"Waktunya telah tiba."
Tuan Li menyerahkan secarik kertas besar pada Yu Shi yang langsung membacanya. "Ujian seleksi pemilihan pejabat negara..." Ia mendongak, kembali memandang Tuan Li dengan bola mata melebar. "Pada minggu ini, Guru?"
"Kenapa? Kau tak siap?"
"Tidak! Tentu saja saya siap!..." Yu Shi buru-buru menukas. "Saya hanya merasa sedikit gugup..."
"Oh, baguslah kalau hanya begitu. Aku nyaris khawatir kau tidak siap." Tuan Li tersenyum lebar. Sambil menepuk pundak muridnya, ia kembali meneruskan, "Kita telah berlatih sangat keras, Nak, dan kau telah memperlihatkan kemampuanmu yang sangat baik itu. Kau pasti akan lulus, Nak. Lebih dari itu, kau pasti akan menjadi zhuangyuan."
Nampak jelas Tuan Li sangat yakin dengan kata-katanya, Yu Shi pun ikut tersenyum lebar. "Terima kasih, Guru. Murid tidak akan mengecewakan Guru."
Keesokan harinya, Yu Shi disertai Tuan Li berangkat ke Ibukota An Chang.
"Keadaan di An Chang sudah tidak semegah saat yang lampau," Tuan Li mendesah kecewa saat memandangi An Chang yang memang terlihat jauh lebih sepi ketimbang saat pemerintahan Han lalu. Hanya sedikit orang yang melintas di jalan-jalan, dan langkah mereka semua begitu terburu-buru.
Yu Shi menukas, "Bagaimana tidak? Pemberontakan Cheng Xi Bo telah membuat mereka begitu trauma, apalagi mereka memang telah mengancam akan kembali membuat kerusuhan dalam waktu dekat. Semoga saja mereka tidak menyerang tepat di saat ujian kerajaan berlangsung."
"Bila kaisar bodoh itu masih cukup pintar untuk menyadari pentingnya ujian kerajaan, ia akan menempatkan jauh lebih banyak prajurit untuk menjaga keamanan di hari itu."
Mereka lalu masuk ke sebuah restoran mencakup rumah penginapan, kemudian memesan kamar. Mereka nyaris saja tidak mendapatkan kamar, saking ramainya rumah penginapan itu ditempati oleh orang-orang yang juga ingin mengikuti ujian. Begitu juga restoran di lantai bawah, juga dipenuhi oleh para pengikut ujian. Mereka makan dan minum sambil membaca bahan ujian, atau membicarakan hal yang bertemakan masalah dalam ujian.
Salah satu topik yang banyak dibahas dalam obrolan mereka adalah kemunculan anak-anak para saudagar kaya yang telah diramalkan akan menempati posisi-posisi teratas tahun ini. Para peserta ujian yang membicarakan hal itu biasanya akan dilanda perasaan frustrasi, merasa yakin mereka akan kalah dari mereka dan selanjutnya terpaksa pulang kampung dengan tangan hampa.
"Jangan kaupedulikan omongan mereka. Itu sudah jadi gosip tahunan para peserta ujian. Bahkan di zaman Han sekalipun," ujar Tuan Li sembari menarik Yu Shi agar mengikutinya naik ke lantai dua, kembali ke kamar mereka. "Lebih baik kau beristirahat supaya bisa mengikuti ujian dengan baik esok harinya."
Yu Shi tak pelak harus mengakui bahwa ia memang tegang. Hasil ujian ini bukan hanya menentukan nasib dan masa depannya, melainkan juga menjadi langkah awal untuk mengembalikan kejayaan dinasti yang dibangun para pendahulunya. Ia tidur dalam kegelisahan, terbangun sebelum matahari terbit, dan melakukan segala sesuatu dengan saraf yang menegang. Begitu juga saat ia memberikan salam saat hendak berangkat ujian. Tuan Li memandanginya dengan khawatir.
"Kau jangan terlalu tegang begitu, nanti salah jalan ke tempat lain. Seperti waktu itu," sang Guru mengingatkan.
Yu Shi tersipu. "Itu dulu. Tapi kali ini tidak akan, Guru."
Ketakutan Tuan Li tidak terbukti, Yu Shi cukup mampu mengendalikan kesadarannya sehingga dapat tiba di tempat ujian yang tepat. Kelihatannya ia tiba cukup terlambat, ruang ujian telah dipenuhi para peserta, dan ketika ia melangkah masuk, para pengawas ujian yang kebetulan masuk bersamaan dengannya membentak, "Kenapa kau datang begitu terlambat, anak muda. Ayo cepat masuk, ujian akan segera dimulai!"
Lekas-lekas Yu Shi menuju tempat duduknya, menunggu dengan harap-harap cemas para pengawas ujian yang mulai mengedarkan soal ujian. Dan saat lembaran soal disodorkan di hadapannya, Yu Shi mengangkat kuas tintanya, bersiap menuliskan jawaban.
Tapi sedetik kemudian, tangan kanannya membeku di udara, sementara bola matanya membelalak, tak dapat mempercayai apa yang dilihatnya tertera di lembaran soal tersebut.
I... Ini... Bagaimana aku harus menjawabnya? Ya, bagaimana ia harus menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang begitu menjebak. Ia adalah keturunan langsung Dinasti Han, sementara lembaran soal ujian di hadapannya mengharuskannya membuat essay yang mengomentari dan menghujat pemerintahan Han. Terutama pemerintahan Kaisar Han Cheng Shi yang membawa negeri menuju kehancuran.
Yu Shi benar-benar terjepit dalam dilema. Ia tidak mungkin menuliskan essay untuk menjelekkan keluarganya sendiri, namun bila ia memberikan essay yang membela keluarganya, bukankah malah membawanya kembali ke dalam lembah kekelaman? Tangannya yang menggantung di udara perlahan-lahan kembali turun ke atas meja, akan tetapi tidak seperti peserta lain yang kini sibuk menuliskan jawaban, ia hanya bisa termangu tanpa bisa menuliskan apa-apa. Dan saat waktu ujian dinyatakan habis, hanya lembaran kosong yang dapat ia serahkan pada para pengawas.
Tuan Li kurang lebih telah dapat menebak hasil seperti apa yang didapatkan Yu Shi, karena mimik depresi yang ditampakkan pemuda itu sangat jelas. "Kau tidak berhasil?" "Lebih parah lagi, Guru. Aku tidak bisa memberikan jawaban apapun." Selanjutnya Yu Shi menceritakan apa persisnya yang telah dialaminya. Tuan Li segera bangkit berdiri, berseru marah. "Mereka jelas telah melanggar ketentuan! Bahkan negara dengan pemerintahan terbodoh sekalipun tidak akan mengeluarkan jenis soal seperti itu!" "Percuma saja Guru. Rasa-rasanya memang seperti itulah jenis soal yang mereka ujikan setiap tahunnya," Yu Shi menggumam letih. "Kalau begini caranya, kita harus menempuh cara lain..." Tuan Li menarik nafas, kemudian menepuk bahu Yu Shi. "Ya, pasti ada cara lain."*** Dua tahun kembali berlalu, namun Yu Shi masih belum mendapatkan jalan masuk ke istana. Tuan Li telah mencoba
"Berangkat!" Yu Shi duduk di atas kuda putihnya, menyerukan aba-aba pada pasukannya yang langsung berderap maju. Saat itu masih pagi buta dan para prajurit belum terjaga sepenuhnya, bagaimanapun instruksi yang datang dari atas mengharuskan mereka bergerak di saat musuh masih terlelap. Yu Shi mengamati pasukannya tidak dengan sepenuh hati mengikuti aba-abanya. Mereka berjalan dengan langkah berat dan gontai. Yu Shi mendesah. Timnya terdiri dari pasukan yang seluruhnya berasal dari kaum awam dan tidak memiliki pengalaman perang sama sekali, tentu saja mereka tidak bisa diharapkan memiliki mental selayaknya seorang prajurit. Memang Panglima Liu selaku panglima tertinggi dapat memaklumi keadaan mereka sehingga mengizinkan mereka berada di barisan belakang, tetapi bagaimanapun ini adalah perang. Segalanya menjadi tidak pasti. Bisa saja mereka tahu-tahu diinstruksikan maju ke barisan paling depan. Betapapun, Yu Shi masih bisa sed
Jenderal salah besar. Dia sendiri tidak pernah mengamati langsung para prajuritnya, karena itu dia tidak tahu seberapa besar rasa takut para prajurit terhadap An Dao Dui, dan strateginya yang memutar jalan berbelit-belit itu tidak melenyapkan ketakutan mereka, yang ada hanya memperpanjang perang dan semakin lama mengekang mereka dalam rasa takut. Kalau saja ada cara yang lebih baik... Secara kebetulan ia melihat salah seorang prajurit yang merupakan anak buahnya melintas. Yu Shi bergegas menghentikan si anak buah. "Kau tahu, seperti apa persisnya An Dao Dui?" "Maafkan saya, Tuan. Saya sendiri juga kurang mengerti karena belum pernah melihat mereka secara langsung. Hanya menurut kabar burung saja, kalau mereka..." "Ada di antara kalian yang pernah melihat An Dao Dui dengan mata kepala sendiri?" Si prajurit berpikir sejenak. "Katanya A Lan pernah bertatap muka langsung dengan mereka." "
"Akhirnya kau sendiripun ikut ketakutan terhadap An Dao Dui?" tanya Cao Xun. Yu Shi menggeleng. Cao Xun kebingungan. "Tapi kau sendiri yang memerintahkan kami semua untuk mundur?..." "Percuma saja melawan mereka. Mental pasukan kita sudah kalah sebelum bertempur. Pula musuh sangat pintar menciptakan efek dramatis dengan muncul dari daerah berkabut tebal serta memakai pakaian dan cadar serba hitam." Yu Shi meletakkan siku tangannya ke atas kakinya yang duduk bersila. "Dan aku juga tidak takut terhadap Song Qiu. Hanya saja kata-katanya barusan memberikanku letikan ide." Cao Xun langsung tertarik. "Ide?" "Ya," Yu Shi lantas bangkit berdiri. "Aku ingin pergi ke suatu tempat. Sementara itu, tolong bantu aku mengawasi prajurit dan keadaan. Bila terjadi sesuatu, segera kirimkan si Perak kepadaku." Si Perak adalah burung merpati peliharaan Yu Shi. "Tapi kau mau pergi ke ma
Enam jam telah berlalu. Matahari pagi telah merekah menyinari ufuk timur, tapi si orang bercadar masih belum kembali juga. Yu Shi mendesah panjang. Bukan hanya tidak mendapatkan pawang, sekarang ia juga kehilangan kuda putih kesayangannya. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya karena terlalu mudah mempercayai seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Bagaimana kalau orang itu benar mata-mata? Bagaimana kalau ini semua ternyata adalah permainan Cheng Xi Bo untuk menjebaknya? Ia merosot jatuh, bersimpuh pasrah di atas tikar kemahnya, lantas menggelengkan kepala kuat-kuat. Gagallah sudah rencana terakhirnya, akhirnya ia hanya bisa membiarkan nyawanya berakhir di sini. sekarang. Dan setelah di akhirat nanti, ia masih harus menghadap arwah keluarga dan leluhurnya yang pastinya meminta pertanggung jawabannya, mengapa ia gagal mewujudkan misi suci ini. Seorang prajurit menerobos masuk ke dalam kemah dengan terburu-buru, "Tuan! Pasuk
Dengan berhasil dikalahkannya An Dao Dui, maka kekuatan Cheng Xi Bo secara drastis berkurang jauh. Hanya dibutuhkan beberapa hari untuk menumpas habis pemberontakan itu. Cheng Xi Bo sendiri terlalu malu untuk mengakui kekalahannya bunuh diri dengan menebas lehernya sendiri, dan mayatnya ditemukan tak jauh di tepi sungai Jiang Chang. Panglima Liu menepuk pundak Yu Shi dengan bangga. "Kaulah penentu kemenangan ini, Li Run Fang! Bila kau tidak mendapatkan ide tersebut, malah mungkin kita yang akan dibunuh oleh Cheng Xi Bo!" Yu Shi menundukkan kepalanya, menjawab dengan nada penuh kerendah hatian. "Jenderal terlalu memuji Ide itu pula bisa saya laksanakan berkat bantuan seseorang" Namun ia tak berhasil menemukan penolong misteriusnya. Para pawang menolak untuk memberitahukan identitas si cadar, dan kudanya tiba-tiba saja telah terikat di samping kemahnya. "Kita akan sege
"Puteri Pertama, Puteri Kedua dan Puteri Ketiga, telah tiba!" Seruan sang pengumandang lah yang mampu mengalihkan perhatian seluruh aula dari Yu Shi. Mereka segera memutar tubuh seraya menghaturkan hormat pada ketiga puteri yang kini berdiri di singgasana kerajaan. "Hormat kepada Yang Mulia Puteri. Semoga Yang Mulia sekalian diberkati Langit dan panjang umur sampai sepuluh ribu tahun!" Yu Shi pula ikut menghaturkan hormat pada ketiga puteri tersebut, seraya memandangi mereka dengan seksama. Ia sudah tahu, Kaisar Liang tidak memiliki putera seorangpun walaupun ia telah bercinta dengan sebanyak mungkin wanita yang diinginkannya, Langit hanya berkenan memberikannya tiga puteri mahkota. Puteri pertama Liang Ying Lan persis seperti desas-desus yang beredar, sangat cantik dan menawan. Ia pula terkenal pintar, handal, dan berkharisma. Semua orang - pria dan wanita senantiasa bersedia tunduk
"Kenalilah musuhmu, kenalilah dirimu sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah Langit, kenalilah Bumi, maka kemenanganmu akan menjadi lengkap." Dengan tegas dan gamblang, Yu Shi memaparkan isi dari Kitab Seni Perang Sun Tzu seperti yang diminta Kaisar Liang. Kaisar paruh baya itu mengangguk-anggukkan kepalanya, kekaguman yang terpancar dari sorot matanya semakin besar. Begitu pula dengan para menteri dan pejabat pemerintahan lain yang duduk menatapnya dari sudut ruangan yang lain. "Bagaimana dengan sastra dan kebudayaan? Kau juga menguasainya seterampil kau menguasai bidang ini?" Perdana Menteri bertanya. "Ya, Tuan. Saya juga menguasainya." Selanjutnya Yu Shi menjabarkan beberapa karya sastra klasik yang telah dipelajarinya berulang kali - karya sastra pilihan yang menurut Tuan Li pasti akan dapat memenangkan hati siapapun yang mengujinya. Dan benar saja, k