“Pesan dari siapa, Sayang?”
Kaget, Aleeka langsung membalikkan handphonenya. Tidak tahu Sean sudah bangun.
“Bukan dari siapa-siapa,” jawab Aleeka buru-buru. Aleeka berharap dia tidak terlihat gelagapan di mata Sean.
“Emm,” jawab Sean malas sambil mempererat pelukannya, menarik Aleeka bersandar di dada bidangnya. lalu mengecup puncak kepala Aleeka.
“Apa masih sakit?” tanya Sean lagi sambil menenggelamkan wajahnya di tengkuk Aleeka.
Malu dan menyesal, itulah yang Aleeka rasakan. Mengingat Aleeka-lah yang memulai kegilaan semalam. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, menggeleng. Apa yang sebenarnya dia minum malam kemarin? Bagaimana bisa dia bisa hilang kendali seperti itu?
“Ma-maaf soal semalam, aku mabuk dan tidak sadar berbuat seperti itu padamu,” gumam Aleeka.
“Tidak masalah, tapi kedepannya kamu tidak boleh mabuk jika tidak bersamaku,” Sean menjawab dengan santai.
Mendengar ucapan Sean, Aleeka hanya bisa tersenyum miris. Kalau Aqeela tahu apa yang sudah dia lakukan. Pasti Aleeka tidak akan bisa hidup dengan tenang.
Mengangguk mengiyakan ucapan Sean, Aleeka tidak ingin membahas masalah ini lagi.
Sean melonggarkan pelukannya. Menarik Aleeka agar berhadapannya dengannya.
Merasakan sentuhan Sean, Aleeka berbalik. Matanya disambut dengan manik coklat keemasan yang tengah menatapnya lembut, rambut bangun tidur yang terlihat mengemaskan, surai ikal yang jarang Aleeka lihat, sungguh memanjakan mata. Namun tidak dengan tubuhnya. Otot lengan dan dada yang begitu kekar, pemandangan yang tidak pantas untuk dilihat dalam keadan Aleeka yang saat itu hanya terbalut selimut.
Pandangannya menyusuri setiap sudut dari wajah tampan dihadapnnya, hingga matanya tertuju pada luka di ujung bibir Sean, ingat kalau itu hasil kelakuan gilanya. Aleeka semakin tidak bisa menatap mata Sean dengan benar.
“Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Sean, membuat Aleeka menatap Sean kembali.
"Aku harus ke italia membantu ayah dengan urusan disana, kamu akan tetap tinggal di sini sampai hari pernikahan tiba. Minta saja pada para pelayan apapun yang kamu butuhkan," lanjut Sean, tersirat keengganan di wajahnya.
“Benarkah?” Spontan Aleeka menyuarakan isi hatinya, senang.
Sebelah alis Sean terangkat, seperti mempertanyakan apa yang dia dengar. Aleeka hanya bisa bungkam, takut salah bicara.
Menggeleng pasrah, Sean lalu melanjutkan, "Lalu nenek ingin tetap tinggal disini sementara waktu. Aku titip nenek padamu."
Liliana, nenek Sean yang sudah 2 minggu ini ikut tinggal bersama mereka. Terlihat 10 tahun lebih muda dari pada umur sebenarnya, tinggi dengan postur tubuh yang masih tegap dan terlihat sangat berwibawa. Perilakunya sungguh elegan dan ramah saat Aleeka mengajaknya berbicara.
"Baik, akan aku jaga nenek sebisaku."
Senyum kecil merekah, Aleeka senang tidak harus selalu waspada dan takut penyamarannya akan ketahuan oleh Sean. Sebulan lagi, Aleeka harus bisa bertahan berpura-pura menjadi Aqeela.
“Aku akan kembali secepatnya bila urusan di sana sudah selesai.” Sean kembali menarik Aleeka ke dalam pelukannya. Dagunya kini berasa di puncak kepala Aleeka.
“Tidak perlu,” ucap Aleeka cepat ketika mendengar perkataan Sean sambil sedikit bergeser mundur, memberi jarak diantara mereka. “Maksudku, kamu bekerja saja dengan fokus, jangan terburu-buru,” lanjutnya menjelaskan. Akan lebih aman baginya bila Sean tinggal lama di Italia.
“Lalu bagaimana dengan persiapan pernikahan kita?” ucap Sean sambil membelai lembut kepala gadis itu.
“Biar aku saja yang mengurusnya. Kamu fokus saja dengan urusan di Itali.”
Aleeka mencoba menyakinkan Sean. Sebenarnya, Sean tidak pernah bertemu dengan Aqeela, jadi tidak seharusnya Aleeka takut akan ketahuan. Namun Aleeka takut saat Aqeela kembali, Sean akan menyadari perubahan kecil dari perilaku tunangannya.
Ada rumor yang beredar, siapapun yang berani mengusik keluarga Genaaro, maka hidup mereka akan menghilang begitu saja tanpa orang sadari.
“Kenapa aku merasa kamu sangat ingin aku pergi?”
Aleeka buru-buru menggelengkan kepala mendengar hal itu. Raut wajahnya tampak kaget dan takut. “Bukan begitu, maksudku-“
Belum sempat Aleeka menyelesaikan ucapannya, Sean melepaskan pelukannya dan bangkit dari ranjang. Menampilkan tubuh tanpa busana, seperti patung pahatan Yunani.
Buru-buru Aleeka memejamkan matanya. Malu melihat tubuh yang tidak seharusnya dia lihat.
Tanpa sepatah kata pun Sean, meninggalkan Aleeka. Membuat si gadis bingung.
‘Apa aku sudah salah bicara’
Sebulan berlalu, sejak kepergian Sean ke Italia. Selama sebulan ini juga Aleeka dan Liliana jadi lebih dekat satu sama lain. Aleeka seperti menemukan sosok nenek yang tidak pernah dia miliki sebelumnya.
“Aqeela sayang, Nenek lihat katalog terbaru Dior untuk spring nanti sudah ada. Bagaimana kalau nanti siang kita belanja?” ajak Liliana saat melihat Aleeka turun tangga.
“Kenapa tidak kita panggi saja mereka kerumah untuk membawakan katalognya Nek? Aku khawatir mall akan ramai hari ini, akan lebih nyaman kalau mereka yang ke rumah,” saran Aleeka, bersikap dan bertutur kata seperti Aqeela.
Sebelum Aleeka tinggal di kediaman Genaaro, Aqeela memberikannya banyak majalah fashion, membuatnya belajar memakai make up, berjalan menggunakan heels dan bersikap sepeti Aqeela, anak orang kaya yang bermartabat. Bahkan Aleeka merasa bahwa dia menemukan bakat baru, bakat berakting.
“Nenek menurut apa katamu saja,” ucap Liliana beranjang dari sofa dan melangkah menuju ruang makan dan Aleeka membuntuti di belakangnya.
Saat pintu ruang makan dibuka, meja makan sudah dipenuhi dengan berbagai hidangan. Sup, roti, bubur, telur rebus, salad dan jus buah.
“Nenek sudah menyuruh para pelayan menyiapkan makanan kesukaanmu.” Ajak Liliana, sambil menarik Aleeka untuk duduk di sampingnya.
Dalam kepura-puraannya menjadi Aqeela, Aleeka juga harus berbohong soal makanan dan hobinya. Aqeela yang memiliki Impian menjadi seorang model, hanya menyukai makanan dengan sedikit garam dan sedikit bumbu. Berbanding terbalik dengan Aleeka yang menyukai makanan berbumbu.
“Kamu mau apa, Sayang?” tanya Liliana dengan pelayan disampingnya siap membantu melayani mereka.
“Apa saja boleh Nek,” jawab Aleeka lemas, mulai merasa mual mencium aroma makan.
“Kamu mau salad dengan telur seperti bi-“
Belum sempat Liliana selesai bicara, Aleeka menutup mulutnya, segera berlari menuju kamar mandi. Akhir-akhir ini, setiap pagi dia sering mual dan muntah-muntah. Bau parfum yang dulunya tercium wangi, sekarang malah membuatknya mual. Pikirannya mulai melayang kemana-mana, mengingat kejadian satu bulan yang lalu dengan Sean.
Tangannya mencengkram ujung dressnya cemas. 'Bagaimana ini? Apa mungkin aku- Ah! Tidak-tidak, pasti aku hanya demam biasa' pikir Aleeka.
"Aleeka sayang, kamu kenapa? Apa perlu Nenek panggilkan dokter?" ucap Liliana di balik pintu.
"Tidak usah Nek!” Aleeka segera mengatur moodnya.
"Kamu yakin?" tanya Liliana lagi, setelah melihat wajah Aleeka yang pucat.
"Aku hanya perlu istirahat Nek."
Mualnya semakin menjadi-jadi, tapi tidak ada apapun yang bisa dimuntahkan. Pelayang kediaman Genaaro menepuk-nepuk punggungnya dan memapahnya keluar kamar mandi.
“Pelayan, telepon dokter sekarang juga,” titah Liliana kepada para pelayan. Wanita itu khawatir melihat kondisi Aleeka yang lemas dan pucat pasi.
“Baik Nyonya,” jawab salah satu pelayan yang kemudia bergegas pergi.
“Nek, aku baik-baik saja. Ini hanya sakit biasa.” Aleeka ingin menghindar dari pemeriksaan dokter. “Aku tidak ingin bertemu dengan dokter, kumohon Nek,” lanjutnya memelas, berharap Liliana mengurungkan niatnya.
Melihat mata berlinang dan wajah pucat Aleeka, akhirnya Liliana setuju untuk tidak memanggil dokter.
Aleeka kembali ke kamarnya. Dia segera meraih handphone, mencari gejala yang dia rasakan di internet. Tangannya bergetar semakin ragu, saat membaca informasi yang dia dapat.
Diam-diam malam itu, Aleeka membeli alat tes yang diantarkan oleh kurir. Tidak boleh sampai ada yang tahu kalau dia membeli hal seperti ini. Dengan hati yang ragu Aleeka mengikuti intruksi yang tertera dalam kemasan.
‘Tuhan, aku mohon jangan buat khawatiranku menjadi kenyataan.’
Jakarta.Felisha berteriak marah saat dirinya diusir dari rumah sakit. dia baru saja kembali dari bepergian keluar negeri. Saat itu memang Felisha mematikan ponselnya agar tak ada yang mengganggunya.“Apa-apaan ini?! mengapa kalian mengusirku? Mengapa barang-barangku semuanya berada diluar ruangan?!” dengan wajah merah padam Felisha berteriak dan memanggil semua orang bawahanya.“Maaf dok, kami hanya melaksanakan perintah atasan” ucap seorang karyawan rumah sakit yang diketahui adalah manager personalia.“Apa katamu?! Coba ulangi lagi!”Mendengar perkataan sang manager, Felisha pun bertambah berang, dia adalahistri dari pemilik rumah sakit tersebut, dan selama ini dialah yang berkuasa disana, tak ada seorang pun yang berani melawanya. Namun kini dia seolah di usir dari istananya sendiri.Sang manager mengusap keringat yang mulai muncul di area dahi denga punggung tanganya. “Kami... hanya menjalankan perintah dari atasan dok” ulangnya.Plak.Felisha langsung menampar sang manager itu.
Disaat Prabhu tenggelam dalam ingatan akan masa lalunya, pintu ruanganya terbuka dan seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.“Prabhu, kukira kau sedang sibuk disini, ternyata kau malah sedang melamun” keluhnya.Sesaat Prabhu terlihat kaget namun detik berikutnya wajahnya kembali normal dan tersenyum.“Aku sedang memikirkan nasib kedua keponakanku Hana, karena aku mendapat laporan bahwa salah satu keponakanku dibawa kabur oleh pria bernama Seanders Genaaro”“Genaaro? Apa dia masih ada kekerabatan dengan Samuel?”“Entahlah Han, tapi aku sudah menyuruh orangku untuk menyelidiki lebih lanjut”“Lalu kapan kau akan menjemput Rulita untuk pulang kembali kesini? Aku sudah rindu bercengkrama dengan adik iparku itu”Mendengar permintaan Hana yang tak lain adalah istrinya itu, Prabhu pun tersenyum dan teringat akan jawaban Rulita saat dia menghubungi adiknya itu untuk menyuruhnya pulang ke Indonesia.“Aku sudah meminta adiku itu untuk pula
Beberapa saat kemudian Arik sudah kembali dengan membawa obat yang dibelinya di apotek. “Nona, ini obatnya, dan ini saya juga membelikan beberapa roti untuk anda makan sebelum minum obat”Aleeka tersenyum pada Arik dan mengucapkan terimakasih, karena memang saat ini dia merasa lapar kembali. Arik melirik dan memperhatikan Aleeka yang duduk tak jauh dari brankar sambil memakan rotinya, setelahnya dia menyodorkan segelas air putih dan meminta Aleeka untuk meminum vitamin yang sudah di belinya di apotek tadi.Setelah merasa cukup kenyang dan meminum obat, Aleeka pun menyandarkan punggungnya dan menguap. “Apakah anda mengantuk Nona Aleeka? Anda bisa rebahan saja di ranjang satu lagi dan tidur sejenak, biar saya yang menjaga Tuan Muda Sean” Arik merapikan ranjang pasien yang kosong yang berada di samping ranjang Sean, karena memang merasa amat mengantuk, Aleeka pun menuruti permintaan Arik dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang tersebut, dan tak berapa lama dia pun sudah terlelap.“Ayo
Sisilia, Italia.Disebuah rumah sakit, tepatnya di taman saping rumah sakit terbesar disana. Dua orang wanita sedang duduk bersantai sambil menikmati secangkir teh hangat di tanganya masing-masing.“Jadi selama ini kau berada di Italia? Mengapa kau tak pernah sekalipun menelponku?”“Ini karena perintah kakak kandungku, Prabhu. Dia menyuruhku untuk memutuskan seluruh komunikasi dengan semua orang, karena Darius sudah mengumumkan berita kematianku pasca melahirkan ke publik, jadi mau tak mau aku harus bersembunyi, jika tidak Felisha dan antek-anteknya tetap akan mencariku serta berusaha membunuhku lagi”“Kau tau Rulita? Hingga detik ini aku sama sekali tak habis pikir dengan kelakuan suamimu itu, Darius sangat bodoh menyia-nyiakan istrinya dan bahkan menganggapmu berselingkuh, padahal kala itu Samuel hanya bermaksud menolongmu, terlebih dia juga sudah menikah dan amat mencintai istrinya”Kedua wanita berusia 45 tahun itu yang tak lain adalah Nancy dan Rulita sedang mengobrol sambil meng
“Apa?! Aleeka tidak ada? Apa kau sudah mencarinya ke semua tempat? Barangkali dia pindah ke tempat lain untuk membeli sesuatu”Daniel nampak cemas saat dia mendapat telpon dari supir pribadinya yang mengabarkan bahwa Aleeka tidak ada di restoran tempat terakhir kali dia meninggalkanya, dengan tergesa-gesa dia pun berjalan hendak kembali ke restoran tadi. Daniel merasa menyesal bahwa dia telah meninggalkan Aleeka seorang diri disana, terlebih hal penting yang dibicarakan oleh ayahnya adalah perjodohanya dengan putri dari sahabat ayahnya demi kepentingan bisnis.“Tetap disana dan cari ke semua tempat” ucap Daniel sebelum dia menutup telpon dan bergegas pergi, hingga melupakan ponselnya yang di lemparkanya ke atas ranjang saat meraih kunci mobil dan mengenakan kembali kemejanya.Ayah Daniel yang melihat putranya hendak kembali meninggalkan rumah berusaha menahan kepergian putra semata wayangnya itu, dan terjadi perdebatan antara ayah dan anak.“Apa susahnya kau menuruti omongan orangtua
Daniel pun melihat ke belakang melalui kaca spion. “Benarkah? Aku tidak memperhatikan, tetapi mungkin saja hanya kebetulan, kau jangan terlalu parno Aleeka”Sesaat Aleeka pun bernapas lega, karena melihat mobil yang dicurigainya berbelok arah, tak lagi berada di belakang mobil mereka.“See.. kau lihat kan? mereka hanya kebetulan saja satu arah dengan kita tadi, dan sekarang mereka mengambil jalan menuju tujuan mereka sendiri”Aleeka tak menimpali ucapan Daniel, harus dia akui semenjak dirinya sering menghadapi kasus penculikan, kini dia selalu mencurigai apapun, bahkan terkadang dia mencurigai orang-orang yang tak dikenalnya.Tiba di tempat makan, Aleeka pun sudah melupakan persoalan mobil yang membuntuti perjalananya, bersama Daniel dia ikut mengantri. Karena itu bukanlah restoran mewah yang bisa melakukan reservasi sebelumnya. Makanan yang diinginkan Aleeka adalah tempat makan di sebuah ruko kecil namun ramai pengunjung karena beritanya yang viral. Setelah beberapa saat, akhirnya ke