Fahri bertanya ada keperluan apa Lian di sini dan ia menjawab sedang liburan. Lian sengaja skip soal kehadiran Saga dan mengapa ia jadi berada di sini sendirian. Itu masalah privasi. Bisa saja Fahri akan menertawakannya karena ditinggal suami dadakan. Mau memutus basa-basi dengan basa-basi, Lian balik bertanya. Namun, saat mendengar jawaban Fahri, ia justru menelan salivanya kasar saat mendengar alasan lelaki itu berada di sini.
"Jadi kamu selain pemimpin perusahaan media, kamu mencari sampingan dengan bangun real estate di sekitar sini?""Iya.""Tapi orang mungkin tidak akan percaya real estate hanya jadi sampingan. Kamu terlalu nyeleneh."Fahri tertawa. "Sungguh, Anda. Memang ada investor dari beberapa teman juga, tapi ini hanya sampingan semata. Kita tidak menargetkan profit dalam waktu dekat. Ya investasi jangka panjang saja. Progresnya juga slow.""Oke, tapi ... Kok bisa?" Lian masih tidak percaya bahwa Fahri melakukan ini tanpa mengLian hampir mengira Fahri sebenarnya mengikutinya dengan sengaja, mencari kesempatan yang ada, entah untuk tujuan apa. Di waktu yang seolah tepat pula, lelaki itu ada di depan guest housenya, menawarkan tumpangan. Namun, agaknya pikiran negatif itu terpatahkan saat Fahri harus join diskusi via audio di perjalanan. Lian tidak banyak mengerti Fahri membicarakan topik apa, tapi yang ia dengar, itu soal perusahaan medianya yang sedang berkoordinasi untuk acara anniversary malam ini.Sementara itu, Lian sibuk mengetik kata-kata mutiara alias nasehat pedas pada Rama karena masalah mobilnya dan pengerjaannya lama sekali. Sampai-sampai sudah menjelang sore, tidak kunjung datang."Anda, maaf ya aku jadi mengabaikan kamu." ujar Fahri di sela panggilan urgent itu.Lian hanya menyatukan jari telunjuk dan jempolnya membentuk huruf O dan mengangguk sekali. Diberi tumpangan saja ia sudah bersyukur dan tidak harus menunggu Rama dengan bosan. Guest house itu suda
Lian meronta saat tubuhnya di dorong dengan kasar ke badan mobil. Kedua bahunya di cengkeram dan tangannya tidak mampu mendorong tubuh Fahri meski ia melakukannya dengan sekuat tenaganya. Napasnya kian tidak beraturan dan yang ada hanya perasaan kecewa dan marah. Fahri terlanjur mencium bibirnya dan Lian semakin menggerakkan segala anggota tubuhnya untuk melepaskan diri. Ia tidak akan memberikan kesempatan sekecil apapun pada Fahri dan ia bersumpah, tidak akan lagi mau mengenal lelaki ini."Bangsat!!"Satu umpatan itu terdengar dan menekakkan telinga. Dari belakang, tubuh Fahri di tarik kasar oleh Saga yang entah sejak kapan sudah datang. Saga memberi bogem keras di wajah Fahri, berkali-kali sampai tersungkur dan bergantian memberikan bogem dalam waktu singkat. Lian panik. Tangannya dingin dan tubuhnya bergetar hebat dan tidak sanggup ia kontrol. Kakinya bahkan sulit digerakkan dan ia hanya terus menangis histeris.Meski sulit, lakukan sesuatu, Lian! Batinnya.Dengan kekuatan yang ters
Saga tidak pulang malam ini. Entah lelaki itu pergi kemana. Ruang kerjanya kosong, nihil jejaknya di dalam rumah dan mobilnya tidak ada.Dalam kurun waktu lima tahun, atau selama pernikahan mereka, mungkin ini adalah saat terkacau keduanya. Ya, Lian mengaku salah, tapi ia juga tidak membayangkan reaksi Saga akan separah itu. Lian sakit hati dengan kata-kata Saga. Dan juga perlakuannya semalam sangat kasar pada Lian. Lalu apa bedanya Saga dengan Fahri? Entahlah. Permasalahan ini membuat Lian pusing. Sementara Hana pagi ini sudah memberondongnya dengan telepon untuk mengingatkan jadwal kerjanya. Hari ini ia sudah harus bekerja kembali. Profesionalitas di atas segalanya dan mau tidak mau, Lian harus pelan-pelan mengembalikan moodnya. Mengesampingkan sejenak persoalannya dengan Saga. Meski tidak dipungkiri, kadang di saat-saat tertentu akan memenuhi otak Lian lagi tanpa cela.Lian menghentikan langkahnya di ambang pintu keluar. Membalik tubuhnya dan menatap Kulu yang berhenti tatkala ia
Lian mendesah. Tubuhnya sudah tidak bisa ia kontrol lagi dan bergerak-gerak tak tentu. Terutama saat bibir Saga menyasar leher jenjangnya, menghisap dan menggigit kecil-kecil. Beralih ke cupingnya, menggoda dengan lidahnya dan Lian semakin mendongak, memberikan seluruh akses untuk Saga jelajahi."Aku tidak suka dengan lelaki itu," lirih Saga dengan suara seraknya yang didominasi oleh gairah membara.Lian mendengar, tapi ia tidak merespon dengan kata-kata. Ia hanya semakin mengeratkan genggaman jemarinya di antara helaian rambut Saga yang ikal."Aku tidak suka caranya menatapmu."Lian tahu. Kejadian semalam tidak hanya soal istrinya diperlukan tidak sopan dengan lelaki lain, tapi juga soal egonya sebagai lelaki. Saga sedang cemburu buta dan Lian yang menyebabkan itu terjadi. Andai ia tidak memberikan peluang pada Fahri, semua tidak akan terjadi. Maka, ia masih diam. Ia terus mendesah nikmat saat bibir Saga semakin turun di dagunya, lalu ke klavikulanya yang indah, berlama-lama di sana
Dua jam sebelum mereka bercinta dengan panas, Lian mandi dan tidak menemukan jika dirinya mens. Mengapa hal itu datang tiba-tiba? Bahkan itu adalah saat-saat emas, Lian tanpa usaha sekalipun, Saga akan segera memasukkan benihnya ke rahimnya. Zigot itu akan terbentuk dan jadi bayi tanpa harus Lian berusaha keras merayu dan meluncurkan misi-misinya.Lian berbaring miring dan di memejamkan matanya. Ia lemas sekali. Moodnya meluncur bebas dari ketinggian. Mimpinya akan terwujud, tapi mengapa alam semesta seolah tidak merestuinya?Tercium bau segar dari tubuh Saga dan pasti ia sudah menuntaskannya sendiri serta sudah mandi. Ah! Lian semakin sedih dan miris. Begini sekali nasibnya.Lelaki itu menyusupkan tangannya di antara tangan dan perut Lian, memeluknya dari belakang. Mencium bahu Lian yang sudah dibalut piyama kembali."It's okay, ini tetap malam yang luar biasa." Saga tahu, Lian pasti kesal karena ia mendapatkan period-nya tiba-tiba, di saat hampir klimaks pula."Mas ... " panggilnya
Dua hari ini, Lian meminta Hana memadatkan jadwalnya dari pagi sampai malam. Mulai dari pemotretan, meeting dengan brand, menghadiri fashion show butik baru seorang desainer, sampai menghadiri acara ulang tahun seorang artis satu managemennya.Ia seolah tidak pernah merasa lelah meski jadwalnya diluar nalar. Bagaimanapun juga, di rumah dengan Kulu cukup menyenangkan, tapi kebiasaannya untuk pergi bekerja belum bisa ia pangkas dari pola hidupnya. Namun, Kulu cukup mengasah skill-nya bermonolog akhir-akhir ini.Dua hari ini juga, Saga jadi intens mengirimkan chat mengingatkan makan, istirahat, minum vitamin dan banyak hal. Lelaki itu juga telepon saat kerjaannya senggang. Padahal biasanya cuek saja. Yang tidak habis pikir, dua malam ini, Saga mengajak Lian untuk sleep call. Sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya. Tidur ya tidur saja. Rindu bisa dilampiaskan saat pulang. Namun, agaknya Saga begitu karena kejadian beberapa hari lalu. Ia jauh lebih protektif dan kadar phsycal t
Lian dan Saga sampai di rumah sakit hampir tepat saat mobil ambulan yang ditumpangi Sofi dan Ine datang.Lian dan Saga buru-buru turun menghampiri Ine yang sedang di turunkan brankarnya. Ine tampak kesakitan dan memegangi perutnya yang besar itu. Sementara Sofi sepertinya belum berhenti menangis sejak tadi. Lian pun langsung meneluk Sofi dan mengusap punggungnya, mencoba menenangkan. Mereka mengikuti brankar Ine dan masuk ke UGD untuk mengecek tanda vital."Ine, sabar ya. Kamu pasti kuat. Sebentar lagi jagoan kecilmu lahir." Lian beralih ke samping Ine dan mengusap pelan lengan sahabatnya itu.Suasana begitu riyuh. Para suster juga berlalu lalang ke sana kemari. Di sebelah juga ada pasien kecelakaan, pasien nenek-nenek tantrum dan pasien lain yang urgent. UGD memang tempat tersibuk. Membuat kepanikan semua orang bertambah parah."Aaa ... Sakit!" Ine menggeram sambil mencengkeram pinggiran brankar itu. Matanya terpejam kuat dan meneteskan air mata. Semua berusaha menenangkan Ine."Rio
"Untungnya Saga tidak jadi ikut masuk ke ruang bersalin. Anak kamu bisa krisis identitas, karena first impressionnya Saga, bukan Rio." Lian mengupaskan jeruk untuk Ine yang masih berbaring di ranjang. Kini Ine sudah masuk ke ruang perawatan dan sudah istirahat. Bayinya juga sudah diserahkan kepada orang tuanya untuk skin to skin. Sekarang giliran Rio yang melakukannya di sofa ruangan rawat VIP yang luas ini. "Iya juga, untung aku segera sadar yang aku pegang tangannya bukan Rio. Tapi, aku jadi merasa bersalah tangan Saga jadi terluka begitu." Ine mengubah ekspresi wajahnya menjadi merasa bersalah.Lian terkekeh, "Itu hanya cakaran kecil. Tidak masalah. Dan sepertinya harus ada SOP, nail art tidak boleh untuk ibu yang mau melahirkan."Lian melirik sekilas, melihat Saga hanya duduk disebelah Rio dan bermain ponsel. Seperti tidak tertarik dengan apa yang sedang Rio lakukan bersama bayinya.Ine tergelak mendengar ucapak Lian. "Benar juga. A