Share

Bab 3. Curiga

“Aqeela sayang, tidak bisa kamu pergi nanti saat kamu sudah sehat sepenuhnya,” ucap Liliana saat Aleeka pamit untuk pergi.

Aleeka berbohong pada Liliana, kalau dia pergi untuk bertemu teman-teman sekolahnya dulu.

Malam itu, saat hasil tes menunjukan positif, Aleeka lemas. Dia bingung harus bagaimana. Apakah dia harus merelakan bayi itu pergi tanpa lahir ke dunia, atau membesarkannya seorang diri. Tapi bagaimana, penghasilannya bahkan tidak cukup untuk membayar pengobatan ibu asuhnya.

Ting!

Bunyi notifikasi muncul, ada chat masuk dari Aqeela.

[Jangan telat, aku tunggu di hotel dekat bandara sesuai perjanjian kita, besok.]

Perjanjian antara Aleeka dan Aqeela akhirnya akan berakhir. Usaha Aqeela untuk menjadi model ternama di Paris tidak membuahkan hasil, membuat Aqeela kembali lebih cepat dari perjanjian awal.

Aleeka membalas pesan itu, dan mulai bersiap. Fokus Aleeka saat ini untuk segera pergi dari kediaman Genaaro, pergi sejauh mungkin dari Aqeela dan Sean. Dia harus menyembunyikan kehamilannya ini.

Esok Hari

“Tidak bisa Nek! Aku sudah lama tidak bertemu mereka.” Aleeka memandang Liliana, mencoba mengingat wajah wanita yang sudah dia anggap sebagai keluarganya.

“Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku Nek!” Aleeka kemudian memeluk Liliana. “Aku pergi dulu ya,” lanjutnya lagi, saat sampai ke depan pintu utama.

Semua kebohongannya ini akhirnya bisa Aaleeka sudahi. Sedikit lagi, dia bisa menjadi dirinya sendiri.

Aleeka pergi dari kediaman Genaaro. Membawa barang pribadinya yang terhitung jari, semua barang yang ada di tempat itu, pakaian, perhiasan, bahkan make up merupakan pemberian dari Sean.

Taksi yang Aleeka tumpangi berhenti tepat di depan lobi hotel. Mengenakan pakaian khas Aqeela, dress tweed, high heels dan riasan yang elegan.

Aleeka segera menuju kamar 305, tempat mereka akan bertukar identitas, atau lebih tepatnya Aleeka yang kembali mendapatkan identitasnya.

"Tolong perhatikan setiap informasi yang aku laporkan padamu, aku tidak ingin jadi incaran Sean Genaaro karena telah menipunya," ucap Aleeka begitu Aqeela menutup pintu kamar.

"Jangan banyak bicara, segera kamu pergi karena tugasmu sudah selesai." Aqeela menyilangkan tangan, benci melihat Aleeka yang berpakaian mirip dengannya.

Entah sejak kapan Aqeela membenci Aleeka. Dia hanya tahu, seiring berjalannya waktu, dirinya mulai menyadari bahwa adiknya itu lebih hebat, lebih pintar. Rasa iri perlahan muncul dan berubah menjadi benci. Dia tidak suka ada orang yang menyukai Aleeka. Semua orang harus memilih dirinya dari pada Aleeka.

“Setelah ini, jangan lagi kau usik kehidupanku, Aqeela,” ucap Aleeka tegas.

Aqeela hanya memutar matanya, jengkel. Dia melemparkan tiket pesawat dan passport pada Aleeka. "Pesawat untuk penerbangan ke Singapura 2 jam lagi. Semoga kita tidak bertemu lagi, adikku."

Suasana hening saat Aqeela pergi dari kamar itu. Aleeka kini merasa lega karena tidak lagi harus hidup dalam kepura-puraan. Segera dia mengganti pakaian dan menghapus riasan wajahnya. Kaos dan jeans kembali melekat pada tubuhnya. Kembali menjadi seorang Aleeka, seorang desainer interior yang tumbuh dewasa di Singapura.

***

"Aku baru sampai bandara Nek, jangan khawatir. Aqeela pasti hanya terkena flu biasa," ucap Sean, entah untuk menenangkan dirinya sendiri atau menenangkan sang nenek.

Sean sudah tiba di bandara.

Malam kemarin, Liliana menelpon Sean. Mengabari kondisi Kesehatan Aqeela, tunangannya. Sean khawatir dan segera memesan penerbangan tercepat untuk kembali.

"Iya, kita panggil dokter walaupun Aqeela menolak," lanjutnya yang tengah menunggu mobil jemputan di depan bandara, kemudian menutup telepon.

"Terima kasih Pak."

Sudut mata Sean menangkap seorang perempuan yang baru turun dari taksi. Entah kenapa, Sean merasa kenal dengan suara perempuan itu. Topi yang Perempuan itu kenakan, membuat Sean tidak bisa melihat wajahnya.

"Tuan!" panggil sopir keluarga Genaaro, mengalihkan perhatian Sean. "Maaf membuat Tuan menunggu," lanjut sang sopir dengan nada takut.

Sean tidak menggubris sang sopir dan segera masuk mobil.

Sepanjang jalan Sean tidak bisa melupakan sosok perempuan di bandara tadi, dia pasti pernah bertemu dan mengobrol dengan perempuan itu. Suaranya sungguh familiar.

"Tuan kita sudah sampai," ucap sang sopir tepat ketika mobil berhenti di depan rumah utama kediaman Genaaro.

Sean segera melangkahkan kaki keluar dari mobil. 

Liliana berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang khawatir.

"Nenek, tenanglah. Aqeela akan baik-baik saja." Tenang Sean pada Liliana.

"Kamu mana tahu, Aqeela akhir-akhir ini tidak nafsu makan, sering muntah. Bagaimana Nenek tidak khawatir," omel Liliana pada Sean.

"Iya, kita telepon dokter sekarang juga, Aqeela sudah pulangkan?"

“Dia di kamarnya, Nenek suruh dia untuk istirahat.”

Sean dan Liliana segera menuju kamar Aqeela.

“Aqeela, ini aku Sean.”

Lama tidak mendengar jawaban, Sean akhirnya membuka pintu kamar Aqeela. Sean dengan langkah yang terburu-buru menghampiri Aqeela yang sedang berada di atas ranjang. Punggung tangannya yang dingin menyentuh dahi Aqeela, mencoba mengecek suhu tubuh.

“Sean? Bukannya kamu sedang di Italia?” tanya Aqeela menatap kaget dan kagum pria di hadapannya.

Tatapan Aqeela terlihat sedikit berbeda. Dulu, Aqeela melihatnya dengan sedikit ketakutan dan waspada. Namun kali ini, Aqeela menatapnya kagum. Apakah Aqeela sudah mulai menerima dirinya sebagai calon suami dan rindu karena sudah satu bulan lamanya tidak bertemu?

“Nenek memberitahuku soal kondisimu,” ucap Sean.

Mata Aqeela membelak kaget, mendengar ucapan Sean.

“Walaupun tidak demam, kamu tetap harus diperiksa. Aku takut kamu jatuh sakit di hari pernikahan kita,” ucap Sean sambil membelai lembut kepala Aqeela. Dia menyelipkan rambut Aqeela kebelakang telinga. Jari-jarinya menyentuh cuping telinga Aqeela, memaikannya dengan lembut. Sean ingat ada tanda kemerahan berbentuk hati di dekat telingan kiri Aqeela.

Alis Sean tertaut, heran. Bagaimana bisa sekarang tanda itu tidak ada. Hari dimana mereka melakukan itu, jelas-jelas tanda itu dia lihat dan sentuh.

“Terima kasih sudah peduli Sean,” ucap Aqeela sambil tersenyum anggun.

Sean kembali fokus, matanya menatap wajah Aqeela lekat. Dia bangkit dari ranjang.

“Akan ada dokter yang memeriksa kondisimu. Kamu bisa memanggil pelayan kalau ada yang kamu butuhkan. Ada hal yang harus aku urus,” ucap Sean dan langsung pergi meninggalkan kamar Aqeela.

Saat tiba di ruang kerjanya, Sean merogoh handphonenya dari saku jasnya. Mengetik nama orang yang bisa dia andalkan. Menggeser ikon hijau di layarnya hingga panggilan pun terhubung.

Wajah Sean menggelap mendengar jawaban orang disebrang panggilan. Tidak ingin basa-basi, “Aku ingin semua informasi mengenai tunanganku, khususnya keluarganya, esok pagi.”

[“…”]

“Aku bayar berapapun yang kau minta.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status