“Loh, ada apa ini? Kenapa semuanya sangat sibuk?”
Risa yang baru saja masuk ke kantor terheran-heran dengan para karyawan yang tampak sibuk mondar-mandir dalam keadaan panik dan gelisah.
Apakah ada inspeksi mendadak?
“Heh! Kamu ini! Kenapa suka sekali ketinggalan berita?”
Vera tiba-tiba muncul dari belakang membawa setumpuk dokumen hingga setinggi dagunya.
Risa masih kebingungan, kepala dimiringkan.
“Memang ada apa, sih? Apa kita dapat klien menyebalkan lagi?”
Dokumen bertumpuk tadi dihempaskan ke atas meja hingga terdengar suara debam keras di udara, Vera berkacak pinggang pada rok pensil hijau selututnya, satu tangan menyangga di atas meja lawan bicaranya.
“Kita ada pergantian bos Senin lalu. Kamu tidak tahu berita besar semacam ini? Tidak membaca pesan grup lagi?”
Risa memucat pelan, tersenyum kaku.
Dia bukannya malas membaca pesan grup mereka. Tapi, semalam usai diajak oleh Adnan sibuk mengobrol online sejenak, Risa cepat-cepat tidur saking lelahnya setelah acara jalan-jalan dengan calon suaminya. Mana sempat dia membuka grup kantor yang berisik?
“Sudahlah. Kamu pasti sibuk dengan pria tampan berkacamata itu, kan?” Vera melengos pasrah, lalu meraih kembali tumpukan dokumennya.
“Maaf, ya! Aku, kan, baru juga mau dapat jodoh yang benar-benar jodoh!” Risa merapatkan tangan dan menggosok-gosokkannya di depan Vera, wajah sudah kasihan minta dimaafkan.
Vera menghela napas berat, lalu menasihatinya, “aku tahu kamu ini pekerja keras, Risa. Tapi, kalau kinerjamu terganggu dan ditegur oleh atasan, kamu juga yang akan rugi. Aku dengar bos baru kita ini sangat galak dan tegas.”
“Kamu jangan bikin takut, dong!”
“Yah, mau percaya atau tidak itu terserah kamu saja. Bos baru ini dari Jepang. Kamu tahu, kan, orang Jepang itu kalau kerja bagaimana? Mereka sangat teliti dan tepat waktu.”
“Iya. Iya. Baiklah. Tidak usah cemas. Baru juga belum genap seminggu orang dimabuk cinta, sudah diberi peringatan seperti hukuman mati saja!”
“Kamu ini dinasihati! Kerja yang benar! Aku mau cek laporan tahunan dulu supaya bos baru kita nanti tidak marah-marah di hari pertamanya.”
Vera berlalu, dan mata Risa mengekori kepergiannya menuju meja kerja di seberang sana.
“Aduh, aku, kan, sudah bekerja keras selama ini. Masa menikmati kisah percintaan sedikit saja sudah kena tegur begini?” keluh Risa, duduk di kursi dengan kedua bahu melorot lemas.
Ketika sudah siap untuk mengecek kegiatan hari ini, tidak sengaja di lacinya menemukan sebuah kotak dan setangkai bunga tulip.
“Hah? Apa ini?”
Risa termenung.
Niatnya ingin bertanya kepada siapa saja yang ada di sekitar, tapi mereka semua terlihat sangat sibuk mondar-mandir untuk menyambut bos baru mereka.
Merasa tidak enak hati, dia pun membuka kotak kecil seukuran buku catatan itu. Warna bunga tulipnya cantik, merah muda dengan sebuah pita berkilau transparan.
“Wuah, cantik sekali kadonya,” gumam Risa pelan, lalu menghirup bau tulip itu.
Biasanya, para pria akan memberikan bunga mawar kepada seorang wanita, tapi kenapa ini malah bunga tulip?
Risa yang kebingungan dan ragu-ragu dengan hadiah itu, mulai memeriksanya. Di dalam kotak itu terdapat sebuah kartu cantik putih berhias huruf-huruf emas, dan di baliknya ada sebuah satu set polpen mewah dengan sebuah buku catatan yang elegan.
Hati Risa sedikit tersentuh.
Untuk dirinya yang suka merencanakan banyak hal dalam buku catatannya, ini adalah kado yang bisa dibilang sangat perhatian.
Kepala Risa ditegakkan kembali, berusaha mencari tahu siapa gerangan yang memberinya kado. Dia sudah membaca namanya sendiri di kartu tadi, jadi tidak mungkin salah sasaran.
“A-Anu...” tegurnya kepada seseorang yang lewat, tapi diabaikan.
Risa menyipitkan mata sebal, merasa kalau memanggil mereka untuk perhatian kecil seperti ini mungkin akan membuat mereka jengkel di saat sedang sibuk menyambut bos baru.
Dengan hati bersalah Risa membaca kartu itu:
“Untuk Risa Tersayang. Ini adalah bentuk perhatian dariku. Kuharap kamu suka.”
Tidak ada nama pengirim, juga tidak ada catatan lain.
Ini membuatnya benar-benar bingung.
Nama Risa hanya ada satu di kantor mereka, dan itu tentu saja adalah dia. Apalagi hadiahnya memang sangat cocok dengan kerjaannya sehari-hari.
“Bagaimana ini? Kalau tidak beritahu secepatnya aku sudah mau menikah, kasihan, kan, dia nanti akan patah hati?”
Untuk sesaat Risa menyimpan kado itu diam-diam. Nanti saja dia memberitahu Vera.
Mata wanita berambut hitam panjang ini melirik teman kantornya itu sangat sibuk memilah laporan sambil marah-marah.
Sepertinya bos baru mereka ini benar-beran tidak bisa diremehkan, ya?
***
Saat jam makan siang, Risa mengajak Vera makan di sebuah restoran cepat saji.
“Apa? Hadiah misterius?”
Risa mengangguk cepat, sedang menyeruput minuman colanya. “Tidak ada nama pengirimnya. Dan isinya sepertinya mahal sekali. Aku sudah cari di internet, dan bisa seharga 3 juta semuanya. Gila tidak, sih?”
Kedua pipi Risa merona kecil.
Dia cukup bangga mendapat hadiah semacam itu, karena selama menjalin kasih, tidak banyak para pria yang sudah bersamanya bersikap begitu romantis dan loyal.
“Kamu sudah tanya orang kantor?”
“Mana sempat! Kalian semua, kan, sibuk hari ini!”
Vera mengelus dagunya, bersandar sambil berpikir.
“Biar aku yang urus.”
“Kamu mau apa? Bagaimana mengurusnya?”
Sudut bibir Vera tertarik kencang, mata berkilat cepat.
Risa hanya bisa mengerjapkan mata bingung. Terkadang, temannya satu ini punya ide yang luar biasa. Heran kenapa tidak melamar sebagai copywriter saja di perusahaan mereka?
Usai jam makan siang, seperti ucapan Vera, dia pun mengurus hal itu. Tapi, tidak tahunya ternyata metodenya benar-benar barbar!
“Aduh, siapa, ya, yang sudah kasih hadiah romantis seperti ini? Maaf, tapi aku sudah punya calon suami!”
Wanita berambut pirang cokelat sebatas bahu itu berdiri di depan mejanya sambil mengibas-ngibaskan sebuah buku agenda mahal.
Semua mata langsung tertuju kepadanya.
“Dia ini! Katanya mau mengurusnya! Kenapa malah bikin heboh satu kantor!” gerutu Risa yang sibuk mengetik di mejanya, menoleh menatap Vera yang sudah dikelilingi oleh beberapa karyawan, dan mulai pamer dengan sombongnya.
Sudut bibir Risa berkedut kesal, dipikirnya Vera akan mencari siapa pengirimnya dengan cara diam-diam. Ternyata malah sangat sensional!
Helaan berat keluar dari bibir Risa, lalu menekan tombol kirim di layar komputer.
“Hari ini kenapa begitu kacau?”
Beberapa jam usai aksi heboh Vera yang sudah membuat gosip baru di kantor, Risa sudah bersiap-siap untuk pulang dan menunggu Adnan di depan.
Hari ini, mereka berdua berencana untuk nonton bersama di bioskop kesukaan Adnan. Katanya agar Risa bisa memahaminya lebih jauh.
Tidak buruk juga.
Hati wanita ini langsung berdebar-debar kencang. Sudah tidak sabar!
“Kamu sudah mau pulang? Tergesa-gesa sekali?” sindir Vera tajam, baru saja balik dari dapur dan membuat segelas kopi dalam gelas besar.
“Iya. Maaf, ya! Aku tidak bisa menemanimu lembur,” balas Risa dengan wajah bersalah, mata melirik ke arah lain.
Beberapa karyawan di tempat itu sudah pulang sebagian, jadi keduanya sedikit bisa leluasa berbicara bebas dan santai.
“Bagaimana? Apa kamu sudah dengar sesuatu mengenai kado itu?” tanya Vera penasaran.
Soalnya bukan hanya gosip para atasan yang menyebalkan yang jadi trending topik di tempat kerja mereka, tapi juga sama seperti tempat lainnya, hal-hal menarik pasti akan berhembus kencang dan memicu rasa ingin tahu.
“Apanya yang bagaimana? Di grup, mereka semua sibuk membahas bos baru kita! Sama sekali tidak ada yang tertarik membahas soal kado misterius itu. Bahkan, di grup karyawan wanita, mereka malah sibuk berkhanyal yang datang adalah bos tampan dan muda!”
“Kamu serius? Tidak ada yang membahasku satu pun?” Risa mengangguk cepat. “Kebanyakan nonton drama Korea, tuh, pastinya!” ledek Vera kesal, nadi di pelipisnya berdenyut nyaris meledak. Harga dirinya seolah diremehkan. Padahal, tadi sudah sangat heboh sampai bikin beberapa orang jadi iri, ternyata semua hanya menjilat kepadanya! Mentang-mentang dirinya ini adalah bagian keuangan! Wanita berambut sebahu ini terlihat kecewa mendengar pengakuan Risa, dia juga sudah membuat dirinya jadi sangat malu, tapi usahanya sia-sia. “Bos baru itu seperti apa, sih? Sial! Aku sibuk mengurus laporan, jadinya belum bisa ikut gosip di grup mana pun! Awas saja kalau dia tidak seheboh yang mereka bicarakan!” “Hahaha. Sepertinya harapan mereka terlalu tinggi gara-gara bos-bos di sini sudah tua-tua. Kalau pun masih muda, tapi sudah ada pasangan. Daging segar memang selalu menarik, kan? Jangan salahkan mereka. Kamu juga, sih, pake heboh pamer kado begitu di saat semua orang sibuk dengan hal lain. Mana sem
Sesampainya di depan rumah Risa, Adnan meminta maaf atas insiden hari ini. “Tidak apa-apa! Sungguh! Itu, kan, bukan salah siapa pun? Kecelakaan semacam itu bisa terjadi kepada siapa saja, kok! Jangan terlalu dipikirkan.” Risa menggerak-gerakkan tangannya di udara, menolak permintaan maaf Adnan yang tampak memasang wajah murung dan gelap. “Aku minta maaf. Kamu mendapat hari yang tidak menyenangkan. Harusnya, ini menjadi kencan yang menakjubkan,” jelasnya dengan nada sedih. Tanpa disangka-sangka oleh Risa, pria yang kini hanya memakai kemeja putih tanpa jas mewah itu mulai memeluknya kuat-kuat. Risa gelagapan, salah tingkah. “A-Adnan... nanti ada yang lihat...” keluhnya sembari mencoba lepas dari pelukan sang pria. “Oh, maaf,” balasnya dengan wajah malu-malu. Risa tertegun kaget melihat ekspresi wajahnya, sangat tampan dan menggemaskan. Seketika saja sosok marah-marah menakutkannya tadi hilang dalam sekejap. “Ternyata Adnan punya karakter yang unik, ya?” puji Risa yang diiringi
Risa terdengar tertawa kaku tidak enak hati di seberang sana, makanya hanya bisa bergumam pelan ‘um’. Merasa Risa mulai menjaga jarak dengannya, Adnan segera mengambil alih. “Ada apa meneleponku pagi-pagi begini?” Risa mulai panik mendengarnya, menatap hadiah di tangan, merasa ragu-ragu dan takut menjawab pertanyaan itu. “Kenapa diam saja?” ledek sang pria dengan tawa rendahnya yang renyah. “I-itu Adnan... um... apa kamu yang memberiku hadiah akhir-akhir ini?” Dengan mata terpejam kuat, Risa akhirnya memberanikan diri menanyakan hal memalukan tersebut. Kalau bukan dari Adnan, bagaimana dia akan menjelaskannya? Kalau bukan dari Adnan, pria itu pasti berpikir dirinya sangat berharap dalam hubungan ini sampai merasa kegeeran, kan? Tidakkah itu agak memalukan meski mereka sudah mau menikah? “Hadiah?” “I-iya. Hadiah. Kemarin ada hadiah buku dan polpen, serta bunga tulip hias. Um... hari ini ada hadiah lagi. Lebih mahal daripada sebelumnya, kalung berlian dan cokelat. Juga masih ad
Bu Sari menekuk tubuhnya di depan pembatas meja, bertopang dagu tepat di depan meja Risa, dan berkata pelan penuh rayuan, “aku ini tidak begitu murahan, Risa. Tidak seperti mereka yang suka menjilat orang-orang demi keuntungan pribadi. Kamu tahu, kan, aku ini suka dengan barang-barang bermerek. Aku hanya ingin tahu lebih banyak apa-apa saja yang sudah diberikan olehnya kepadamu. Anggap saja aku sedang melakukan riset. Ini demi keuntungan perusahaan juga, kan?” Mulut Bu Sari sungguh licin seperti belut. Orang-orang yang mendengarnya merasa tidak nyaman, tapi ada kebenaran dalam suaranya, tidak bisa membuat mereka protes karenanya. Risa menatapnya datar dan malas. Bu Sari sudah berkedip-kedip manja untuk merayunya, tapi wanita berambut hitam sepunggung ini tidak tergerak sedikit pun. Bagaimana dia ingin menceritakan semuanya? Mereka saja baru bertemu! “Bu Sari, mohon maaf. Tapi, saya baru berkenalan dengan pria itu. Dia adalah pria yang dijodohkan dengan saya. Jadi, maafkan saya jik
“Kamu tidak suka? Apa ini benar-benar berlebihan? Aku pikir ini romantis.” Raut wajah Adnan langsung menampilkan senyum manis dan hangat. Melihat itu, hati Risa langsung lega. Dengan cepat, dia menyimpulkan bahwa semua ini memang benar adalah hadiah dari calon suaminya. “Um! Aku sangat menghargai semua pemberianmu, tapi lain kali sungguh tidak usah yang seperti ini, ya! Takutnya ada gosip yang tidak enak menyebar di kantor. Kamu tahu, kan, kalau ada gosip tidak enak bisa membuat kinerja jadi terganggu.” Adnan hanya mengangguk pelan, senyumnya terus melekat, sama sekali tidak banyak bicara usai Risa memperlihatkan foto-foto itu. Sang pria hanya memerhatikan Risa menggulir media sosialnya sambil menjelaskan hadiah-hadiah yang diterimanya, dan mengeluh soal beberapa teman kantornya yang mulai dekat-dekat hanya untuk menjilat kepadanya. “Baiklah. Kapan-kapan aku akan bertemu dengan mereka.” Adnan berkata singkat begini membuat Risa yang berceloteh soal rasa penasaran teman-teman ka
Dengan cepat Risa berbalik menghadap Gina, menjelaskan kejadian salah paham itu. “A-aku tadi keseleo, tidak sengaja jatuh seperti tadi!” ucapnya dengan nada suara gugup, berjalan dengan kaki tertatih sembari mendorong dokumen ke pelukan sekretaris Gina. Wajah merajuk sebal tertahan, melototkan mata seolah menyuruh Gina agar tidak berpikir macam-macam. Wanita berpakaian hitam putih khas sekretaris itu hanya bisa terbodoh mendapat serangan tiba-tiba dari wanita di depannya. “La-laporan dari nona Vera!” lanjut Risa dengan suara keras dan lantang, wajahnya sudah memerah nyaris mengeluarkan asap. “Ba-bagaimana mungkin kamu sebagai sekretaris meninggalkan tempatmu begitu lama? Kalau tamu kita bukan orang yang sabar dan baik hati, kamu pasti sudah kena masalah besar! Pak Sudirman mungkin akan memecatmu!” Risa tidak bisa menghentikan mulutnya yang cerocos tidak terkendali akibat salah tingkah kedapatan dalam posisi memalukan barusan. Siapa pun bisa menilai dengan ringan seolah dia sedang
Ciri khas permainan itu adalah adanya seorang Osama atau Raja dalam bahasa Jepang yang didapat dari hasil undian sumpit. Sisanya harus berperan sebagai anak buah yang akan mendengarkan apa saja yang diperintahkan oleh Raja tersebut. “Saya harap Tuan Shiraishi terhibur dengan acara sambutan kami. Saya tahu ini tidak sehebat dan semewah yang mungkin Anda harapkan, tapi saya sudah mencoba yang terbaik,” ungkap seorang atasan gendut dan pendek, kepalanya sudah botak licin di bagian atas dengan pinggiran dihiasi rambut tipis-tipis. Dengan bangga dan sopan menuangkan minuman soda ke gelas Shouhei yang sudah terlihat hampir kosong. “Terima kasih. Saya suka acaranya. Ini sudah terlalu mewah. Seharusnya kalian tidak perlu menyiapkan acara sambutan yang merepotkan.” “Ahahaha! Sama sekali tidak merepotkan! Kami senang jika Tuan Shiraishi mendapat yang terbaik. Mari silakan diminum!” pujinya sembari meraih gelas tadi. Kedua tangan melakukan gerakan gaya tata krama memberi minuman ala orang Jepa
‘Bu Sari sialan!’ maki Risa dalam hati, sudah panas bagaikan ketel mendidih, tapi ditahan mati-matian. Dia tahu dan sangat yakin ini adalah jebakan untuknya agar bisa menggali lebih dalam soal siapa pria kaya yang sudah menjadi kekasihnya. Tapi, dia pikir dia tidak berani melakukan tantangan ini?! Cih! Semua orang tahu kalau ini hanyalah tantangan! Hanya sebuah permainan untuk menghibur mereka! Tidak benar-benar serius! Akal sehat Risa akhirnya kembali ke tempatnya. Dia lebih memilih gulungan kertas itu, karena takut dipermalukan di depan banyak mata dengan label dirinya yang sudah akan menikah. Apa jadinya kelak kalau sudah bicara banyak tapi ternyata pernikahannya batal? Itu memang adalah perjodohan bisnis, tapi tidak ada yang bisa menjamin masa depan akan seperti apa. Berpikir begini, Risa merasa lebih kuat di dalam hati. Mana mungkin bosnya akan marah, kan? Dia hanya akan melakukan apa yang tertulis di kertas bodoh itu demi hiburan seisi ruangan ini! Tidak mungkin akan