Share

7 - I've Been Waiting For You

"Kau yakin?"

Anna mengulum bibirnya sambil menaikkan kedua alis. Tangannya sibuk menggoyangkan seloki sementara ekor matanya terus mengawasi pria yang mondar-mandir di depannya.

"Aku tahu seperti apa dia, dan aku yakin dia akan datang."

Terdengar suara terkekeh dari ujung sambungan telepon. "Kau memang gila kontrol, Anna Smith."

Anna tertawa kecil. Wajahnya terangkat membuat lehernya melengkung.

"Sudahlah, Mijung, kau hanya membuang waktuku. Aku harus bersiap-siap. Dia akan datang sebentar lagi," ucap bibir seksi itu.

"Sialan, Anna Smith. Kau mempertaruhkan jutaan dolar demi keinginan gilamu? Aku tidak bisa membayangkan jika dia akan benar-benar menolak berinve-"

"No ... no ... no." Anna menggoyangkan jari telunjuk bersamaan dengan kepalanya yang menggeleng. "Itu tidak akan terjadi," ucap Anna.

"Hei, Josh." Dengan gerakan telunjuk dan jari tengah, Anna memanggil pengawal pribadinya. Pria yang mendapatkan isyarat itu langsung menghampiri majikannya. "Mana kunci ruanganku?" bisik Anna.

Josh mengerutkan dahi. Ada banyak kunci di tangannya dan ada banyak ruangan di apartemen Anna tentu Anna harus menjelaskan dengan detail ruangan mana yang dimaksudnya.

"Astaga ...." Anna menggelengkan kepala. Wanita itu mendelikkan matanya sambil melayangkan satu tangan ke udara. Dia kembali menatap Josh. "Red room, Josh. Hurry!" bentak Anna.

Mulut Josh terbuka. "Ah ... ya." Josh mengangguk. Sepertinya dia mengerti dengan kata kunci itu.

"Cepat ke sana!" perintah Anna. Seperti biasa pria itu tidak menjawab dan langsung menjalankan perintah majikannya.

"Astaga, Anna Smith, kau harus berhenti membentak calon suamiku." Suara di seberang sambungan telepon memprotes seorang Anna Smith.

Anna terkekeh kecil. "Serius? Mijung Kim, kau itu gadis tercantik versi Asia. Semua lelaki akan berteriak saat melihat tubuhmu, dan kau memilih Josh untuk berfantasi? Ck ... ck ... ck!" Anna menggelengkan kepalanya.

"Anna, mungkin karena kau telah hidup selama belasan tahun bersama pria Afro-Amerika itu, makanya kau tidak bisa melihat sisi kharismatiknya. Sungguh, aku selalu bergetar saat melihat bodyguard-mu itu. Sialan! Aku ingin sekali mengambilnya darimu. Setidaknya aku tidak akan membentaknya sebanyak dirimu. Kecuali saat di ranjang. Haha ...."

Anna tertawa geli. Kepalanya terus menggeleng. Dia tidak bisa mengerti pemikiran gadis Asia yang sudah menjadi sahabatnya selama tujuh tahun itu. Gadis yang terlahir sempurna dengan postur tubuh dan wajah yang memesona. Kim Mijung memiliki ketertarikan kepada pria Afro-Amerika yang umurnya terlampau jauh dengannya.

"Berhenti berfantasi liar dan segera kerjakan pekerjaanmu. Astaga! Kau bilang kau bekerja keras untuk proyek ini, tapi lihatlah dirimu, kau bahkan hanya sibuk memprotes keputusanku dan menjadikan itu alasan untuk menanyakan kabar Josh." Anna menggerutu walau dengan nada halus.

"Ya ... ya. Baiklah, Nyonya Anna Smith. Aku akan mendengarkanm, tapi kau harus janji, kau akan meneleponku setelah pekerjaanmu ... upps!" Mijung menjeda kalimatnya. Gadis itu paham di mana letak kesalahannya. "Mianhae," ucapnya. Dia menggunakan bahasa dari negara asalnya artinya maafkan aku. "Maksudku, jika kau sudah selesai hubungi aku, oke." Lanjut Mijung.

"Hem!" Anna bergumam.

"Hehehe ...." Mijung kembali tertawa. "Enjoy your rough game, Ms. Anna," ucapnya.

"Hem ...." Anna kembali menyahut dengan nada berat. Jarinya beralih menekan tombol merah di layar ponsel. Dia mematikan sambungan telepon lalu melempar ponselnya ke sembarang arah.

Gadis itu meraih bungkusan rokok tak jauh dari tempat duduknya. Hanya berjarak lima senti dengan lututnya. Mengeluarkan sebatang rokok dari dalam bungkusan itu, Anna pun langsung membawa benda pereda emosi itu ke bibir seksi yang berbalut lipstik merah. Menyalakan pematik untuk bisa langsung menikmati kenikmatan dari benda tersebut.

Anna menghisap batang filter berwarna putih sambil menutup mata. Ia menarik punggung hingga menyentuh sandaran sofa. Anna menangadahkan wajahnya ke langit-langit ruangan. Gadis itu tengah menikmati nikotin dari dalam rokok. Dia menghisapnya perlahan agar nikotin itu bisa masuk dan menyebar hingga ke otaknya. Anna membutuhkan itu untuk membuat pikirannya tenang.

Rokok dan alkohol selalu satu langkah di depan Xanax, obat yang selalu ia minum saat tiba-tiba terserang panic attack.

"Ms. Anna," panggil seseorang.

"Ya, Debby." Anna menjawab dengan nada lembut membuat pelayanan rumahnya tersentuh. Anna memang tidak seburuk yang terlihat. Buktinya ia tidak pernah memperlakukan Debby seperti budak. Anna tidak sembarangan memerintah. Anna penuh kelembutan, tapi sayangnya tak semua orang bisa melihat hal itu.

"Saya sudah siapkan air hangat untuk berendam."

"Kau menambahkan essentials oil?" tanya Anna dia masih menatap ke langit-langit ruangan.

"Iya, Ms. Anna."

"Aroma citrus?"

"Ya," sahut Debby.

"Haahhh ...."

Anna melenguh sambil melonjorkan kakinya. Entah mengapa hari ini terasa begitu berat bagi seorang Anna Smith. Dia kembali menghisap rokoknya dalam-dalam. Puas dengan semua itu, Anna pun menaruh puntung ke dalam asbak lalu menegak wiskinya.

Anna bangkit. Dia mulai berjalan menuju kamarnya.

"An- what the- oh, shit!" Josh membuang muka dengan cepat saat tubuhnya hendak berpapasan dengan Anna dan dia melihat Anna sedang berjalan sambil melepas pakaiannya.

Anna terkekeh melihat bagaimana tingkah Josh yang menjadi panik. Pria itu bahkan membawa telapak tangan untuk menutupi wajahnya saat dia benar-benar akan melewati pintu kamar Anna.

"Astaga ...." Josh bergumam seraya menggelengkan kepalanya."Dia selalu seperti itu." Josh mengembuskan napas berat sambil menggelengkan kepalanya.

****

Setengah jam berendam air hangat membuat Anna mendapatkan relaksasinya. Mood-nya telah kembali dan dia telah bersiap.

Mini dress ketat berwarna hitam. Dengan bagian dada yang terbuka sedikit dalam hingga kebagian dada. Tali spaghetti. Butiran berlian pada hampir setiap bagian gaun. Anna memandang dirinya penuh takjub. Ia memutar-mutar tubuh sambil mengepit-epitkan bibir.

"Good ...," gumamnya.

Puas memandang diri di depan cermin, Anna pun beranjak dari sana. Membuka lemari besar berisi berbagai macam koleksi sandal dan sepatu dari berbagai merek terkenal. Warna merah yang mendominasi setiap barisan sepatu mewah itu. Dari sekian banyak merek terkenal dan mahal, Anna Smith meraih sepasang sandal hak tinggi bertuliskan Gucci. Warna merah metalik memang yang terbaik untuk mengimbangi mini dress berwarna gelap yang ia kenakan.

Setelah memasang sepatu, Anna pun bangkit. Ia menuju meja rias. Memoles make up adalah keahliannya. Wanita itu hanya butuh tiga menit untuk bisa tampil layaknya seorang model dunia. Sentuhan terakhir untuk membuat penampilannya makin menarik adalah lipstik. Kali ini dia memilih nuansa plum. Anna kembali mengepit-epitkan bibir sambil memandang wajahnya depan cermin.

"Done." Anna mengecup bibirnya hingga menimbulkan bunyi khas.

Wanita muda itu berjalan penuh percaya diri. Ketukan sepatu hak tinggi berwarna merah menggema di sepanjang koridor hingga ke ruang tengah.

"Makan malamnya sudah siap, Ms. Anna." Debby kembali menyapa majikannya. Dia yang awalnya menunduk kini mulai mengangkat kepala saat bayangan Anna berhasil melewatinya.

Debby terkesiap. Dia menggelengkan kepala sambil batinnya terus berdecak kagum.

'Bagaimana bisa dia memakai pakaian seperti itu hanya untuk makan malam? dan lagi, kenapa tuan Josh menyuruhku mengatur makan malam romantis jika hanya ada nyonya Anna di sana.' Debby membatin. Sejujurnya wanita setengah baya itu sangat penasaran dengan majikannya.

Well, selama empat tahun bekerja sebagai houskeeper di apartemen Anna, tak pernah sekalipun Debby tidak merasa penasaran dengan sikap misterius majikannya. Namun, kali ini majikannya benar-benar sangat tidak bisa ditebak. Lihat saja, dia tengah asik menatap lilin di depannya sambil bibir seksinya terus menunggingkan senyuman.

"Gadis malang," gumam Debby. Ia kembali menggoyangkan kepala.

Bunyi bel pintu yang menggema membuyarkan lamunan Debby. Wanita itu sempat mengerutkan dahi. Debby melempar tatapan tepat saat Anna melirikan matanya pada Debby. Anna tersenyum. Wanita itu mengedikkan kepala menunjuk ke arah pintu.

Setelah mendapatkan isyarat itu, Debby langsung melesat menuju pintu. Namun, dalam pikirannya dia terus meraih-raih siapakah yang hendak bertamu pada rumah majikannya.

Sementara itu, di meja makan yang telah dihiasi dengan lilin, bibir Anna tidak mau berhenti tersenyum.

"Aku tahu kau akan datang," gumam Anna. Dia terus menatap lilin di depan sambil menopang dagu dengan tangan kirinya. Jemari di tangan kanannya berirama mengetuk meja makan.

Mata Anna mengekori langkah kaki Debby. Dia menghitung dalam hati dan seolah penasaran dengan hasilnya, Anna tidak mau mengedipkan mata.

"Selamat malam, selamat datang," sapa Debby.

"Ms. Anna Smith?"

Anna menyeringai mendengar suara bass berat yang barusan menyebutkan namanya.

Debby mengerutkan dahi saat matanya berhasil mengenali sosok yang sedang berdiri di depannya. Dia menggoyangkan kepala untuk menarik kesadaran. Perlahan wanita itu mulai menoleh kebelakang. Matanya kembali bertemu dengan manik berwarna hazel milik sang majikan.

Anna kembali mengedikkan kepala, menyuruh Debby untuk segera memasukkan tamunya.

"Silahkan masuk, Ms. Anna sudah menunggu Anda," ucap Debby. Dia membuka pintu lebar-lebar.

Tamu yang baru saja masuk itu merasakan debar-debar hebat dalam dadanya. Ketika sepatu kulit mahalnya melewati pintu rumah itu, dia tahu bahwa di sinilah letak kelemahannya. Dia tahu jika bahaya sedang menantinya dan dia tahu jika dia akan hancur malam ini.

"Hai ...." Anna berdiri. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum.

"Ha-hai." Tamu Anna itu menggagap. Sebenarnya dia terkesiap melihat penampilan wanita yang tengah berdiri di depannya dengan senyum yang terlihat seksi.

Pria itu bahkan harus menahan napas ketika jarak yang dia lalui semakin membawanya pada wanita yang telah berhasil menyihir dirinya itu.

"Aku tahu kamu pasti akan datang, Anderson." Anna tersenyum. Dia membuka kedua tangannya.

Anderson Baldwin. Dia berhenti tepat di depan Anna. Rahangnya mengencang sejenak kala netranya kembali bertatapan dengan manik hazel milik gadis di depannya. Gadis yang sudah berhasil membuatnya uring-uringan sepanjang hari.

"Anna Smith," panggil suara serak dan ... sedikit terdengar basah.

"Selamat datang, Tuan Baldwin."

Anderson mengikis semua jarak yang tersisa untuk meraih kedua tangan di depannya. Dia bergidik ketika hidungnya menabrak wangi parfum milik Anna.

"Aku sudah menantikanmu."

_______________

TO BE CONTINUE~

Send me a VOTE please ;)

Dreamer Queen

Ayoo~ tekan VOTE-nya ;) Oh ya, sekedar info, NOVEL ini bernuansa Romansa Dewasa, jadi beberapa bagian akan menyuguhkan adegan dewasa. Hal-hal yang berhubungan dengan konten kekerasan, rokok, alkohol dan seksualitas (explicit) pastikan kamu sudah 18+ ya Dear ;)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status