cium sama sekali.""Dasar galak." Gerutu Reyhan, sambil menyingkap selimutnya, lalu duduk."Ngomong apa barusan?" Aisya melotot galak ke
Reyhan mondar mandir dengan gelisah di depan sebuah ruangan, penampilannya terlihat kacau dengan pakaian yang penuh oleh noda darah. Sudah 30 menit yang lalu Aisya berada di dalam ruangan tersebut. Reyhan juga sudah menghubungi kedua orang tua beserta kedua mertuanya.Pak Ali dan Bunda Dewi sudah sampai di rumah sakit, dengan tergopoh-gopoh Bunda Dewi berlari menghampiri menantunya yang terlihat kacau itu."Bagaimana keadaan Aisya, Rey?" Tanya Bunda Dewi dengan bercucuran air mata. Setelah menerima kabar dari Reyhan bahwa Aisya menjadi korban tabrak lari, Bunda Dewi tak henti menangis."Belum tau, Bun. Reyhan juga masih menunggu kabar selanjutnya dari Dokter.""Ya Allah, Aisya...."ucap Bunda Dewi, ia terus menangis."Sabar, Bun. Kita berdoa saja semoga Aisya tidak kenapa-kenapa, dia anak yang kuat." Ucap Pak Ali lalu memeluk Bunda Dewi, dan menenangkan istrinya itu."Maafin Reyhan yah, bun. Gak bisa jagain Aisya." Ucap Reyhan pelan."Ini bukan salah kamu,
Pagi ini Aisya dan Reyhan sedang jalan pagi di kompleks perumahan, kata orang-orang jalan di pagi hari saat hamil besar bisa memudahkan proses persalinan nanti. Apalagi saat ini usia kehamilan Aisya sudah memasuki usia delapan bulan, hanya menunggu beberapa minggu saja mereka akan segera menimang bayi mungil mereka."Bang, pengen itu!" Aisya menunjuk salah satu pedagang makanan. Biasanya saat pagi begini di komplek perumahan mereka banyak yang berjualan sarapan."Ayok, kita kesana." Ajak Reyhan sambil menuntun tangan Aisya ke tempat yang di tunjuk oleh Aisya.Reyhan mengambil satu kursi plastik dan menyuruh Aisya untuk duduk, kan kasian kalau bumil berdiri."Kamu tunggu di sini ya, Abang mau pesan dulu.""Iya, Bang.""Mang, lontong sayurnya dua, ya!" Pesan Reyhan pada Mamang penjual lontong sayur."Oh, iya mas. Tunggu sebentar, ya." Ucap Mamang tersebut, sebab dia bersama sang istri masih sibuk melayani pembeli."Iya, Mang." Sahut Reyh
Aisya berlari mengikuti Reyhan yang sedang menarik koper miliknya. Hari ini mereka akan berangkat ke Surabaya."Pelan-pelan dong, yank! Gak usah lari-lari." Ucap Reyhan, saat suaminya itu menoleh ke arah belakang."Abisnya, Abang jalannya cepat betul, kaya kereta aja." Kata Aisya cemberut, Reyhan yang melihat wajah Aisya cemberut jadi gemes dan mencubit pipi istrinya dan menciumnya bertubi-tubi."Hei-hei... kalian ini!! Mau berangkat sekarang apa mau mesra-mesraan dulu?" Sontak Reyhan berhenti menciumi wajah Aisya, dan menatap Mami Rasti yang sedang berdiri di samping mereka. Aisya menundukan wajahnya yang sudah memerah."Ya, mau berangkat sekaranglah, Mi." Jawab Reyhan."Ayok, sarapan dulu....!" Mami Rasti merangkul Aisya."Kalian hati-hati di sana, ya. Kalo udah nyampe jangan lupa kabarin, Mami." Ucap Mami Rasti, saat Reyhan dan Aisya berpamitan."Iya, Mami. Kita berangkat dulu ya Mi, Pi." Reyhan dan Aisya bergantian mencium punggung ta
Aisya duduk di sofa yang ada di kamar sambil memakan keripik kentang, tadinya Aisya dan Reyhan ingin pulang ke rumah orang tua Reyhan, tetapi tiba-tiba saja hujan turun dengan deras. Reyhan yang baru keluar dari kamar mandi menoleh ke arah istrinya yang sedang sibuk mengunyah keripik kentang."Kamu, udah gak merasa mual-mual lagi, Yang?" Kata Reyhan, sebab selama berada di rumah orang tuanya Aisya sama sekali tidak ada mual dan muntah."Gak, Bang. Malahan aku lapar terus ini." Sahut Aisya."Baguslah, yank. Kamu mau makan apa, yank?""Aku mau bakso, Bang." Waduh, pagi-pagi begini mana ada yang buka tukang bakso, batin Reyhan."Yang lain aja, Sayang. Ini masih pagi belum ada yang buka tukang Baksonya.""Hmm, Aisya mau makan nasi goreng aja, deh. Tapi yang bikin Abang.""Abangkan, gak bisa masak, yank.""Yah, padahal Dedeknya pengen makan nasi goreng buatan, Papanya." Ucap Aisya lesu.Tak tega melihat wajah istrinya yang
Reyhan segera berlari keluar dari ruang kerjanya dan masuk ke kamar di mana Aisya sedang menangis sesegukan."Kenapa, sayang?" Kata Reyhan saat dia sudah duduk di samping Aisya."Abang kenapa tinggalin, aku." Ucapnya masih sambil menangis."Abang gak ke mana-mana kok, Sayang." Reyhan merengkuh tubuh Aisya dan memeluknya."Tapi, tadi Abang gak ada di kamar.""Iya, Abang tadi ke ruang kerja sebentar. Udah jangan nangis lagi, donk. Nanti cantiknya ilang." Ucap Reyhan seraya menghapus air mata di pipi Aisya."Jadi, Aisya jelek gitu." Sungut Aisya"Istri Abang cantik, selalu cantik. Udah jangan nangis lagi, oke." Bujuk Reyhan."Hmm, Aisya pengen ke tempat Bunda.""Iya, besok kita ke tempat, bunda. Sekarang Bobo lagi," bujuk Reyhan."Tapi janji, besok kita ke sana.""Iya, Sayang. Tidur lagi, ya.""Iya, tapi peluk. Abang jangan pergi-pergi lagi.""Iya, Abang gak ke mana-mana. Abang d