Karena terlalu lelah, Risa baru terbangun ketika siang hari telah tiba. Saat terbangun, tidak ada siapa pun di sekitarnya dan terasa sangat sunyi. Ujung matanya melirik sebuah kertas di atas nakas dan diraih dengan cepat. Ternyata itu adalah pesan pendek dari Shouhei. Bunyinya seperti ini: “Jika kamu sudah bangun, segera membersihkan diri. Aku sedang ada pertemuan penting di lantai bawah. Hubungi aku jika kamu sudah siap untuk jalan-jalan bersamamu.” Risa mencengkeram kertas dengan perasaan kesal. Apanya yang akan jadi miliknya selama 24 jam penuh? Pembohong! Katanya tidak akan mengurusi apa pun selain dirinya, tapi kenapa dia malah mengurusi bisnis lagi? Risa bukannya mau bersikap egois, tapi sungguh dia tidak mau dibohongi terus menerus olehnya yang selalu saja bersikap seenaknya sendiri. Kesal karena dianggap seperti anak kecil tidak berdaya, Risa berniat meninggalkan hotel dan tidak mau meladeninya lagi. Sialnya, baru saja dia hendak turun dari ranjang, bagian pribadinya ter
“Siapa yang kamu maksud dengan pembunuh kejam?” tanya Shouhei bingung dengan wajah dinginnya. Risa meledak hebat dengan wajah sangat marah. “Siapa lagi? Tentu saja itu kamu, kan? Kamu mau menjadikanku sebagai tumbal untuk proyek? Atau kamu ingin menjualku ke sebuah pasar gelap dan melelangku ke pria tua yang tidak tahu malu?” Wajah Shouhei seketika menjadi sangat dingin dan gelap. Mencengkeram kedua lengan wanita itu sambil menatapnya serius. “Oh, jadi kamu berpikir begitu tentang aku? Kalau semua itu benar, menurutmu apa yang bisa kamu lakukan? Apa kamu pikir bisa kabur dariku, Risa Abdullah?” Wajah Risa memucat suram begitu wajah Shouhei membesar menakutkan di depannya. “Apa kamu pikir bisa selamat dariku, um? Tidak ada yang tahu kedatangan kita di sini selain orang-orang yang mengantarkan kita ke pulau.” “Sho-Shouhei... jangan membuatku takut...” gagap Risa dengan suara berbisik kecil, menciut dengan aura gelap dan mengintimidasi pria di depannya. Shouhei tidak mengubah raut w
Risa Abdullah masih tidak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Bagaimana bisa Shouhei memiliki banyak uang untuk membeli sebuah pulau pribadi? Belum lagi mansion yang menjadi tempat istirahat mereka sangat indah dan luas. Apakah dia sungguh tidak sedang menipunya sekarang? “Kenapa melamun saja? Apa makanannya tidak enak?” tegur Shouhei ketika mereka akhirnya makan malam dengan cara sangat istimewa. Risa yang melamun memikirkan banyak hal tidak sadar segera kembali ke dunia nyata. “I-itu... apa semua ini tidak berlebihan?” “Berlebihan? Apa maksudmu?” tanya Shouhei dengan kening bertaut kecil. Risa kehilangan kata-kata menjelaskanya. Mereka sekarang sedang berada di salah satu bagian mansion yang katanya diberikan oleh Shouhei untuknya. Tempat makan malam mereka itu tidak biasa. Di atas sebuah lantai kaca transparan berbentuk huruf T dengan kolam air jernih di bawahnya, mereka makan malam romantis yang dihiasi oleh pemandangan laut di dekatnya. Bukan hanya suasananya sang
Risa masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia ketahui tentang bos tiraninya itu.Bagaimana bisa hanya dalam semalam dia langsung kaya mendadak?Tidak! Tidak!Dia sudah memberikan sinyal itu sejak beberapa kali mereka berdebat. Tapi, Risa tidak percaya dengan ucapannya sama sekali.Bagaimana bisa dia memberikan kepercayaan kalau dia sangat pintar memanipulasi orang lain?Risa sekarang berada di kamar mewah yang sangat luas dan dihiasi perabotan mahal yang membuat mata senang. Dia menaksir harganya sangat mahal.Karena tidak bisa tidur, akhirnya wanita dalam handuk kimono putih ini hanya bisa berguling-guling dengan perasaan gelisah mencubit hatinya.‘Apa sebaiknya aku meminta pendapat Vera? Tidak! Itu mustahil! Yang ada dia malah akan mengejekku dan memberiku banyak ceramah yang tidak masuk akal! Mau taruh di mana mukaku kalau sampai ketahuan menjadi simpanan bos sendiri? Dia pasti akan mengungkit masalah daging segar yang sudah menjadi tunangan resmiku!’ batinnya kepada diri
Setelah memasak di dapur dengan rasa takjub yang tidak bisa hilang dari benaknya, Shouhei memuji masakan buatan Risa. “Kamu memang punya bakat yang luar biasa dalam bidang kuliner. Aku sungguh beruntung mendapatkanmu,” pujinya dengan senyum tulus yang dingin dan memikat. Risa nyaris tersedak makanannya, duduk dengan wajah canggung di kursinya. “Yah. Kamu memang beruntung. Tapi, aku yang sial, kan?” Shouhei mendengus geli. “Sial? Kenapa sial?” Risa menghela napas berat. “Ya. Memang begitu, kan? Kamu pikir ada wanita yang senang diperlakukan bagaikan simpanan? Apalagi jelas-jelas menjadi simpanan? Aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya. Apa yang kamu sembunyikan dariku, lalu apa yang kamu inginkan dariku. Bukankah itu sangat mengerikan dan menakutkan? Kamu tidak berpikir sedikitpun kalau itu hal yang membuat tidak nyaman?” Shouhei berhenti menikmati sarapannya, dia melipat tangan di dadanya, berpikir sok serius dengan kepala dimiringkan. “Benarkah? Kalau begitu, kamu bisa tanyakan kep
“Bisakah kamu memberi ponselku sekarang?” kata Risa tidak sabaran saat mereka berdua sedang berjalan ke sebuah helipad yang ada di sekitar mansion super besar itu. Tatapan Risa tampak sangat kesal ke arah punggung pria dingin di depannya.Shouhei tidak menanggapinya serius. “Jangan khawatir. Aku sudah bilang kepada keluargamu kalau kamu sedang melakukan tugas yang sangat penting denganku. Sejak tadi kamu melihat ponselmu setelah aku begitu sabar melihatmu tersenyum sendirian. Tidak baik seperti itu, Sayang. Nanti orang-orang mengira ada yang tidak beres dengan dirimu.”Risa menghentakkan kakinya kesal! Kedua tangan mengepal erat, wajahnya tampak cemberut penuh protes.“Kamu tidak berhak menahan ponselku, Shouhei Shiraishi! Cepat kembalikan kepadaku! Kamu tidak bisa bersikap begini! Kamu hanya tidak mau aku berhubungan dengan Adnan, kan?”Shouhei masih mengabaikan protesnya. Dia sudah berbicara dengan dua pria berseragam ala petugas bandara, lalu melirik sekilas ke ara wanita yang mena
Di sebuah gedung tinggi perkantoran yang sangat megah dan modern di Tokyo, Jepang. Setumpuk dokumen dilempar begitu saja di atas sebuah meja. Suara debamnya memekakkan telinga. Dokumen paling atas memperlihatkan profil seorang wanita lengkap dengan foto yang terlihat sangat formal. Rambut perempuan itu hitam panjang dan diikat satu dengan poni indah menghiasi wajahnya. Tertulis jelas di sana nama sang wanita dalam bahasa Indonesia: Risa Abdullah “Apa berita itu benar? Kamu sudah memastikan kebenarannya?” tanya sebuah suara berat, rendah dan dalam. Sangat magnetis dan merdu bagi wanita mana pun yang bisa mendengarnya. Percakapan ini dilakukan dalam bahasa Jepang. Meski ada nada marah dalam suaranya, pemilik suara berusaha tetap menjaga ketenangan dirinya. “Iya. Itu benar, Tuan muda. Risa Abdullah akan segera menikah minggu depan.” Pria berkacamata tipis yang menyampaikan berita tersebut berwajah datar dan terkesan dingin dengan rambut disisir sangat rapi. Jas biru tua yang dikenaka
“Selamat pagi!” sapa seorang wanita berambut pendek kepada Risa yang baru saja duduk di kursi kerja. “Pagi!” balas Risa dengan senyum cerah. Tapi, begitu wanita tadi berlalu, wajahnya seketika ditekuk suram. Suasana kantor masih terbilang sepi, perempuan ini memang terbilang paling rajin jika terkait mengejar masa depannya. Sejak kecil, Risa selalu berusaha yang terbaik, termasuk juga masalah percintaan. Namun, Tuhan sepertinya berkehendak lain. Mau sekeras apa pun dia berusaha sama seperti dia belajar mati-matian dan mengejar karir, tetap saja kisah cintanya selalu gagal. Sekarang, ayahnya datang dengan proposal perjodohan demi menolong perusahaan mereka yang hampir bangkrut. Sebenarnya, Risa enggan melakukan perjodohan. Tapi, jika dia tidak melakukannya, maka seluruh karyawan perusahaan pasti akan terancam diberhentikan tanpa pesangon. Jika itu sampai terjadi, kemungkinan kerusuhan hebat akan menghantui perusahaan, sudah pasti rumah dan anggota keluarga mereka akan menjadi sasar