"Mbak, jadi gak nganterin aku ke rumah Devan?"
"Ma'af ya Sil! Aku lupa, kalau aku gak bisa antar kamu, hari ini aku mau ke rumah Kakak ku, Ma'af ya sekali lagi!" ucap Mbak Ridha sambil menggenggam tanganku.
"Eum, ya sudah," jawabku sambil memberengut.
Aku sedikit agak kecewa karena Mbak Ridha tidak jadi menemani ku ke rumah Devan, kemarin sore dia berjanji akan mengantarkan ku, namun karena dia ada urusan lain, akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendiri.
Sebenarnya aku sangat lelah dan mengantuk, ingin sekali aku merebahkan tubuh ini dan beristirahat sejenak, karena hampir semalaman aku terjaga mataku tak kunjung terpejam, di otakku terus berputar memikirkan perkataan Mbak Ridha, yang mengusulkan ku untuk menerima tawaran kerja dari Devan, agar aku bisa melunasi hutang ibu.
Atas dorongan dari Mbak Ridha, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran Devan, meski aku tak tau pekerjaan apa yang akan aku jalani nanti, memang ada sedikit keraguan di hati ini, namun ini satu-satunya jalan keluar dari masalah ku.
Ku tatap dan ku baca alamat yang tertera di kartu nama, kata Mbak Ridha tempatnya tak begitu jauh, hanya memakan waktu 10 menit dengan naik angkutan umum berwarna biru, nomor 15. ku berdiri di tepian jalan depan cafe sambil menunggu angkot lewat.
Tak beselang lama dari arah kanan ada angkutan umum seperti yang di sebutkan oleh Mbak Ridha, hendak melintas, gegas ku lambaikan tangan, dan kendaraan itupun berhenti di hadapanku, lalu aku masuk duduk di kursi depan karena kebetulan tak ada penumpang.
"Kemana Neng?" tanya supir angkot bertubuh gemuk dengan kaos merah memakai topi hitam yang di putar ke arah belakang.
"Ke alamat ini bang!" ucapku seraya menyodorkan kartu nama. Dia pun mengerutkan keningnya, lalu pandangannya beralih lurus ke jalan.
"Siap!"
Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, jalanan kota ramai lancar sehingga cepat sampai di tujuan, karena masih pukul 15.10, orang-orang masih bergelut dengan aktivitasnya sampai waktu kerja usai petang nanti.
"Berapa bang?"
"Goceng,"
"Oh, ini bang," kataku sambil memberikan selembar uang kertas sesuai yang di minta Abang sopir.
Ku turun dan berdiri di depan gerbang pagar yang tinggi sekitar 3 meter, ada scurity yang sedang berjaga di gerbang.
"Permisi Pak! Apa benar ini rumah Pak Devan?" tanya ku pada scurity yang berjaga di depan gerbang.
"Iya bener, ini rumah Pak Devan, ada perlu apa Mbak?"
"Saya ingin bertemu dengan beliau,"
"Oh, Mbak, silahkan laporan dulu ke scurity yang jaga di pos!" ujarnya sambil menunjukkan ke arah yang di maksud.
Aku pun berjalan ke arah pos, "Permisi Pak, Selamat sore?" ucapku sambil membungkuk, dan melongok ke jendela pos jaga.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" jawab Pria berseragam putih dan celana biru Dongker, dia menatapku seraya melipat kedua tangannya di meja.
"Iya Pak, saya mau bertemu Pak Devan, bisa gak?"
"Apa Mbak sudah ada janji sebelumnya dengan Beliau?"
"Iya, saya sudah ada janji kemaren siang,"
"Nanti dulu ya Mbak! Saya mau menghubungi Pak Devan terlebih dahulu, untuk menginformasikan,"
"Iya Pak." Aku berbalik badan sambil menatap jalanan yang lengang, selang beberapa saat.
"Mbak, silahkan masuk!" ucap scurity jaga menunjuk ke arah gerbang.
"Terimakasih Pak," ucapku sambil mengulas senyuman. Aku pun berjalan ke arah gerbang pagar yang sudah di buka oleh Pria berseragam itu.
"Ayo Mbak, saya antarkan," ujar Pak satpam yang bertugas menjaga gerbang.
"Terimakasih Pak," balasku sambil tersenyum di barengi dengan anggukan.
Aku pun mengekor dari belakang Pria bertubuh tinggi besar dan tegap itu, ku melewati pekarangan rumah yang sangat luas kanan kiri jalan menuju teras di tumbuhi pepohonan yang rindang, dan bunga-bunga cantik warna-warni.
Sesampainya di depan teras aku di sambut oleh Pria berjas hitam dan celana warna senada, "Nona Silvi, silahkan masuk! Anda sudah di tunggu oleh Pak Devan, di ruangannya!"
Aku mengangguk, "Iya Pak,"
"Mari, ikut saya!"
Aku pun masuk ke ruang tamu yang megah, interior seisi rumah bernuansa klasik dan elegan, aku mendongak, mataku mengedar menatap kesekeliling, aku sungguh takjub melihat penampakan rumah Devan yang megah bak istana di negeri dongeng.
Seumur hidupku, baru kali ini kaki ku menginjak lantai marmer yang indah dan mengkilat.
"Ya Tuhan, ini rumah, apa istana," gumam ku, berdiri mematung.
"Nona, ayo masuk!" ajak Pak Reno menepuk pundak ku, aku terhenyak dan tersadar dari lamunan.
"I,iya Pak." Aku tergagap.
Ku ikuti langkah Pak Reno melewati ruangan-ruangan luas dan mewah, kami melewati beberapa pelayan perempuan dari usia 30 sampai 35 menurut perkiraanku, semua mengenakan seragam putih, mereka menautkan kedua tangannya di depan merundukkan tubuhnya dan mengangguk hormat Pak Reno.
Sampai kami di depan pintu berwarna putih, Pak Reno mengetuk ruang kerja Devan, dan terdengar sahutan dari dalam mempersilahkan kami masuk.
"Ayo Nona!" Pak Reno membuka pintu dan menyuruh ku untuk masuk terlebih dahulu, aku pun mengangguk hati ku kebat-kebit perasa'an ku tak jelas dan susah di gambarkan, ketika aku masuk keruangan Devan.
"Iya Pak." Aku tak bisa berkata apapun, ku berjalan ke arah Pria berkemeja putih dan jas hitam dia menegakkan tubuhnya seraya menautkan kedua tangannya di atas meja.
"Silahkan duduk Nona!"
"Te-terimakasih Pak,"
Pak Reno menggeserkan kursi berwarna hitam dan empuk untuk ku duduk.
"Nona." Dia memegang ujung sandaran kursi lalu membungkukan badan di samping tubuh ku, "Anda harus tau! Panggil Bos saya dengan sebutan Tuan Devan! Semua pelayan di sini memanggil beliau seperti itu, tak terkecuali dengan anda Nona!" bisiknya.
"Iya, baik Pak Reno," jawabku sambil mengangguk patuh, Nafas ku tersengal, aku mendadak takut berada di dalam sini, namun aku harus tetap tenang dan berfikir positif tentang Pria di depan ku.
"Nona, ada perlu apa, anda datang kesini?" tanyanya dingin, seolah-olah dia lupa apa yang ia katakan kemaren siang, bukannya dia menawarkan pekerjaan pada ku.
Aku sangat gugup berhadapan dengan Pria tampan dan menawan, dengan wajah di tumbuhi jambang, ku tundukan kepala ini tangan ku meremat ujung kemeja hitam seragam kerja ku, untuk membuang rasa canggung.
"Tuan bukannya, kemarin Anda menawarkan pekerja'an kepada saya?"
"Eum." Devan manggut-manggut, lalu ia menggaruk dahi dengan jari telunjuknya, sepertinya ia sedang berfikir, "Shh, iya, saya lupa," jawabnya mendesah.
Ku tarik nafas pelan, dan menatap sekilas lalu ku menunduk kembali, hati ku bergetar kala menatap wajahnya yang karismatik itu.
"Apa masih ada kesempatan, untuk saya melamar kerja di sini?"
"Tentu, masih ada, apa Anda serius?" Devan menaikkan alisnya, meletakkan kedua sikutnya di meja dengan jemari saling bertautan, di bawah dagu, seraya mencondongkan tubuhnya ke depan, "Apa Anda sudah fikirkan, masak-masak? Tentunya, Anda harus melepas pekerjaan sebelumnya!"
"Sudah Tuan, saya sudah fikirkan semuanya, dan saya akan berhenti dari pekerjaan, saya, besok saya akan kirim surat pengunduran diri,""Eum, baik kalau begitu, jadi, Anda bersedia bekerja dengan saya? Menjadi asisten pribadi saya!" tanyanya lagi meyakinkan."Iya, Tuan, saya bersedia,""Apa Anda bersedia, dengan pekerjaan apapun yang akan saya perintahkan, dan akan Anda turuti! Menjalankannya dengan baik!""Iya,""Nona Silvi, apa Anda sungguh-sungguh?" tanya Devan lagi, itu pertanyaan sudah kesekian kalinya yang keluar dari mulutnya."Siap Tuan," jawabku tegas. Devan menoleh pada Pak Reno seraya menganggukkan kepala di barengi dengan kedipan mata.Aku tak tau maksudnya apa? Dan aku juga tak tau itu kode apa, yang di berikan oleh Devan pada Pak Reno. Devan bangkit dia menggerakkan kepalanya, Pak Reno pun mengambil alih posisinya. Dia duduk di kursi yang barusan di duduki oleh Devan, Pria yang di panggil Bos itu pun berdiri menyaksikan kami.
"Silahkan masuk Nona! Ini kamar Anda,""Iya, terimakasih Bi," jawabku pada perempuan berbadan gemuk rambut pendek sebahu, dengan baju putih tulang dan rok span setengah betis, namanya Bi Rika, sebelum mengantar ku ke kamar ini, aku di kenalkan oleh Devan, dia adalah kepala asisten rumah tangga."Ayo masuk! Tak usah sungkan!" serunya ramah, sambil membukakan pintu kamar, yang berada di lantai dua, rumah Devan yang luas dan megah."Iya Bi," angguk ku dengan rasa canggung, aku berjalan masuk ke kamar yang di tujukan untuk ku, aku mendongak, pandangan ku mengedar ke seluruh ruangan."Non, silahkan istirahat dulu! Kalau mau ganti baju, silahkan ambil! di dalam lemari yang sudah tersedia, Tuan muda sudah mempersiapkan semua kebutuhan Non Silvi, di sini!" ucapnya ramah."Terimakasih banyak, Bi," ucapku, tak ada kata lagi yang harus aku ucapkan selain kata itu."Non, bila mau mandi, kamar mandinya di sebelah sana!" ucapnya lagi menunjukkan jarinya k
Devan membungkukkan badannya kaki dia mulai naik lagi ke atas tempat tidur, mendekati ku satu tangan menumpu, di sisi kanan tubuhku."Saya suka, dengan gadis seperti mu, malu-malu kucing, berpura-pura menolak, padahal kamu menginginkannya bukan? Hm."Tangannya meraih pipi ku, lalu jemarinya menyisir rambut. Dia menarik kepalaku mendekatkan wajahnya dengan wajahku kembali. Nafasku semakin sesak, aku tak tau harus berbuat apa, tanganku mengepal seraya memegang kerah bajuku dengan kuat, satu tanganku meremas sprei putih motif mawar, pembungkus kasur busa yang aku duduki.Tubuhku gemetar, keringat dingin pun bercucuran membasahi pelipis, kakiku lemas, rasanya aku ingin sekali berlari, dan meloloskan diri dari cengkeramannya, namun apalah daya. Aku tak bisa berbuat apa-apa tubuhku seakan membeku, tak ada kekuatan dalam diri ku, untuk melawan Pria bejat di hadapan ku ini."Tolong Tuan, lepaskan saya!" Aku tak bosan-bosannya meminta belas kasih darinya agar di
Aku sangat letih, tenggorokan kupun rasanya sangat haus. Tanganku bertumpu di lantai untuk membantu ku bangkit, lalu ku duduk di tepian ranjang. Aku meraih gelas bening berisi air mineral, dan meminumnya dengan segera hingga tak bersisa, rasanya segar menjalari tenggorokan ku.Ku usap wajah ini, dari atas sampai leher masih terasa bekas ciuman baj*ngan itu, aku sangat jijik benar-benar jijik. gegas ku berlari ke kamar mandi yang berada di seberang tempat tidur, di balik tembok dekat lemari pakaian.Ku putar keran dan air pun mengalir, aku menadahnya dengan tangan, ku basuh muka sampai ke leher, dan mengambil sabun wajah yang berada di depan cermin, ku tuangkan ke telapak tangan dan menggosoknya ku usapkan ke wajah ini hingga berbusa.Wangi dari aroma sabun sangat menyegarkan membuat diri ini rileks, sejenak aku melupakan kejadian yang tadi ku alami, berharap si Devan tak kembali lagi ke dalam kamar ini, setidaknya sampai besok malam, atau beberapa jam kedepan.
"Cukup Tuan! Jangan hancurkan masa depan saya! Apa salah saya?" ucapku dengan suara lirih."Kamu tak punya salah, yang jadi masalahnya, kamu terlalu cantik, dan kau mengingatkan ku pada orang yang pernah mengisi hidup ku, tapi dia kini telah pergi,""Lalu, apa hubungannya dengan saya?"Dia menggeleng sembari menarik sudut bibirnya. Devan membungkukkan badan ke arah ku, menumpu kedua tangannya di sisi tubuhku, kedua kakinya melebarkan paha ku, dalam hitungan detik mahkota ku yang sangat berharga akan segera di renggut oleh pria bej*t ini. Kini aku benar-benar hancur hanya bisa pasrah dengan nasib yang aku alami."Pejamkan mata mu sayang! Rasakan dan nikmati sentuhan yang aku berikan! Aku takkan menyakiti mu, aku hanya ingin membawamu ke dalam puncak kenikmatan!" bisik Devan.Dia mendekap tubuh ku dengan erat, bibirnya menepi di bibirku aku mengatup dan tak sudi membukanya, wajahnya turun menyusur ke leher pangkal janggut dan jambangnya yang kasar menyent
POV Devan.Hm... Menikah kata dia, aku tak ingin ada ikatan dengan perempuan, aku lebih suka seperti ini, cukup sudah! Aku merasakan kehilangan dan sakit hati karena di tinggalkan oleh seorang Istri. Dengan seperti ini aku takkan pernah merasa kehilangan ataupun sakit hati lagi.Ku duduk menyilang kaki di sofa kamar ku, sambil meletakan kedua tangan yang bertaut di bawah kepala, yang ku sandarkan di sandaran sofa.Ku senyum-senyum sendiri, hati ini merasa puas dan bahagia bahwa aku sudah berhasil merebutnya dari gadis itu. Gadis cantik polos dan masih suci. Aku suka dengan dia, sejak pertama kali aku bertemu dengannya di cafe waktu itu.Aku terus memikirkannya, ada rasa ingin memiliki, namun aku tak mau ada ikatan di antara kami, satu hari setelah bertemu dengannya, gegas ku perintahkan Reno asisten pribadi ku, yang selalu siap membantu dalam segala urusan ku, untuk mencari informasi tentang dia kepada teman dekatnya juga Bu Maya sang owner cafe.
POV Silvi.Aku hancur, benar-benar hancur, hidup ku kini tak ada gunanya lagi, masa depan ku sudah rusak, namun setidaknya aku sedikit lega, Karena tugas ku sebagai Kakak tertua dan bakti kepada orang tua, mungkin sudah selesai, impian ku sudah tercapai untuk membahagiakan Adik-adikku dengan memenuhi permintaan mereka, dan sudah membebaskan ibu dari jeratan hutang, yang selama ini membuat hidup kami tidak tenang."Ibu... Tolong aku!" lirihku di sela tangisan, ini benar-benar seperti mimpi buruk, namun ini nyata, dan sungguh nyata.Aku masih tak percaya ini terjadi padaku, kini aku sudah tak suci lagi, Ku remat ujung bantal yang menutupi wajah ini, ku tidur meringkuk membelakangi pintu dengan tubuh bergulung oleh selimut tebal.Mata pun enggan untuk kubuka, rasanya tak ada kekuatan untuk bangkit, masih sangat terasa sa'at Devan merenggutnya dariku. Sakit sungguh sakit, bukan hanya tubuhku yang sakit, hati ku juga sangat hancur. Ku dengar p
POV Devan.Ku pandangi wajah sayu gadis cantik yang masih terduduk di lantai, menekuk lutut sembari membenamkan wajahnya di antara kedua lengan, tubuhnya berguncang karena Isak tangisnya yang tak kunjung reda.Melihat dia seperti itu, ada rasa tak tega merasuk dalam hati, dan tak bisa ku tepis perasa'an itu, aku sudah melukai dirinya dan sudah merusak kehormatan nya, sprei katun berwarna putih menjadi saksi bisu atas apa yang telah aku lakukan pada dia, masih terpampang jelas bercak merah yang mulai mengering.Aku angkat tubuh mungilnya, dan membawa dia ke kamar mandi. Ku siram tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki dengan shower.Ku usapkan sabun cair yang begitu wangi ke seluruh tubuhnya, dan ku tuangkan shampo ke telapak tangan, untuk mencuci rambut panjangnya. Tanpa perlawanan dia begitu pasrah saat aku memandikannya.Setelah sepersekian menit, aku selesai memandikan gadis ku, ku tutup tubuh polosnya dengan handuk, lalu ku bopong dia kembali k