Share

Bab 4. Singapura

Aleeka bernapas lega kembali menghirup udara di negara Singapura, tempat dia tumbuh dari bayi hingga sekarang ini, taksi yang membawanya sudah sampai di gedung apartemen yang selama ini ditinggalinya dengan ibu asuhnya.

“Akhirnya aku pulang” Aleeka menarik napas dalam dan menghembuskanya perlahan, menatap tatanan kota yang dirindukanya.

Aleeka tinggal di lantai sepuluh gedung tersebut, flatnya terdiri dari 2 lantai, dengan kamar pribadi Aleeka berada di lantai atas. Apartemen itu sebenarnya pemberian dari ayah kandungnya, Darius Widjaya.

Ting

Lift yang membawa Aleeka telah sampai di lantai yang di tuju, Aleeka buru-buru mengeluarkan kunci dan membuka pintunya. “Nancy..” teriak Aleeka tak sabar ingin memeluk ibu asuhnya tersebut.

Seorang wanita paruh baya dengan tubuh kurus keluar dari salah satu kamar, Aleeka langsung memeluk Nancy dengan rasa haru, betapa dia merindukan sosok wanita yang merawat dan membesarkanya dari bayi dengan penuh kasih sayang, bahkan Nancy tidak menikah hanya untuk memfokuskan dirinya membesarkan Aleeka.

“Akhirnya kau pulang juga nak, aku pikir Aqeela tak akan membiarkanmu kembali dan memaksamu untuk menggantikan posisinya sementara dia bersenang-senang di Paris sana.” Nancy mengurai pelukan keduanya, dan menarik lengan Aleeka untuk masuk ke dalam ruang makan, dimana mereka terbiasa selalu bercengkrama disana. Dulu Aleeka selalu duduk di salah satu kursi di meja makan dan Nancy memasak makanan kesukaan Aleeka di dapur yang menyatu dengan ruang makan.

“Jangan berprasangka buruk pada orang Nancy, bukankah kau sendiri yang mengajarkan aku untuk selalu berlaku baik pada semua orang heh?”

Kedua wanita beda usia itu tertawa bahagia, Aleeka banyak bertanya tentang kondisi kesehatan Nancy, dan memastikan Nancy selalu rutin melakukan kemoterapinya.

“Aku baik-baik saja nak, justru malah sebaliknya, kau terlihat pucat apakah kau sakit?”

“Aku baik-baik saja, mungkin ini cuma kelelahan karena perjalanan jauh, bagaimana kalau kita makan di foodcourt royal square saja sekarang, disana kau bisa makan nasi hainan Aunty Leung kesukaanmu”

Nancy langsung menyetujui usulan Aleeka, dia memang jarang keluar apartemen semenjak Aleeka pergi ke Jakarta. Mereka berdua pun bersiap untuk pergi ke royal square, mall kecil yang berada di kawasan Novena, mall tersebut berada tepat di seberang gedung apartemen Aleeka, jadi mereka biasanya pergi kesana dengan berjalan kaki.

“Suatu hari nanti aku akan membawamu berlibur ke Bali, kau pasti merindukan kampung halamanmu kan Nancy?,” ucap Aleeka saat mereka sudah duduk dan menunggu Aunty Leung menyiapkan makanan pesanan mereka.

“Aku tak memiliki siapa-siapa disana, keluargaku hanyalah dirimu Aleeka, jadi kupikir Bali bukan lagi kampung halamanku” ucap wanita berusia 53 tahun tersebut.

Tanpa sadar Aleeka meraba perutnya yang masih rata, dia memikirkan bagaimana nasib bayinya yang akan tumbuh tanpa kasih sayang kedua orangtua secara utuh seperti dirinya. Dalam hati dia tak rela jika anaknya ikut merasakan penderitaan yang sama, namun Aleeka tak mungkin meminta pertanggung jawaban dari Sean, karena sebentar lagi Sean akan menikahi wanita lain, wanita yang tak lain adalah kakak kembarnya sendiri.

“Aleeka, mengapa wajahmu murung begitu? Jika kau mau kita bisa kembali ke apartemen, aku akan meminta Aunty Leung untuk membungkus nasi hainan untuk kita berdua” Nancy menatap cemas pada anak asuhnya.

“Sudah kukatakan, aku baik-baik saja Nancy, dan lagipula Aunty Leung sebentar lagi akan mengantarkan makanan kita”

Dan benar saja, wanita bertubuh gempal yang dipanggil Aunty Leung pun tak lama datang dengan membawa nampan yang berisi dua porsi nasi hainan.

“Aleeka sayang, kemana saja kau selama sebulan ini? Aku tak pernah melihatmu datang kemari, aku saja sampai bingung mau menjawab apa saat Richard mencarimu beberapa kali kemari”

Aleeka sedikit menutup telinganya mendengar suara cempreng wanita keturunan tionghoa itu. Namun tak urung dia memberikan senyuman, walau suaranya memekakan telinga, namun Aleeka harus mengakui bahwa dia merindukan wanita bermata sipit tersebut.

“Ya ya.. aku juga merindukanmu Aunty Leung, lebih tepatnya merindukan masakanmu” Aleeka mencium aroma ayam favoritnya, namun kali ini bukanya menggugah selera makanya, melainkan membuat Aleeka mual dan pusing. Wajah Aleeka kian pucat dengan keringat dingin bercucuran di dahinya.

“Aleeka, kamu kenapa sayang?” Nancy panik melihat kondisi Aleeka.

“Ya ampun, apa yang terjadi dengan Aleeka, Nancy? Apa dia baik-baik saja?”

“Kalian jangan khawatir, aku tid-“

Aleeka jatuh pingsan sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Nancy yang panik langsung meminta pertolongan pada pengunjung mall yang ada di sekitarnya untuk membawa tubuh Aleeka.

“Tolong bantu angkat tubuh putriku pak, aku mohon”

Nancy memohon pada seorang pemuda yang duduk tak jauh dari mereka, dia meminta bantuan untuk mengantarkan Aleeka ke rumah sakit.

“Kau tenang saja nyonya, aku akan mengantar kalian,” ucap pemuda tersebut.

Pemuda baik hati itu segera mengangkat tubuh Aleeka dan menawarkan diri untuk mengantarkan ke rumah sakit dengan mobilnya. Tentu saja hal tersebut tak di tolak oleh Nancy, karena dia sangat khawatir akan kondisi Aleeka.

“Terimakasih banyak pak…”

Nancy mengucapkan terimakasih sesaat setelah mereka memasuki mobil, dia duduk di belakang dengan Aleeka yang direbahkan dengan kepala diatas pangkuanya.

“Gibran, nama saya Gibran dan saya belum menjadi bapak, jadi panggil nama saja”

“Baiklah, Gibran… terimakasih banyak, entah bagaimana jadinya jika tadi kau tak datang untuk menolong putriku”

“Jangan berterimakasih padaku mam, ini sudah kewajibanku untuk menolong sesama,” sahut Gibran sambil mulai menjalankan mobilnya perlahan meninggalkan royal square.

Sesaat kemudian mobil yang dikendari Gibran sudah melaju di jalan raya menuju ke rumah sakit terdekat.

“Ugh.... Nancy, kita mau kemana?”

Saat melihat Aleeka menggeliat dan matanya terbuka, Nancy terpekik gembira. “Aleeka, kau sudah sadar? Tadi kau pingsan nak, kita akan ke rumah sakit sekarang untuk memeriksakan keadaanmu”

Aleeka hendak menolak untuk dibawa ke rumah sakit, namun dia kembali menutup mulutnya kala mendengar suara dering panggilan yang berasal dari ponsel Gibran.

“Ya Sean, ada apa?”

[“….”]

“Ah, baiklah, kebetulan sekali saat ini aku sedang berada di Singapura dan berencana akan ke Jakarta lusa nanti”

[“…”]

“Tidak, hanya sedikit urusan, tapi sekarang aku sedang mengantarkan seorang wanita muda yang tiba-tiba pingsan di mall”

[“…”]

“Ya ya, baiklah, kalau begitu aku tutup dulu telponya, bye”

“Maaf mam, aku tak bisa mengbaikan panggilan tadi” Gibran kemudian meminta maaf pada Nancy karena harus menerima panggilan telpon sementara dia sedang menyetir.

“Tidak apa-apa Gibran, aku bisa mengerti, itu pasti panggilan yang sangat urgent”

“Sebenarnya itu tadi sahabat baikku di Jakarta sana, ternyata dia hanya mengabarkan untuk datang ke acara pernikahanya karena aku tak dapat menghadiri pesta pertunanganya sebulan yang lalu”

“Kalau begitu kau harus datang kali ini, dia kan sahabat baikmu”

“Iya, kau benar mam, lagipula aku penasaran dengan gadisnya, kudengar mereka itu dijodohkan, dan pernikahan mereka hanyalah untuk kepentingan bisnis semata”

Percakapan mereka terhenti karena mobil sudah memasuki area parkir rumah sakit, Gibran pun keluar dari dalam mobil untuk membantu Nancy membawa tubuh Aleeka ke ruang IGD.

Kali ini Aleeka tak bisa menolak untuk di bawa ke rumah sakit, dia hanya bisa pasrah kala Gibran membantunya turun dari mobil dan membawanya ke dalam rumah sakit dengan menggendongnya ala bridal. Pikiran Aleeka pun saat ini sedang tidak fokus karena dia tadi mendengar Gibran menyebut-nyebut nama Sean saat berbicara dengan seseorang yang menelponya.

“Apakah itu tadi Sean yang ku kenal? Tidak... pasti ada banyak nama Sean di dunia ini, itu pasti orang lain”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status