Sudah dua hari Risha di rawat di Rumah Sakit dan yang merawat serta yang mendampingin Risha adalah Sisil.
Dan Risha baru sadar setelah berhasil melewati masa kritisnya setelah dua hari."Kenapa kamu gak bilang klo kamu sakit? Berarti kemaren lusa pas kamu pucat itu sudah sakit kamunya, tapi kamu gak percaya," celoteh Sisil sambil mengupas Apel di sebelah brankar Risha.
"Maaf," lirih Risha dengan mata sayu memandang Sisil yang berada di sampingnya.
"Untung saja di penginapan ada orang, kalau nggak ada, sudah gentayangan kamu disana," sambung Sisil yang masih bernada emosi sambil menyodorkan sepiring buah apel yang sudah dikupasnya.
"hmm, nanti kalau aku sudah gentayangan kamu dulu yang aku hampiri," jawab santai Risha sambil mengunyah apel pemberian Sisil.
"Hust ngawur aja, bikin parno gua aja lu," bentak Sisil dengan cemas dan sedikit emosi.
"Sudah tau paling takut sama yang begituan masih aja mikirin yang enggak-enggak," lirih Risha sambil tertawa pelan melihat ekspresi sahabatnya.
"Eeh tapi, yang ngaterin elu itu ganteng-ganteng lho, kasih tau dong namanya sama nomor W*-nya? Lumayan banget tuh bule, pinter ngomong bahasa indonesia lagi. Tau aja gua paling belibet kalo ngomong bahasa inggris," goda Sisil sambil menggoyang-goyangkan lengan Risha.
"RA-HA-SI-A!" jelas Risha penuh penekanan, "informasi itu bersifat rahasia, data penyewa adalah rahasia," lanjut Risha yang mana membuat kecewa Sisil. Memang tak dapat dipungkiri, di penginapan atau hotel manapun data penyewa memang bersifat rahasia, kecuali untuk kasus tertentu demi kelengkapan data penyidik pasti data itu diberikan tapi masih dalam konteks informasi rahasia pula.
"Pelit lu!"
Padahal Risha sendiri juga tidak tau mereka itu siapa, yang Risha tau mereka bukan orang biasa dan bukan orang sembarangan. Dilihat dari pakaian mereka, juga kepemilikan senjata api yang mereka bawa. Memikirkan itu saja membuat bulu kuduk Risha seketika berdiri.
"Kenapa lu!" Celetuk Sisil yang tau Risha tiba-tiba bergidik ngeri sendiri, "jangan takut-takutin gua dong," lanjut Sisil dengan muka takutnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan tempat Risha di rawat.
Risha hanya tertawa lirih melihat tingkah sahabatnya itu. Sebegitu takutnya sahabatnya ini dengan hal-hal yang berbau mistis dan horor.
"Iiihhh, jangan bikin gua makin takut dong. Gua pulang nih, biarin kamu gak ada yang jaga," ancam Sisil sambil melotot kearah Risha.
"Ya silahkan, gak ada yang melarang kok. Tapi gak jamin ya, kalau di jalan ada apa apa, hiiii," hoda Risha yang mana membuat Sisil semakin ketakutan hingga mendekat dan memegang lengan Risha dengan kuat dan erat.
"Iiihhh, nyebelin deh. Gua takut beneran nih," rengek Sisil sambil meremas tangan Risha.
"Dasar! Sakit oon!" pekik Risha menepuk tangan Sisil yang mencengkeram lengan Risha dengan erat sambil tertawa terbahak-bahak dibuatnya. melihat Sahabatnya sudah ketakutan setengah mati dengan wajah lucunya.
"Tega ih," keluh Sisil sambil memanyunkan mulutnya.
Dua hari sebelumnya,
"Permisi saya mencari Pemilik penginapan S yang katanya juga pemilik Restoran ini," ucap Edward di meja kasir yang mana sudah ada Sisil yang mendapat giliran berjaga di meja Kasir.
"Kebetulan pemilik Restoran kami sedang pergi keluar kota, apabila ada keluhan bisa disampaikan melalui saya dan pengurus penginapan yang akan datang pada waktu Sore hari," jelas Sisil sambil tersenyum lebar tapi dalam hatinya dia bertanya-tanya kemana perginya Risha. Sampai penyewa penginapan datang sendiri ke Restoran. Bukankah dia mendapat libur selama 4 hari yang mana biasanya jika Risha libur dia selalu stand by di Penginapan dan jikalau pergi pun Risha selalu memberi kabar ke Pak Dandi atau kirim pesan kepadanya.
"Oh itu, saya cuman mau memberi tahu bahwa pengurus penginapan yang saya tempati sedang sakit dan saat ini sedang berada di Rumah Sakit S mulai tadi malam," jelas Edward yang mana langsung membuat Sisil kaget dan langsung menuju Rumah Sakit tempat Risha dirawat setelah meminta ijin kepada teman satu shiftnya.
Jangan lupa Vote, Like dan komen yaa...
Trim's
~ Ryukirara~
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd