Share

BAB 6 Sebuah Kado dan Tulip Merah

“Loh, ada apa ini? Kenapa semuanya sangat sibuk?”

Risa yang baru saja masuk ke kantor terheran-heran dengan para karyawan yang tampak sibuk mondar-mandir dalam keadaan panik dan gelisah.

Apakah ada inspeksi mendadak?

“Heh! Kamu ini! Kenapa suka sekali ketinggalan berita?”

Vera tiba-tiba muncul dari belakang membawa setumpuk dokumen hingga setinggi dagunya.

Risa masih kebingungan, kepala dimiringkan.

“Memang ada apa, sih? Apa kita dapat klien menyebalkan lagi?”

Dokumen bertumpuk tadi dihempaskan ke atas meja hingga terdengar suara debam keras di udara, Vera berkacak pinggang pada rok pensil hijau selututnya, satu tangan menyangga di atas meja lawan bicaranya.

“Kita ada pergantian bos Senin lalu. Kamu tidak tahu berita besar semacam ini? Tidak membaca pesan grup lagi?”

Risa memucat pelan, tersenyum kaku.

Dia bukannya malas membaca pesan grup mereka. Tapi, semalam usai diajak oleh Adnan sibuk mengobrol online sejenak, Risa cepat-cepat tidur saking lelahnya setelah acara jalan-jalan dengan calon suaminya. Mana sempat dia membuka grup kantor yang berisik?

“Sudahlah. Kamu pasti sibuk dengan pria tampan berkacamata itu, kan?” Vera melengos pasrah, lalu meraih kembali tumpukan dokumennya.

“Maaf, ya! Aku, kan, baru juga mau dapat jodoh yang benar-benar jodoh!” Risa merapatkan tangan dan menggosok-gosokkannya di depan Vera, wajah sudah kasihan minta dimaafkan.

Vera menghela napas berat, lalu menasihatinya, “aku tahu kamu ini pekerja keras, Risa. Tapi, kalau kinerjamu terganggu dan ditegur oleh atasan, kamu juga yang akan rugi. Aku dengar bos baru kita ini sangat galak dan tegas.”

“Kamu jangan bikin takut, dong!”

“Yah, mau percaya atau tidak itu terserah kamu saja. Bos baru ini dari Jepang. Kamu tahu, kan, orang Jepang itu kalau kerja bagaimana? Mereka sangat teliti dan tepat waktu.”

“Iya. Iya. Baiklah. Tidak usah cemas. Baru juga belum genap seminggu orang dimabuk cinta, sudah diberi peringatan seperti hukuman mati saja!”

“Kamu ini dinasihati! Kerja yang benar! Aku mau cek laporan tahunan dulu supaya bos baru kita nanti tidak marah-marah di hari pertamanya.”

Vera berlalu, dan mata Risa mengekori kepergiannya menuju meja kerja di seberang sana.

“Aduh, aku, kan, sudah bekerja keras selama ini. Masa menikmati kisah percintaan sedikit saja sudah kena tegur begini?” keluh Risa, duduk di kursi dengan kedua bahu melorot lemas.

Ketika sudah siap untuk mengecek kegiatan hari ini, tidak sengaja di lacinya menemukan sebuah kotak dan setangkai bunga tulip.

“Hah? Apa ini?”

Risa termenung.

Niatnya ingin bertanya kepada siapa saja yang ada di sekitar, tapi mereka semua terlihat sangat sibuk mondar-mandir untuk menyambut bos baru mereka.

Merasa tidak enak hati, dia pun membuka kotak kecil seukuran buku catatan itu. Warna bunga tulipnya cantik, merah muda dengan sebuah pita berkilau transparan.

“Wuah, cantik sekali kadonya,” gumam Risa pelan, lalu menghirup bau tulip itu.

Biasanya, para pria akan memberikan bunga mawar kepada seorang wanita, tapi kenapa ini malah bunga tulip?

Risa yang kebingungan dan ragu-ragu dengan hadiah itu, mulai memeriksanya. Di dalam kotak itu terdapat sebuah kartu cantik putih berhias huruf-huruf emas, dan di baliknya ada sebuah satu set polpen mewah dengan sebuah buku catatan yang elegan.

Hati Risa sedikit tersentuh.

Untuk dirinya yang suka merencanakan banyak hal dalam buku catatannya, ini adalah kado yang bisa dibilang sangat perhatian.

Kepala Risa ditegakkan kembali, berusaha mencari tahu siapa gerangan yang memberinya kado. Dia sudah membaca namanya sendiri di kartu tadi, jadi tidak mungkin salah sasaran.

“A-Anu...” tegurnya kepada seseorang yang lewat, tapi diabaikan.

Risa menyipitkan mata sebal, merasa kalau memanggil mereka untuk perhatian kecil seperti ini mungkin akan membuat mereka jengkel di saat sedang sibuk menyambut bos baru.

Dengan hati bersalah Risa membaca kartu itu:

“Untuk Risa Tersayang. Ini adalah bentuk perhatian dariku. Kuharap kamu suka.”

Tidak ada nama pengirim, juga tidak ada catatan lain.

Ini membuatnya benar-benar bingung.

Nama Risa hanya ada satu di kantor mereka, dan itu tentu saja adalah dia. Apalagi hadiahnya memang sangat cocok dengan kerjaannya sehari-hari.

“Bagaimana ini? Kalau tidak beritahu secepatnya aku sudah mau menikah, kasihan, kan, dia nanti akan patah hati?”

Untuk sesaat Risa menyimpan kado itu diam-diam. Nanti saja dia memberitahu Vera.

Mata wanita berambut hitam panjang ini melirik teman kantornya itu sangat sibuk memilah laporan sambil marah-marah.

Sepertinya bos baru mereka ini benar-beran tidak bisa diremehkan, ya?

***

Saat jam makan siang, Risa mengajak Vera makan di sebuah restoran cepat saji.

“Apa? Hadiah misterius?”

Risa mengangguk cepat, sedang menyeruput minuman colanya. “Tidak ada nama pengirimnya. Dan isinya sepertinya mahal sekali. Aku sudah cari di internet, dan bisa seharga 3 juta semuanya. Gila tidak, sih?”

Kedua pipi Risa merona kecil.

Dia cukup bangga mendapat hadiah semacam itu, karena selama menjalin kasih, tidak banyak para pria yang sudah bersamanya bersikap begitu romantis dan loyal.

“Kamu sudah tanya orang kantor?”

“Mana sempat! Kalian semua, kan, sibuk hari ini!”

Vera mengelus dagunya, bersandar sambil berpikir.

“Biar aku yang urus.”

“Kamu mau apa? Bagaimana mengurusnya?”

Sudut bibir Vera tertarik kencang, mata berkilat cepat.

Risa hanya bisa mengerjapkan mata bingung. Terkadang, temannya satu ini punya ide yang luar biasa. Heran kenapa tidak melamar sebagai copywriter saja di perusahaan mereka?

Usai jam makan siang, seperti ucapan Vera, dia pun mengurus hal itu. Tapi, tidak tahunya ternyata metodenya benar-benar barbar!

“Aduh, siapa, ya, yang sudah kasih hadiah romantis seperti ini? Maaf, tapi aku sudah punya calon suami!”

Wanita berambut pirang cokelat sebatas bahu itu berdiri di depan mejanya sambil mengibas-ngibaskan sebuah buku agenda mahal.

Semua mata langsung tertuju kepadanya.

“Dia ini! Katanya mau mengurusnya! Kenapa malah bikin heboh satu kantor!” gerutu Risa yang sibuk mengetik di mejanya, menoleh menatap Vera yang sudah dikelilingi oleh beberapa karyawan, dan mulai pamer dengan sombongnya.

Sudut bibir Risa berkedut kesal, dipikirnya Vera akan mencari siapa pengirimnya dengan cara diam-diam. Ternyata malah sangat sensional!

Helaan berat keluar dari bibir Risa, lalu menekan tombol kirim di layar komputer.

“Hari ini kenapa begitu kacau?”

Beberapa jam usai aksi heboh Vera yang sudah membuat gosip baru di kantor, Risa sudah bersiap-siap untuk pulang dan menunggu Adnan di depan.

Hari ini, mereka berdua berencana untuk nonton bersama di bioskop kesukaan Adnan. Katanya agar Risa bisa memahaminya lebih jauh.

Tidak buruk juga.

Hati wanita ini langsung berdebar-debar kencang. Sudah tidak sabar!

“Kamu sudah mau pulang? Tergesa-gesa sekali?” sindir Vera tajam, baru saja balik dari dapur dan membuat segelas kopi dalam gelas besar.

“Iya. Maaf, ya! Aku tidak bisa menemanimu lembur,” balas Risa dengan wajah bersalah, mata melirik ke arah lain.

Beberapa karyawan di tempat itu sudah pulang sebagian, jadi keduanya sedikit bisa leluasa berbicara bebas dan santai.

“Bagaimana? Apa kamu sudah dengar sesuatu mengenai kado itu?” tanya Vera penasaran.

Soalnya bukan hanya gosip para atasan yang menyebalkan yang jadi trending topik di  tempat kerja mereka, tapi juga sama seperti tempat lainnya, hal-hal menarik pasti akan berhembus kencang dan memicu rasa ingin tahu.

“Apanya yang bagaimana? Di grup, mereka semua sibuk membahas bos baru kita! Sama sekali tidak ada yang tertarik membahas soal kado misterius itu. Bahkan, di grup karyawan wanita, mereka malah sibuk berkhanyal yang datang adalah bos tampan dan muda!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status