Saat Dara tertidur dengan lelapnya. Tiba-tiba ia mulai gelisah. Tubuhnya terus saja berguling ke kiri dan ke kanan. Jangan lupakan suara decitan ranjang begitu tersengar dan sangat mengganggu. Tidak tahan lagi, akhirnya Dara terbangun dengan tangan yang langsung memegangi perutnya. Ya, saat ini ia jadi tidak bisa tidur nyenyak karena rasa laparnya.Sekeras apa pun ia menahan, pada akhirnya ia kalah. Rasa laparnya tidak bisa untuk diajak kompromi."Aish, sialan!" Umpat Dara dengan tangan kanan yang terus mengelus-elus perutnya."Kenapa lapar begini, sih! Ini semua gara-gara pria Kolot itu. Aku jadi bersemangat membuat pria kolot itu membuat menyerah dan menyesal. Setelah itu kami cerai. Huh!"Setelah bergerutu tidak jelas, Dara memilih beranjak. Ia teringat perkataan Adam. Jika ia menyimpan makanan di meja makan. Setelah berada di depan pintu hendak membuka pintu, tiba-tiba Dara ragu. Ia berpikir yang aneh-aneh."Tunggu! Kalau aku makan makanan dari pria kolot itu bisa-bisa dia kegira
Keesokan paginya Dara terbangun, rupanya makanan semalam berhasil membuat Dara tidur nyenyak. Ia menggeliat meskipun tidurnya nyenyak tapi tubuhnya tetap terasa sakit dan pegal. Maklum, ia belum terbiasa tidur di kasur yang tingkat keempukannya rendah. Dara menguap seraya matanya menatap ke arah jam yang sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Setelah melihat jam, ia justru kembali tertidur membaringkan tubuhnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. "Masih ada waktu dua jam untuk masuk kelas. Lebih baik aku tidur lagi," gumam Dara dari balik selimut. Baru saja Dara hendak kembali memejamkan kedua matanya. Suara handphone miliknya bergetar. Ia tak acuh, ia memilih untuk membiarkan. Kemudian setelah panggilan pertama mati handphone miliknya kembali berbunyi. Sekali lagi Dara tak acuh ia justru menutupi telinganya dengan bantal agar tidak mendengar suara handphone. Sialnya, untuk ketiga kalinya handphone miliknya berdering kembali. Ini sukses membuat Dara mengeram kesal. "Argh
Efek terlalu kenyang makan, Dara pun tertidur di atas sofa. Bangun-bangun saat handphone miliknya terus bergetar. Ternyata itu dari Morgan. Masih setengah tidak sadar, Dara mengangkat panggilan suara dari Morgan."Halo, Beb. Ada apa?" Tanya Dara pada Morgan.["Di mana? Aku mencarimu,"] ujar Morgan."Di rumah. Kenapa?"["Apa, di rumah? Ini sudah setengah sepuluh dan kamu masih di rumah? Hari ini kamu gak masuk kah, Beb?'']Dara langsung terbangun, saat Morgan mengatakan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.Sontak, Dara pun langsung menoleh ke arah jam."Astaga, Beb. Aku kira masih pukul delapan. Aku ketiduran." Ucap Dara ia bahkan langsung berdiri dan berlari menuju kamar mandi.["Astaga, pacarku ini. Ya udah aku jemput."]"Jangan! Aku bisa berangkat sendiri. Lagi pula kenapa kamu ada di kampus ku? Kamu bolos ya?" Tuduh Dara pada Morgan .["Enggak lah, Beb. Gini-gini aku mahasiswa terbaik, enggak pernah absen,"]"Terus, buktinya sekarang ada di kampusku.''["Soalnya sekaran
Dara melongo, bahkan mulutnya sampai terbuka lebar. Ia terkejut saat melihat Adam ada di kampusnya. Otaknya berpikir keras, apa yang tengah dilakukan oleh suaminya? Eh ralat yang dilakukan oleh pria kolot sikopat ini?"Ke-napa Om ada di sini?" Tanya Dara dengan terbata-bata. "Kamu nanya kenapa Abang....""Ah, sepertinya aku dan Om ku harus pergi. Tunggu dulu di sini, ya, beb, Mer.'' Ucap Dara seraya membekam mulut Adam agar tidak terus bicara'. Meksipun ia harus jinjit. Dan Adam harus mengalah dengan sedikit membungkuk.Dara langsung menarik tangan Adam agar menjauh dari Morgan dan Mery. Ia ingin tahu alasan kenapa Adam ada di sini.Saat mereka sudah berada di tempat sepi, Dara baru melepaskan tangannya dari mulut Adam. Dara celingukan, takut ada yang melihat. Setelah dirasa aman, Dara pun langsung angkat bicara ."Tolong jelaskan kenapa kamu ada di sini? Kamu sengaja mau mempermalukan aku kan?" Tanya Dara dengan begitu sengitnya.Adam menggeleng seraya tersenyum. "Tidak! Abang sama
Harusnya, Dara senang karena ia bisa jalan-jalan bareng Morgan. Setidaknya kapan lagi dia bisa melakukan hal seperti ini. Namun, bayangan kebahagiaan itu musnah tatkala Adam terus saja menghubungi dirinya. Adam terus menggangu acara dirinya dengan Morgan. Saking kesalnya Dara pun terpaksa mengangkat telepon dari Adam. Kebetulan kala itu Morgan izin ke toilet sekalian ingin bawa minuman."Hai! Kamu bisa tidak jangan menggangguku? Aku tengah dengan kekasihku. Aneh! Kenapa kamu tidak pernah mengizinkan aku hidup tenang, sih?" cerocos Dara pada Adam yang ada di balik telepon sana.Adam diam beberapa detik, lalu ia pun membalas teriakan Dara dari balik telepon sana dengan begitu tenang.["Pulang!"] Titah Adam dari balik telepon.."Apa? Pulang? Enggak!" Balas Dara dengan ketusnya.["Aku bilang pulang, pulang! Apa perlu Abang susul?"]"Kenapa sih, kamu selalu ikut campur urusanku. Padahal urusin aja urusanmu." Lagi Dara menjawabnya dengan sangat ketus["Mesti Abang ingatkan berapa kali, kam
Dara sampai di rumah sekitar pukul tujuh malam. Saat masuk rumah, ia berlaga tidak melihat Adam. Padahal Adam tengah duduk di kursi ruang depan. Tingkah Dara sudah diluar batas, ia sama sekali tidak menghargai dirinya sebagai seorang suami."Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan perintahku? Sesulit itukah sampai kamu seperti ini?" Ucap Adam dengan sinis nya. Dara menghentikan langkahnya, tangannya terkepal erat. Ia benci jika harus di nasihati seperti ini. Meksipun kesal, Dara berusaha untuk menahan diri.Dengan wajah seperti tak punya salah, Dara membalikkan tubuhnya.."Aku cuma pergi sama pacarku, apa itu salah?""Jelas itu salah! Ingat posisimu, Dara. Kamu bukan lagi wanita lajang, tapi Kamu adalah wanita bersuami.""Bodo! Aku tidak peduli!" Seru Dara dengan lantangnya "Dara!" Adam meninggikan suaranya, Sebab Dara sudah sangat keterlaluan. Sepertinya niat untuk mendidik Dara dengan kelembutan akan sia-sia. Dara keras kepala. "Apakah kamu lupa tengah berhadapan dengan siapa? Ap
Dara sedih, ia merasa tidak ada yang peduli padanya termasuk kedua orangtuanya. Ia serasa menjadi anak terbuang . Lalu sekarang, ia harus dihadapkan dengan pria Kolot yang berstatus suaminya. "Kenapa semua orang seperti membenciku? Mama papa bahkan kamu pun terlihat tidak menyukaiku? Kenapa? Apa karena aku bukan wanita baik-baik? Tidak seperti adikku Rani. Apa iya Takaran wanita baik-baik itu seperti Rani? Sedangkan wanita seperti ku, yang selalu memakai pakaian terbuka bukanlah wanita baik? Apa seperti itu?" tanya Dara. Saking emosionalnya Dara hampir saja mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas. Beruntung ia mampu untuk mengontrol diri. "Baik buruknya seorang wanita memang tidak ditakar oleh pakaian tertutup atau tidaknya. Hanya saja menutup aurat itu kewajiban seorang muslimah seperti kamu. Dengan demikian, wanita terbaik sudah pasti akan menutup auratnya dan ia akan senantiasa menjaga sopan santunnya. Kita harus bisa membedakan mana kewajiban mana bukan. Mana perintah mana buk
Tangis Dara semakin terdengar memilukan. Tubuhnya saja bergetar di dalam pelukan Adam. Adam mengangkat kepalanya hingga menengadah, lalu tangannya sibuk menepuk-nepuk punggung Dara. Ia semakin menyesal karena sudah membentak Dara. Harusnya ia bisa kontrol diri bukannya hilang kendali."MaafkAn aku. Tadi, aku sama sekali tidak bermaksud membentak mu. Aku hanya ingin membuat kamu tahu dan sadar jika kita punya hubungan suci dan serius. Pernikahan. Jika masalah orang tuamu. Mereka sayang sama kamu. Aku sering bertelepon bersama mereka. Dan mereka punya alasan kenapa tidak pernah menghubungi kamu"Dara mengurai pelukannya, de wajah yang basah dengan air mata Dara menatap Adam dengan tajamnya. Bahkan Adam saja tak kuasa saat ditatap seperti itu."Kira-kira apA alasannya? Hingga mereka sampai segininya ke aku. Aku serasa jadi anak yang dijual ke pria tua. Hanya demi uang. Tapi, jika uang alasannya itu tidaklah masuk akal bukan? Orang tuaku kaya raya. Mereka punya segalanya, tidak seperti ka