Share

02

Happy reading!!!

Lebih baik sendiri, dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman.

*

"A— aih! Udah pulang mah?" Ana  tersentak kaget saat baru saja membuka pintu rumah langsung terlihat Okta—mamahnya yang sedang menunggunya dengan berkacak pinggang dan menatapnya datar.

Okta menurunkan tangannya dan menghela nafasnya panjang. "Udah malem, dari Mana aja?" Tanyanya.

Ana mengangkat kantong belanjaan ditangannya, "beli jajan." Sahutnya sembari terkekeh.

"Udah sana, masuk kamar. Besok sekolah kan?"

"Iya." Balasnya. "Oh iya mah, papah udah pulang?" Tanyanya.

"Udah, lagi ada di ruang kerjanya. Gangguin sana!" Ana tersenyum jahil lalu  mengangkat tangannya hormat ke arah Okta "Siap Bupol!" Katanya

*

Ana membuka perlahan pintu didepannya lalu ia masuk kedalamnya. "Hayo! Yang pulang gak bilang-bilang!" Candanya berpura-pura marah. Menampakkan dirinya dari balik pintu.

"Coklatnya udah ada di dalem kulkas." Sahut Nata— Papahnya. Ana Tersenyum lebar saat mendengarnya dan melangkah ke sofa yang berada tak jauh dari tempatnya. 

"Good job!" Ana mengacungkan jempolnya ke arah Nata.

"Gak ada akhlak emang nih anak." Batinnya.

"Oh iya, pah." Panggil Ana.

"Ada Apa, hm?"

"Tadi aku ketemu temen satu sekolah, mereka mau balapan di depan jalan sana. Aku Panggil mereka, Terus, pas ngeliat aku merekanya kayak ketakutan terus langsung kabur." Ujarnya. 

Nata terkekeh pelan mendengarnya, dengan terus fokus ke berkas di hadapannya, ia berkata. "Gimana gak takut? Orang 1/4 murid di sekolah, kamu hajar semua?" 

"Ya... Itu sih salah mereka, lagian ganggu aku pas lagi badmood."

"Udah sana ke kamar. Tidur,"

" temen aku masih punya utang sama aku." Katanya.

"Utang berapa? Ikhlasin aja,"

Ana menggeleng. "Gak bisa, soalnya aku udah bilang kalo dia ngutang dan harus dibayar. Papah kan tau, aku gak pernah main-main sama ucapanku?" Dia tersenyum lebar setelah mengucapkannya.

Nata menatap serius anaknya sambungnya yang berada didepannya ini. "Iya. Terserah. Asal jangan macem-macem. Ngerti?" Ana mengangguk menyahutinya.

"Udah sana ke kamar. Tidur," Ulang Nata

"Oke!" Ana beranjak dari tempatnya dan melangkah pergi menuju kamarnya.

"Ada apa lagi?" Tanya Nata tanpa menengok saat mendengar suara pintu ruangan kerjanya kembali dibuka.

"Ada apaan? Emang ada apaan lagi?" Sahut Okta yang datang dengan membawa segelas kopi panas untuk Nata.

"Oh, aku kirain Ana." Perempuan berhijab itu meletakkan kopinya di sebelah Nata lalu duduk di kursi yang berada di sebelahnya.

"Emang kenapa sama Ana?"

"Dia cerita ketemu sama temen-temen sekolahnya terus pada ketakutan pas ngeliat dia."

"Oh, kirain apa."

"Si monyet emang ajarannya nih. Anak gue diajarin berantem, buset." Gumam Okta yang masih dapat di dengar Nata.

"Bela diri juga penting kan. Seenggaknya berguna buat Ana jaga dirinya sendiri." Ujar Nata menumpu dagunya dan menatap ke arah istrinya saat ini.

"Ya." Cuma..... Oh iya! Lusa aku libur. Jalan-jalan yuk!" 

"Berdua aja, Hm?" Okta menggeleng.

"Sama yang lain. Mau kan?"

Nata mengangguk menyetujuinya "iya." Katanya seraya menyeruput kopi yang dibawakan istrinya itu.

*

Buat kalian yang belum tahu, Ana. Febriana Aurelie. Seorang anak perempuan yang terkenal di sekolahnya. Ia dikenal sebagai preman sekolah setelah kejadian ia memukuli 1/4 murid dan itulah yang membuatnya entah ditakuti atau disegani? Padahal sebenarnya, ia hanya murid biasa. Tidak terlalu pintar dan juga tidak terlalu bodoh. Ia juga memiliki sisi lemah dan ketakutan yang sama sekali orang lain tidak tau apa itu.

Dia tipe orang yang lebih suka menyendiri. Bukan susah untuk memiliki teman, hanya saja dianya yang memang tidak ingin. Lebih baik sendiri dibanding harus berteman dengan Fake Friend yang hanya mencari keuntungan saat berteman dengannya.

Di sebuah kamar bernuansa putih, terlihat banyak poster-poster anime yang tertempel di dinding dan  rak-rak yang penuh dengan buku. Ana masih meringkuk diatas kasurnya sembari memeluk guling yang berada di dekapannya saat ini. Ia menutup telinganya saat mendengar pintu kamarnya yang terus diketuk.

Tok ...tok..tok...

"Ana bangun! Udah siang!" Teriak mamahnya dari depan pintu.

"5 menit lagi," Gumamnya.

'CEKLEK'

Terdengar suara knop pintu, lalu pintu kamarnya terbuka. "Ana bangun! Udah siang! Sekolah!" 

"5 menit lagi mah!" Rengek Ana.

"Bangun!"

"...."

"Febriana Aurelie! Bangun gak? Atau semua coklat kamu mamah buang, hm?" Ana menggerutu dan terpaksa bangun dari tidurnya.

"Mamah mah ngancem Mulu,"

"Biarin."

"Biarin, nanti aku buang semua poster sama novel-novelnya." Ucap Ana menirukan ucapan mamahnya.

Mamahnya berkacak pinggang. " Oh, udah berani, hm? Sampe kamu buang beneran, gak mamah kasih uang jajan setahun!" Mamahnya melangkah pergi dari kamarnya.

"SADIS. MAMAH MAH GITU! JANGAN LAH!" Ana menggerutu kesal.

"BANGUN! MANDI, NYARAP, ABIS ITU SEKOLAH! NGERTI?" Balas mamahnya berteriak dari luar.

"NGERTI!"

*

Ana memakan sarapannya dengan tenang. Tak jauh dari tempatnya, ada Nata yang juga sedang memakan sarapannya sembari melihat berkas-berkas yang sama sekali tidak diketahuinya apa itu?  Ia melirik ke arah mamahnya yang baru saja keluar dari kamar dengan memakai seragamnya lengkap dan menenteng jaket biru dilengannya.

"Kerja?" Tanya Ana pelan membuat mamahnya lantas menoleh kearahnya.

"Iya." Balas Mamanya.

"Mamah kapan berhenti kerjanya? Aku bosen dirumah sendirian kalo mamah sama papah lagi kerja." Keluh Ana dengan wajah cemberut.

Okta dan Nata saling lirik lalu tersenyum dan memeluk anaknya itu. "Nanti. Tapi belum tau kapan," 

"Yaudah. Selama mamah seneng waktu kerjanya," Ana tersenyum lebar lalu melanjutkan  makannya.

"Besok mamah kamu libur. Mau—"

"Mau ke makam bapak. Boleh?" Potong Ana cepat dengan mata berbinar.

"Boleh." Balas Nata dan Okta bersamaan.

"Kadang aku mikir. Aku mau ketemu sama bapak secara langsung, bukan cuma liat di foto doang,"

Nata yang mengerti perasaan anaknya itu tersenyum lalu mengelus lembut kepalanya. "Besok kita ke sana."

"Ya." Ana beranjak dari duduknya lalu mengambil tasnya yang disampirkan di kursi. Lalu memakai rompi jeans dengan banyak tempelan dan kata-kata yang tertempel disana. " Yaudah, aku berangkat sekolah dulu."

"Ya."

"Mau bawa motor atau bareng papah?"

"Bawa motor aja."

"Headset bawa?" Tanya Okta memastikan.

"Bawa."

"Handban dipake?"

"Pake." Ana mengangkat tangan kirinya yang memakai handban hitam milik bapaknya dulu. 

"Aku berangkat," Ana menyalami tangan mamah dan Papahnya Secara bergantian lalu melangkah pelan keluar rumah. "Ass—"

"Kalo kamu mau denger suara bapak kamu. Nanti mamah kasih," Ujar mamahnya saat Ana mulai menghilang dari balik pintu. Namun dengan kilat, Ana kembali berlari ke hadapannya dengan wajah senang. "Serius ada? Mana? Aku mau denger," pintanya.

PLETAK!

Mamahnya menyentil jidatnya lalu berkata, " Tapi nanti. Kalo kamu udah gede."

"Ih! Aku kan udah gede." 

"Udah sana berangkat, nanti telat loh." Peringat Nata yang masih terduduk di kursi meja makan.

"Siap!" Sahut Ana. " Janji loh ya bupol!" Lanjutnya lalu berlari keluar rumah. Dan tak lama kemudian suara motor yang dikendarai Ana sudah melesat pergi dari halaman rumah.

*

—TO BE CONTINUE—

Komen (1)
goodnovel comment avatar
No Ine
ceritanya sangat bagus, dan sangat menghibur buat kita yng sdang dalm fase nga baik gitu... tapi ceritanya kadang bikin kesel tau, kdang nga nybung
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status