“Aqeela sayang, tidak bisa kamu pergi nanti saat kamu sudah sehat sepenuhnya,” ucap Liliana saat Aleeka pamit untuk pergi.
Aleeka berbohong pada Liliana, kalau dia pergi untuk bertemu teman-teman sekolahnya dulu.
Malam itu, saat hasil tes menunjukan positif, Aleeka lemas. Dia bingung harus bagaimana. Apakah dia harus merelakan bayi itu pergi tanpa lahir ke dunia, atau membesarkannya seorang diri. Tapi bagaimana, penghasilannya bahkan tidak cukup untuk membayar pengobatan ibu asuhnya.
Ting!
Bunyi notifikasi muncul, ada chat masuk dari Aqeela.
[Jangan telat, aku tunggu di hotel dekat bandara sesuai perjanjian kita, besok.]
Perjanjian antara Aleeka dan Aqeela akhirnya akan berakhir. Usaha Aqeela untuk menjadi model ternama di Paris tidak membuahkan hasil, membuat Aqeela kembali lebih cepat dari perjanjian awal.
Aleeka membalas pesan itu, dan mulai bersiap. Fokus Aleeka saat ini untuk segera pergi dari kediaman Genaaro, pergi sejauh mungkin dari Aqeela dan Sean. Dia harus menyembunyikan kehamilannya ini.
Esok Hari
“Tidak bisa Nek! Aku sudah lama tidak bertemu mereka.” Aleeka memandang Liliana, mencoba mengingat wajah wanita yang sudah dia anggap sebagai keluarganya.
“Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku Nek!” Aleeka kemudian memeluk Liliana. “Aku pergi dulu ya,” lanjutnya lagi, saat sampai ke depan pintu utama.
Semua kebohongannya ini akhirnya bisa Aaleeka sudahi. Sedikit lagi, dia bisa menjadi dirinya sendiri.
Aleeka pergi dari kediaman Genaaro. Membawa barang pribadinya yang terhitung jari, semua barang yang ada di tempat itu, pakaian, perhiasan, bahkan make up merupakan pemberian dari Sean.
Taksi yang Aleeka tumpangi berhenti tepat di depan lobi hotel. Mengenakan pakaian khas Aqeela, dress tweed, high heels dan riasan yang elegan.
Aleeka segera menuju kamar 305, tempat mereka akan bertukar identitas, atau lebih tepatnya Aleeka yang kembali mendapatkan identitasnya.
"Tolong perhatikan setiap informasi yang aku laporkan padamu, aku tidak ingin jadi incaran Sean Genaaro karena telah menipunya," ucap Aleeka begitu Aqeela menutup pintu kamar.
"Jangan banyak bicara, segera kamu pergi karena tugasmu sudah selesai." Aqeela menyilangkan tangan, benci melihat Aleeka yang berpakaian mirip dengannya.
Entah sejak kapan Aqeela membenci Aleeka. Dia hanya tahu, seiring berjalannya waktu, dirinya mulai menyadari bahwa adiknya itu lebih hebat, lebih pintar. Rasa iri perlahan muncul dan berubah menjadi benci. Dia tidak suka ada orang yang menyukai Aleeka. Semua orang harus memilih dirinya dari pada Aleeka.
“Setelah ini, jangan lagi kau usik kehidupanku, Aqeela,” ucap Aleeka tegas.
Aqeela hanya memutar matanya, jengkel. Dia melemparkan tiket pesawat dan passport pada Aleeka. "Pesawat untuk penerbangan ke Singapura 2 jam lagi. Semoga kita tidak bertemu lagi, adikku."
Suasana hening saat Aqeela pergi dari kamar itu. Aleeka kini merasa lega karena tidak lagi harus hidup dalam kepura-puraan. Segera dia mengganti pakaian dan menghapus riasan wajahnya. Kaos dan jeans kembali melekat pada tubuhnya. Kembali menjadi seorang Aleeka, seorang desainer interior yang tumbuh dewasa di Singapura.
***
"Aku baru sampai bandara Nek, jangan khawatir. Aqeela pasti hanya terkena flu biasa," ucap Sean, entah untuk menenangkan dirinya sendiri atau menenangkan sang nenek.
Sean sudah tiba di bandara.
Malam kemarin, Liliana menelpon Sean. Mengabari kondisi Kesehatan Aqeela, tunangannya. Sean khawatir dan segera memesan penerbangan tercepat untuk kembali.
"Iya, kita panggil dokter walaupun Aqeela menolak," lanjutnya yang tengah menunggu mobil jemputan di depan bandara, kemudian menutup telepon.
"Terima kasih Pak."
Sudut mata Sean menangkap seorang perempuan yang baru turun dari taksi. Entah kenapa, Sean merasa kenal dengan suara perempuan itu. Topi yang Perempuan itu kenakan, membuat Sean tidak bisa melihat wajahnya.
"Tuan!" panggil sopir keluarga Genaaro, mengalihkan perhatian Sean. "Maaf membuat Tuan menunggu," lanjut sang sopir dengan nada takut.
Sean tidak menggubris sang sopir dan segera masuk mobil.
Sepanjang jalan Sean tidak bisa melupakan sosok perempuan di bandara tadi, dia pasti pernah bertemu dan mengobrol dengan perempuan itu. Suaranya sungguh familiar.
"Tuan kita sudah sampai," ucap sang sopir tepat ketika mobil berhenti di depan rumah utama kediaman Genaaro.
Sean segera melangkahkan kaki keluar dari mobil.
Liliana berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang khawatir.
"Nenek, tenanglah. Aqeela akan baik-baik saja." Tenang Sean pada Liliana.
"Kamu mana tahu, Aqeela akhir-akhir ini tidak nafsu makan, sering muntah. Bagaimana Nenek tidak khawatir," omel Liliana pada Sean.
"Iya, kita telepon dokter sekarang juga, Aqeela sudah pulangkan?"
“Dia di kamarnya, Nenek suruh dia untuk istirahat.”
Sean dan Liliana segera menuju kamar Aqeela.
“Aqeela, ini aku Sean.”
Lama tidak mendengar jawaban, Sean akhirnya membuka pintu kamar Aqeela. Sean dengan langkah yang terburu-buru menghampiri Aqeela yang sedang berada di atas ranjang. Punggung tangannya yang dingin menyentuh dahi Aqeela, mencoba mengecek suhu tubuh.
“Sean? Bukannya kamu sedang di Italia?” tanya Aqeela menatap kaget dan kagum pria di hadapannya.
Tatapan Aqeela terlihat sedikit berbeda. Dulu, Aqeela melihatnya dengan sedikit ketakutan dan waspada. Namun kali ini, Aqeela menatapnya kagum. Apakah Aqeela sudah mulai menerima dirinya sebagai calon suami dan rindu karena sudah satu bulan lamanya tidak bertemu?
“Nenek memberitahuku soal kondisimu,” ucap Sean.
Mata Aqeela membelak kaget, mendengar ucapan Sean.
“Walaupun tidak demam, kamu tetap harus diperiksa. Aku takut kamu jatuh sakit di hari pernikahan kita,” ucap Sean sambil membelai lembut kepala Aqeela. Dia menyelipkan rambut Aqeela kebelakang telinga. Jari-jarinya menyentuh cuping telinga Aqeela, memaikannya dengan lembut. Sean ingat ada tanda kemerahan berbentuk hati di dekat telingan kiri Aqeela.
Alis Sean tertaut, heran. Bagaimana bisa sekarang tanda itu tidak ada. Hari dimana mereka melakukan itu, jelas-jelas tanda itu dia lihat dan sentuh.
“Terima kasih sudah peduli Sean,” ucap Aqeela sambil tersenyum anggun.
Sean kembali fokus, matanya menatap wajah Aqeela lekat. Dia bangkit dari ranjang.
“Akan ada dokter yang memeriksa kondisimu. Kamu bisa memanggil pelayan kalau ada yang kamu butuhkan. Ada hal yang harus aku urus,” ucap Sean dan langsung pergi meninggalkan kamar Aqeela.
Saat tiba di ruang kerjanya, Sean merogoh handphonenya dari saku jasnya. Mengetik nama orang yang bisa dia andalkan. Menggeser ikon hijau di layarnya hingga panggilan pun terhubung.
Wajah Sean menggelap mendengar jawaban orang disebrang panggilan. Tidak ingin basa-basi, “Aku ingin semua informasi mengenai tunanganku, khususnya keluarganya, esok pagi.”
[“…”]
“Aku bayar berapapun yang kau minta.”
Aleeka bernapas lega kembali menghirup udara di negara Singapura, tempat dia tumbuh dari bayi hingga sekarang ini, taksi yang membawanya sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini ditinggalinya dengan ibu asuhnya. “Akhirnya aku pulang” Aleeka menarik napas dalam dan menghembuskanya perlahan, menatap tatanan kota yang dirindukanya. Aleeka tinggal di lantai sepuluh gedung tersebut, flatnya terdiri dari 2 lantai, dengan kamar pribadi Aleeka berada di lantai atas. Apartemen itu sebenarnya pemberian dari ayah kandungnya, Darius Widjaya. Ting Lift yang membawa Aleeka telah sampai di lantai yang di tuju, Aleeka buru-buru mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. “Nancy..” teriak Aleeka tak sabar ingin memeluk ibu asuhnya tersebut. Seorang wanita paruh baya dengan tubuh kurus keluar dari salah satu kamar, Aleeka langsung memeluk Nancy dengan rasa haru, betapa dia merindukan sosok wanita yang merawat dan membesarkanya dari bayi dengan penuh kasih sayang, bahkan Nancy tidak menikah han
Aleeka terlihat gugup saat dirinya ditempatkan di ruang IGD, menunggu dokter yang akan memeriksanya tiba, dia bahkan tak menyadari saat Gibran, pemuda yang menolongnya berpamitan untuk pergi. Hanya Nancy yang mengucapkan terimakasih pada Gibran sebelum pria berwajah tampan itu meninggalkan rumah sakit.“Aleeka, kau baik-baik saja kan selama di Jakarta sana? Mengapa aku merasa kau terlihat lebih pucat dan lemah setelah kembali dari sana?” Nancy mengusap lembut lengan Aleeka penuh kasih, dia benar-benar mengkhawatirkan kondisi Aleeka saat ini.“Nancy, aku... ehm.. begini Nancy... sebenarnya aku-“Belum sempat Aleeka menyelesaikan kalimatnya, dokter yang di tunggu pun tiba. Gadis berusia 23 tahun itu pun mengikuti arahan sang dokter yang memeriksanya, hingga dokter tersebut menyarankan dirinya untuk memeriksakan diri ke dokter obgyn.Aleeka sebenarnya sudah tau apa yang akan dikatakan oleh dokter, namun karena Nancy berkeras untuk menuruti semua anjuran dokter, maka mereka pun kini suda
“Apa yang sudah kau lakukan Aleeka? kau membuat kekacauan disini! sudah kukatakan jaga sikapmu! Jangan pernah mendekati apalagi merayu calon suamiku, tapi apa nyatanya hah?! Kau membuat semua rencanaku jadi berantakan” Suara Aqeela langsung terdengar nyaring begitu Aleeka menggeser tombol hijau di ponselnya, sampai-sampai dia harus menjauhkan benda tersebut dari telinganya. “Apa maksudmu Aqeela?! Bukankah aku sudah menuruti semua yang kau pinta? Dan kini tolong tepati kata-katamu! Menjauhlah! Dan JANGAN KAU GANGGU HIDUPKU LAGI!” Aleeka kesal atas semua tuduhan Aqeela, terlebih dia merasa sudah berkorban menghabiskan waktunya selama satu bulan untuk menuruti kemauan kakak kembarnya itu. “Dengan Aleeka aku tidak akan-“ “Kau yang seharusnya mendengarkan aku Aqeela, jangan kau anggap diriku lemah hanya karena papa dan mama selalu ada di pihakmu. Berhentilah menjadi anak manja yang sellau mengandalkan ornag lain untuk mendapatkan semua yang kau inginkan! Aku sudah tidak sudi lagi menur
Pagi hari Sean tak bisa lagi mengabaikan kesibukanya di kantor, keluarga Genaaro memang membangun semua bisnis legalnya di Indonesia., walaupun mereka juga memiliki jaringan bisnis ilegal yang tersebar di beberapa negara di Eropa, dan Sean adalah pewaris utama kerajaan yang dulunya di rintis oleh Tuan Genaaro, kakek dari Sean.Pagi-pagi sekali Sean sudah meninggalkan rumahnya, dia melewatkan sarapan yang biasanya selalu dia tunggu untuk dapat menikmati makan bersama neneknya dan juga Aleeka, saat Aleeka masih bertukar peran dengan Aqeela.“Apa Sean tidak sarapan pagi ini?” Aqeela yang hanya makan berdua dnegan Liliana menanyakan keberadaan Sean pada salah seorang maid yang melayani mereka.“Tuan Muda Sean sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali nona”“Mengapa dia pergi tanpa membangunkan aku dulu?”“Saya kurang tau soal itu nona, maaf”Aqeela menatap maid yang tertunduk di hadapanya dengan tatapan tajam dan jelas tidak menyukainya.“Sudahlah Aqeela, mungkin Sean memiliki pekerjaan
Brraakkkkkk.Aleeka terhuyung ke depan, hampir saja kepalanya membentur kursi yang ada di depanya, kedua tangan Aleeka memeluk perutnya, berusaha melindungi bayi yang ada dalam rahimnya.“Oh Tuhan, apa yang terjadi? Ada apa pak supir?”“Ada sebuah mobil menyerempet kita dari samping tadi nona, mungkin sang supir dalam keadaan mabuk, apakah anda baik-baik saja nona?”“Aku tidak apa-apa pak, jangan khawatir”Setelah memastikan kondisi Aleeka, pengendara supir taksi yang ditumpangi Aleeka pun keluar dari mobil untuk memeriksa keadaan mobilnya. Beberapa orang berkerumun di dekat taksi tersebut, mereka ingin melihat kondisi orang yang berada di dalam mobil.Aleeka pun akhirnya keluar dari dalam taksi dengan masih tetap memegangi bagian perutnya. Walaupun hanya benturan kecil tetapi Aleeka sangat mengkhawatirkan kondisi janin yang ada disalam sana.“Sekali lagi kau mengacaukan kehidupan Aqeela, maka mobil yang kau tumpangi akan berakhir menjadi rongsokan, dengan dirimu berada di dalamnya”A
“Dasar tidak sabaran, dia pasti bukan penduduk asli sini, kampungan”“Hei Aleeka, jangan mengatai orang lain, ingat kau ini sedang hamil” Nancy setengah tertawa melihat Aleeka memandang pengemudi mobil di depan mereka dengan tatapan tidak suka.“Mungkin dia sedang tergesa-gesa untuk menemui kekasihnya” tebak Nancy yang langsung mendapat cibiran dari Aleeka.“Tapi dia seperti orang tidak beretika Nancy, harusnya dia tertib antri, nanti juga dapet gilirannya”“Ya ya, terserah kau sajalah Aleeka”Setelahnya tak ada lagi perdebatan antara Aleeka dan Nancy, karena mobil di depanya sudah melaju keluar area parkir seperti sedang terburu-buru.~\/~Di Jakarta.Sean sedang berada di salah satu tempat hiburan milik sahabatnya. Mereka berada di ruang vvip dengan fasilitas super mewah.“Sean, akhirnya kau datang juga, setelah mengurung diri bersama tunanganmu itu” dua orang laki-laki yang nampak sebaya dengan Sean menghampirinya.“Yaza? kau ada disini? Bukankah ini adalah hari pernikahanmu?” Sea
Aku tak peduli siapa pemilikmu, saat aku menginginkanmu kupastikan kau hanya akan jadi milikku~Gibran Yudhistira~***Gibran menoleh ke samping dan menatap Sean tajam setelah mendengar nama yang diucapkan oleh sahabatnya itu, sedangkan Sean yang sedang asik menatap layar ponselnya tak menyadari tatapan mata Gibran, Yaza saat itu sedang menerima panggilan telpon, hanya Arik yang menyadari perubahan wajah Gibran disana.Gibran Yudhistira, Sean mengenalnya dari jaman kuliah dulu, saat itu William Genaaro, ayah Sean mengirimnya untuk menempuh pendidikan di Jerman. Disanalah Sean mengenal Gibran, Arik dan Yaza. Satu tahun kemudian adik kandung Sean, yaitu Jerome Genaaro menyusulnya untuk kuliah di kampus yang sama, karena jaran usia antara Sean dan Jerome hanya terpaut satu tahun, akhirnya Jerome pun masuk ke dalam lingkaran pertemanan mereka.“Ehem...” Arik sengaja berdehem cukup keras untuk mengalihkan perhatian Gibran, dan triknya cukup berhasil. Gibran tak lagi memandang tajam ke arah
Pagi ini Aleeka bernapas lega, karena dia bisa memakan sarapanya tanpa mual. Aleeka mengelus perutnya dan mengambil gelas berisi susu ibu hamil yang dibuatkan oleh Nancy.“Terimakasih nak, kali ini kau tidak rewel, bahkan mama bisa menghabiskan segelas susu”Selesai sarapan Aleeka berjlan kembali ke kamarnya, dia harus bersiap pagi ini untuk memberikan laporan yang di mita oleh bosnya di perusahaan.“Nancy, aku akan pulang cepat hari ini dan mengantarmu ke rumah sakit untuk kemo, kau beristirahatlah, aku sudah memesan cleaning service part time untuk membereskan apartemen, jangan sampai kau kelelahan, ok?!”“Bagaimana mungkin aku kelelahan sayang, kau menyuruhku tidur dan makan seharian tanpa mengijinkanku melakukan apapun, aku bahkan merasa badanku pegal semua karena hanya berbaring saja, dan perlu kau ingat... aku baik-baik saja, meskipun kanker sialan ini hidup dalam tubuhku, tetapi aku masih mampu mengurusmu seperti dulu”Aleeka hanya tersenyum menanggapi ucapan Nancy, karena jika