Satu bulan adalah masa percobaan yang Laura dan Abraham sepakati bersama untuk Oliver. Jika selama itu malah memperburuk keadaan Oliver, maka dengan terpaksa home schooling adalah satu-satunya jalan keluar untuk mengatasinya. Atau dengan kata lain mereka diminta menyerah dan menerima semua kekurangan Oliver.
Satu minggu pertama di sekolah. Oliver masih tidak menunjukkan respon apapun saat ditanya dalam hal pelajaran. Tapi anehnya setiap kali diminta mengerjakan soal di depan papan tulis, Oliver dapat dengan mudah menyelesaikannya dengan baik. Terlalu baik malah. Yang berarti putranya itu anak yang pintar, kan? Paling tidak itu yang telah Laura ketahui darinya. Jika tidak terlampau sibuk Laura dan Abraham akan datang bergantian melihat kegiatan apa saja yang dilakukan Oliver selama di sekolah. Nihil. Oliver hampir tidak melakukan apapun kalau bukan gurunya yang meminta. Soal pertemanan jangan ditanya. Jelas belum ada teman disekitaran Oliver. Berdiri ditengah kelas saat perten
Tiga tahun kemudian … Tidak ada kebahagiaan yang kekal bagi Laura dan Abraham selain berkumpul bersama dengan keluarga. Baginya keluarga lebih dari segalanya. Berada di antara empat laki-laki benar-benar menguras tenaganya. Laura menemukan lagi satu sifat Oliver yaitu keras kepala. Terlalu keras kepala malahan. Oliver akan tetap keukeuh dengan pendirian serta kemauannya meski harus beradu argumen dengan lawan bicaranya. Laura terkadang harus menyerah karena salah satu sifatnya itu. Pembawaannya yang mendadak berubah dewasa, ditambah tubuh jangkungnya yang melebihi teman sebayanya, tidak akan ada yang percaya jika usia anak itu belum genap sepuluh tahun. Mendadak Laura merindukan Oliver yang dulu. Rasanya waktu berlalu sangat begitu cepat. Laura menghampiri Si Kembar. Dua jagoan yang beberapa bulan ini sedang aktif menjelajahi rumah benar-benar tidak bisa jauh dari jangkauan dan pengawasannya. Untuk itu kehadiran Mbak Omas ditengah-tengah keluarga kecilnya sangat memb
Hampir setiap pagi kediaman Laura gaduh setiap harinya. Dua bayi besarnya sama-sama tidak membantu pekerjaannya sama sekali. Oliver yang tidak kunjung mau beranjak dari tempatnya sungguh memancing emosi Laura. “Oliver, stop bermain dengan Si Kembar. Cepat mandi katanya kemarin ada piket kelas.” Putra sulung Laura itu benar-benar memanfaatkan waktu luangnya untuk menyempatkan diri bermain dengan Si Kembar di dalam boks mereka. Mulanya Laura tersentuh, tapi setelah tahu Oliver menjadi terlambat ke sekolah karenanya, Laura benar-benar mencegahnya. Tapi tetap saja anak itu bersikap acuh dengan panggilannya. “Oliver, tolong dengarkan Bunda, Nak. Nanti kamu terlambat datang ke sekolah.” “Oliver—” Satu kata dari Abraham langsung membuat Oliver menurut kemudian keluar dari kamar Laura menuju kamar mandi. Masih untung Abraham bisa membantu menghandle anak itu meskipun mereka berdua sering terlibat argumen tidak penting di lain kesempatan. Lain Oliver l
Begitu tahu istrinya tengah berbadan dua lagi, Abraham kembali mengaktifkan mode posesif pada dirinya sekali lagi. Semua anggota keluarga dilibatkan olehnya sampai-sampai membuat Laura geleng-geleng kepala. Bagi Laura, kewaspadaan Abraham saja sudah cukup tidak perlu sampai merepotkan anggota keluarga lainnya segala. Tapi Laura seakan lupa kalau perkataan Abraham tidak ada bedanya dari sebuah perintah dari Hitler yang artinya adalah mutlak. Tidak boleh melakukan ini dan itu, tidak boleh ke sana dan kemari selain untuk keperluan ke kamar mandi. Laura jadi teringat bagaimana obrolan random namun berakhir dengan kekesalan saat Abraham membalas sindirannya. “Begini ibaratnya kalau Mas di rumah terus pasti bahkan ke kamar mandi pun aku digendong ala tuan putri. Lebay banget sih aku!” “Kamu ingin aku melakukan itu? Ok, mulai besok aku akan membawa pekerjaanku ke rumah lagi untuk mengabulkan permintaanmu itu. No worry, Sweetheart. I’ll do it for you!” See? Sindiran
Abraham menatap dalam diam ke pusara yang penuh dengan taburan bunga. Abraham masih tidak percaya jika perempuan yang dulu pernah memenuhi hatinya itu akan tertidur di sana dengan begitu cepat. Kita tidak bisa memprediksi umur manusia dan Abraham tentu saja tahu itu sejak lama. Meskipun tahun telah berganti, namun rasa tidak percaya itu masih membekas dihatinya. Perempuan itu amat sangat berarti dihatinya dan akan selalu menempati tempat khusus dihatinya. Tidak peduli apa yang dulu perempuan itu lakukan padanya, Abraham tetap akan selalu mengingat perempuan itu. Oliver menepuk pundaknya perlahan—membawanya kembali pada kenyataan di depannya. “Ayah, ayo kita pulang!” ajak Oliver dengan tangan yang penuh dengan keranjang bunga. “Sudah selesai kirim doanya? Ayah bisa kok menunggu sedikit lebih lama,” tukas Abraham. Oliver menggeleng. “Sudah cukup, nanti Oliver bisa melanjutkannya di rumah.” “Yakin? Nanti Bunda kira Ayah yang nggak sabaran ingin c
Hingar bingar gemerlapnya dunia malam benar-benar membuat pusing yang dirasa Laura sejak siang kian menjadi-jadi. Semua ini karena obrolannya bersama Sang Mama lewat telepon yang membuat Laura tidak bisa tidur hampir semalaman. Padahal besok harinya ia harus datang ke kantor lebih pagi dari biasanya. Perkataan Mama bagaikan bom Hiroshima dan Nagasaki yang meluluh lantakkan gendang telinga.
Dahinya berkerut dengan mata yang masih setengah terpejam. Ia benar-benar terganggu dengan ketukan bertubi-tubi pada pintu kamarnya. Abraham menguap lebar. Kemudian menutup telinganya dengan bantal serapat mungkin guna meredam bunyi bising yang mendera indera pendengarannya. Namun sepertinya Abraham lupa mengunci pintu kamar semalam. Karuan saja kenop pintu terbuka dan menampilkan Danesha tengah berdiri sembari bersandar pada tiang pintu.“Sudah lewat waktu sarapan, Mas. Ditunggu Bunda di bawah.”Abraham tidak menyahut. Ia
Minggu pagi adalah waktu yang tepat bagi seorang Laura untuk bersantai. Jarang sekali ia mau diganggu. Laura lebih memilih menghabiskan waktunya di rumah saja daripada pergi hangout ke Mall bersama teman-temannya, tapi tidak untuk hari ini. Laura sudah terlanjur membuat janji dengan dokter gigi pribadinya untuk rutin kontrol kawat gigi yang telah lama melekat digiginya sejak satu setengah tahun yang lalu.Laura mematut dirinya berulang kali di depan kaca sembari memulas wajahnya dengan rangkaian skincare dan lipstik. Hari ini Laura ingin tampil senatural mungkin. Tanpa alas bedak hingga benda apapun yang dapat mengubah penampilannya. Rambut panjangnya ia ikat ekor kuda agar terlihat fresh. Mama menatapnya heran saat Laura menuruni
Hidup memang tidak seindah novel harlequin yang biasa Laura baca. Romansa yang ada tidak semanis yang Laura jalani pula. Kandasnya hubungan Laura dan Gavin buktinya. Di saat sebuah keseriusan dipertanyakan malah kekecewaan yang ia dapatkan. Laura bukanlah perempuan yang terburu-buru dalam pernikahan. Bukan. Ia hanya ingin sebuah kejelasan dalam hubungannya. Laura hanya menuntut label sah atas siapa pemilik dirinya. Sayangnya Gavin tidak sependapat dengannya. Berita itu akhirnya sampai juga ke telinga Freya, sahabat terdekat Laura. Senyuman Freya merekah saat itu. Sahabatnya itu benar-benar lega atas keputusan yang ia ambil. Sejak dulu Laura sebenarnya tahu jika Freya menentangnya berpacaran dengan Gavin. Freya lebih banyak menghin