Beranda / Fantasi / 30 Hari Bertukar Badan / BAB 4 - Tubuh Siapa Ini?

Share

BAB 4 - Tubuh Siapa Ini?

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-02 18:51:46

Pintu terbuka saat ibu menghampiri kamar Kirana untuk membangunkannya, “Nak, bangun, sayang. Udah jam lima, kamu mau jogging ‘kan?”

“Hmmm.”

Ibu yang baru selesai membuka gorden dan jendela tersenyum menghampiri Kirana dan mengelus rambutnya dengan lembut, “Kamu pasti kecapekan ya? Ya udah gak usah jogging, libur dulu aja.”

“Siapa yang suka jogging sih.” jawabnya sambil menutup mata.

“Loh, kamu ‘kan udah sebelas tahun ini rutin jogging tiap pagi, sayang. Kamu lupa?”

Kirana menggaruk pipinya dengan kasar, “Mimpi kali.”

Ibu yang merasa ada yang berbeda dengan sikap Kirana mengelus rambutnya lagi, “Kamu kenapa, sayang? Ada masalah?”

“Aduh jangan ganggu dong. Ini jam berapa coba. Alarm aja belum bunyi.”

“Alarm kamu ‘kan suara ibu, sayang.”

Kirana menjauhkan tangan ibu yang mengelus kepalanya, “Jangan ganggu, masih ngantuk.”

Ibu menurut. Mungkin Kirana memang sangat kelelahan dan sedang stress. Apalagi sepulang dari kantor kemarin petang, ia langsung menangis mengadu mendapatkan ucapan tidak enak dari tante Ira.

“Ya udah kamu tidur lagi ya, ibu mau masak dulu.”

Tak ada jawaban. Kirana tidur dengan lelap sehingga mungkin tidak mendengar ucapan ibu.

Satu jam kemudian, Kirana membuka matanya perlahan. Karena tak mendengar suara alarm dari ponsel atau jam digitalnya, ia was-was akan bangun kesiangan dan berimbas pada telatnya pergi ke kantor. Ia menatap sekeliling kamar yang asing dimatanya.

“Gue dimana?”

Matanya kembali mengedar kiri-kanan, atas-bawah karena merasa asing berada ditempat ini. Figura foto keluarga di nakas samping ranjang ia ambil.

“Ini ‘kan si Kirana. Kenapa ada foto keluarga dia disini?”

Kirana turun dari kasur dan mendekati kaca rias di pojok ruangan. Atas meja yang penuh dengan novel dan hanya ada deodoran, minyak wangi dan minyak telon bayi membuatnya yakin bahwa ini memang kamar Kirana.

“Kenapa gue ada disini? Gue di culik sama si Kirana karena gue ngusir dia kemaren di kafe?”

Matanya yang perlahan menatap cermin membulat kaget. Ia yang seharusnya bisa melihat dirinya sendiri di cermin malah melihat Kirana disana. Dengan cepat ia berlari menuju pintu. Ketika tangannya membuka handel pintu, ia menyadari tangannya bukanlah tangan yang biasa ia lihat setiap hari selama dua puluh sembilan tahun.

“Ini tangan siapa? Kok jarinya pendek-pendek gini?”

Kirana terus membulak-balikkan tangannya. Ia yang menyadari kukunya polos dan tidak memakai nail art, mencari sesuatu untuk melihatnya lebih jelas. Akhirnya ia menemukan kacamata di nakas samping kasur. Ia memakainya cepat dan melihat semakin jelas ada banyak hal aneh di tubuhnya.

“Ini gak bener. Gue kayaknya cuma mimpi deh. Gak mungkin gue berubah begini.” Ia kembali menuju kaca rias dan melihat pantulan dirinya. “Kirana? Gue... gue ada di tubuh Kirana?”

BRUG!

Tamara yang terjebak dalam tubuh Kirana jatuh pingsan.

***

Tamara baru bangun. Ia yang tadi pingsan di lantai dekat meja rias merasakan tubuhnya nyeri karena terjatuh pingsan.

“Kenapa saat badan kita ketuker, gue malah ketuker sama si culun Kirana. Kayak gak ada pilihan lain lagi. Badan artis kek, atau anak pejabat gitu.”

Tok-Tok-Tok

“Sayang, kamu sakit ya? Ibu boleh masuk gak?”

Tamara bangkit dan duduk ditepian ranjang, “Boleh, bu, masuk aja.”

Ibu membuka pintu dengan pelan. Dengan tatapan khawatir ibu menghampiri Kirana dan mengusap rambutnya, “Kamu sakit?”

Tamara menggeleng.

Ibu membuang nafas lega, “Ah, syukurlah. Ibu kira kamu stress karena mikirin omongan tante Ira kemaren sore.”

Tamara mengernyit, “Tante Ira? Emang Tante Ira ngomong apa?”

“Kamu lupa ya? Kan tante Ira serang kamu kemarin karena belum menikah. Udah, kamu gak usah pikirin ya.” tutur ibu penuh pengertian sambil mengusap lembut rambut Kirana.

Tamara mengangguk.

“Ya udah kamu mandi pake air anget, terus kita sarapan bareng. Karena ngira kamu sakit, ibu buatin bubur Udang.”

“Ibu... bikin sendiri?”

Ibu diam sejenak lalu mengangguk, “Iya, kamu ‘kan gak mau makan kalo bukan ibu yang masak.”

“Oh, gitu ya, bu?”

Ibu tertawa, “Kamu lucu banget sih, sayang. Sangking capek dan stressnya kamu sampe lupa ya?”

“Eum...”

“Gak papa, mungkin itu biasa terjadi. Ibu siapin dulu ya air angetnya. Kamu mending bilang aja ke mbak Indah, hari ini gak bisa masuk kerja karena gak enak badan.”

Entah kenapa Tamara mengangguk. Ia juga sebenarnya bingung harus melakukan apa di kantor nanti. Ia ‘kan tidak tahu jobdesk menjadi seorang editor buku.

Saat ibu masuk ke kamar mandi, satu-satunya hal yang dipikirkannya adalah menelpon Kirana yang berada di dalam tubuhnya. Ia mencari ponsel Kirana dan menelpon Tamara.

“Kok gak bisa sih?”

Tamara terus menelpon Kirana. Seharusnya kalau ia berada dalam badan Kirana, jiwa Kirana pun ada di dalam badannya.

“Apa jiwa dia ketuker ke badan yang lain?” Tamara menggeleng, “Enggak-enggak, mana bisa begitu. Di film-film ‘kan satu sama lain tukeran badan. Ah, kenapa sih harus kayak gini. Mana gue kemana-mana harus pake kacamata sial ini lagi.”

Tamara menjatuhkan badannya di kasur. Ia menatap langit-langit kamar. Ia melirik seisi kamarnya yang rapi khas di bereskan seorang ibu. Perlahan, air matanya turun. Bukankan ini mimpinya sedari dulu? Diperhatikan sebegitunya oleh seorang ibu? Ibunya Kirana sedang menyiapkannya bathub air hangat untuknya berendam di kamar mandi. Ah, beruntungnya Kirana.

“Sayang, udah siap tuh.”

Tamara bangkit. Ia menyeka air matanya.

“Kamu kenapa sayang?” ibu menghampiri Tamara.

Tamara menggeleng, “Aku mandi ya, bu.”

Ibu mengangguk, “Ibu tunggu di dapur ya.”

“Iya, bu.”

Sebelum keluar kamar, ibu sempat-sempatnya mengusap kedua pipi anak semata wayangnya, membuat mata Tamara kembali panas.

Saat ia bangkit dari kasur, ponselnya berdering panjang. Ia cepat-cepat mengangkat telponnya, “Halo?”

“Mbak, bisa bimbingan hari ini ‘kan?”

“Hah?”

“Bimbingan novel aku, mbak.”

Tamara menutup matanya sejenak, “Eum, liat nanti ya. Saya ada urusan mendesak. Nanti saya kabarin lagi.”

“Baik, mbak.”

“Oke, telponnya saya tutup ya?”

“Iya, mbak, silakan.”

Klik.

Tamara melempar ponsel ke atas kasur, namun ponselnya kembali berdering panjang. Dengan enggan, karena takut itu telpon dari penulis novel yang akan minta bimbingan padanya, tapi takut penting membuatnya menyipit dan melotot, “Tamara? Gue! Itu gue yang nelpon! Enggak-enggak, maksudnya itu si Kirana. Pasti si Kirana.”

“Halo?” suara disebrang telpon membuat Tamara melongo.

“Ki-Kirana?”

“Tamara?”

“Kirana, ini elo ‘kan?”

“I-iya. Tamara, aku harus apa? Aku... gak tahu harus ngapain.”

“Eum, lo buatin mama minuman Lemon campur Chia Seed, lo juga bikinin kopi buat mas Reno. Kopi Ekspresso instan. Lo tinggal masukin kapsul Excelco ke coffee maker, ya.. lo tahu lah ya. Udah tugas lo itu aja.”

Sepi. Kirana tak menyahuti ucapannya.

“Kirana, lo dengerin omongan gue ‘kan?”

“Iya-iya, aku denger kok. Barusan mas Reno teriak panggil nama kamu. Tadi mertua kamu juga marah sama kamu. Aku... cuma kaget.”

Tamara bergeming. Ia mengacak-acak rambutnya. ‘Ketahuan deh gue!’

“Aku tutup telponnya ya, Ra. Aku titip ibu.”

Tamara mengangguk. Setelah telpon terputus, ia kembali duduk ditepian ranjang dengan pikiran penuh. Ponselnya bunyi. Ada notifikasi chat dari Kirana.

From : Tamara Gasani

Aku gak akan bilang siapa-siapa hidup kamu sebenernya spt ini

Tamara mengetik untuk membalas pesan itu,

To : Tamara Gasani

Makasih

Tamara kembali duduk ditepian ranjang meratapi nasibnya yang sudah diketahui Kirana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 22 - Menggali Informasi

    Tamara mengatur nafasnya yang terasa sesak. Ia berusaha tenang dan tak mencurigakan dihadapan Reno, “Oh iya, aku lupa, mas.”“Gak papa, waktu itu kamu lagi... berantakan banget. Karena omongan tante Ira ‘kan?"Tamara mendongak. Tante Ira itu siapa sih? Kenapa banyak orang yang membicarakannya? Ia menjadi sangat penasaran dengan sosok itu.Tamara mengangguk, “Iya, mas.”“Udah, jangan terlalu di ambil hati. Tante Ira gak tahu apa yang terjadi sama kamu.”Tamara membetulkan posisi duduknya, “Mas, aku boleh tanya sesuatu?”“Boleh, kenapa, Ki?”“Eum... menurut kamu perubahan penampilan aku gimana?”Reno diam. Ia hanya menatap manik Tamara datar.“Mas?”“Eum... perubahan kamu?”Tamara mengangguk. Ia begitu menunggu jawaban itu.“Aku agak kaget sih, tapi... ya kalo itu bisa bikin kamu nyaman dan merasa lebih percaya diri aku dukung. Lagian ‘kan kamu berniat mengubah penampilan dari dulu. Jadi aku gak terlalu terkejut. Kemaren waktu liat kamu tiba-tiba full makeup kayak Tamara, ak

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 21 - Bertemu Reno

    Setelah mencari cara untuk tidak ikut liburan ke Bandung bersama ayah dan ibu yang sekalian akan bertemu sanak keluarga yang lain, Tamara memiliki waktu yang lebih leluasa untuk keluar rumah.Menjadi Kirana membuatnya seperti terkurung dalam kasih sayang yang berlebih. Bukan ia tidak suka, terkadang ia hanya jengah dan tak terbiasa. Aturan Reno dan mama saja dirumah sering ia abaikan, kenapa ia harus mengikuti semua aturan ayah dan ibu yang memintanya tidak sering keluar rumah?“Gue harus cari tahu sendiri apa yang sebenernya terjadi antara Kirana sama mas Reno. Kirana gak mungkin ngaku. Dia pasti gak akan pernah jawab pertanyaan gue. Harapan gue cuma sama mas Reno.” monolognya sambil menyetir dengan kecepatan tinggi menuju kantor advertising milik Reno.Tidak butuh waktu lama, karena jalanan tidak seramai biasanya, mobil Tamara cepat sampai di kantor Reno. Ia memarkirkan mobilnya dan berjalan kesal karena menahan amarah yang teramat pada Kirana.Begitu berada di lobbi, Tamara yan

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 20 - Menahan Diri

    Tamara tak berselera makan. Sepulangnya dari rumah bertemu Kirana dan mendapati ia sudah melakukan hal itu dengan Reno membuatnya enggan melakukan apapun termasuk makan bersama ibu dan ayah. Ia terus duduk termenung di dalam kamar.Ibu dan ayah yang mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit merasa keheranan. Tadi pagi anak semata wayangnya begitu bersemangat memberikan oleh-oleh untuk teman barunya, Tamara, kenapa kini jadi seperti ini?“Ayah gak salah denger, bu? Kirana temenan sama orang yang bully dia waktu kuliah?” ayah melotot kaget ketika ngobrol berdua dengan ibu setelah mengintip Tamara yang sedang sedih.Ibu mengangguk, “Yah, sekarang orangnya udah berubah. Dia udah tahu kesalahannya dan menyesal. Emang apa salahnya mereka jadi temen?”“Bu, kita sama-sama tahu sifat Kirana bagaimana. Kalau ternyata Kirana hanya dimanfaatkan sama yang namanya Tamara-Tamara itu gimana?”“Ayah jangan berprasangka buruk sama Tamara. Anakny

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 19 - Enggan Kembali

    Pov KiranaSepulangnya mengantar Tamara pulang dan berbincang dengan ibu sebentar membuat Kirana memiliki energi lebih sore ini. Ia terus tersenyum bahagia karena kini ia punya cara untuk terus bertemu ibu.Reno yang baru bangun tidur melirik istrinya tanpa henti, “Sayang?"“Hm?"“Kamu kenapa senyum-senyum?”“Gak papa.”Reno bangkit dari posisi tidurannya, ia duduk disebalah Kirana, “Aku mau.”“Hm? Mau apa, mas?”Reno menggenggam tangan Kirana, “Andin ‘kan udah gede, udah saatnya kita kasih adek buat dia.”Kirana melotot, “Mas, jangan dulu.”“Kenapa?”“Eum... aku lagi banyak kerjaan. Aku harus beresin kerjaan aku.”“Sayang, ini ‘kan sabtu. Besok aja kelarinnya, oke?”Kirana tak punya alasan lagi. Ia diam saja saat Reno menciumi pipi dan lehernya. Ia tidak bisa menolak gejolak ini, apalagi ia sering membayangkan ini terjadi sedari dulu.Reno meremas kedua buah mochi Kirana, “Kita pindah ke kamar mandi yuk. Udah lama kita gak main disana.”Kirana tak menjawab, tapi ia ber

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 18 - Syarat Bertukar Kembali 1

    Tamara tak menyerah, ia terus mencari keberadaan nenek-nenek cantik namun aneh itu kemana-mana. Ia bahkan menghampiri dapur, barangkali nenek itu nyasar kesini.“Ada yang bisa kami bantu, mbak?” tanya pramusaji yang melihat Tamara kebingungan.“Eum...”“Mbak kehilangan anak mbak?”Tamara menggeleng, “Mbak, saya cari orang, tapi bukan anak saya. Saya cari... saya bisa lihat rekaman cctv dimana ya?”“Untuk itu mohon maaf, mbak, kami tidak bisa memberikan rekaman cctv sembarangan.”Tamara yang baru buka mulut melihat kedatangan manager kafe yang menghampiri mereka.“Ada apa ini?”Tamara menatap manager kafe yang seumuran dengan Reno itu, “Mas, saya lagi cari orang, dia... keluarga jauh saya, dia udah pikun. Saya takut dia... menghilang.’“Menghilang?”“Eum maksudnya.... dia nenek-nenek, umurnya sekitar tujuh puluh tahun. Neneknya udah agak pikun, jadi... mas ngerti ‘kan? Saya perlu cek c

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 17 - Nenek-Nenek Aneh

    Acara semalam berjalan dengan baik. Meskipun ada pertengakaran kecil antara Tamara dan Kirana karena lagi-lagi mereka membuat kesalahan di depan Erik dan Reno, setidaknya mereka bisa mengatasinya. Tamara sudah mengirimkan detail semua tentang dirinya pada Kirana, begitupun sebaliknya. Mereka terus berlatih sehingga sudah hari ke-empat akhirnya mereka terbiasa menjadi Tamara dan Kirana.Tamara kini tengah bersiap pergi bersama Kirana untuk membicarakan rencana mereka kedepannya.Tok-Tok-Tok“Sayang?”“Iya, bu?”“Itu temen kamu udah jemput.”Tamara mengernyit, “Temen gue ngejemput? Perasaan gue gak ada janji sama siapapun lagi deh."Dengan cepat Tamara membawa tasnya dan keluar dari kamar, “Siapa, bu?”“Namanya Tamara.”“Hah? Eum... oh, Tamara.”Ibu mengangguk, “Eum, sayang, sebelumnya ibu boleh tanya gak?”“Boleh, bu, kenapa?”“Tamara itu.. bukannya orang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status