Share

Kesepakatan part 1

Penulis: Winda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-21 01:29:07

"Mbak, jadi gak nganterin aku ke rumah Devan?"

"Ma'af ya Sil! Aku lupa, kalau aku gak bisa antar kamu, hari ini aku mau ke rumah Kakak ku, Ma'af ya sekali lagi!" ucap Mbak Ridha sambil menggenggam tanganku.

"Eum, ya sudah," jawabku sambil memberengut.

Aku sedikit agak kecewa karena Mbak Ridha tidak jadi menemani ku ke rumah Devan, kemarin sore dia berjanji akan mengantarkan ku, namun karena dia ada urusan lain, akhirnya aku memutuskan untuk pergi sendiri.

Sebenarnya aku sangat lelah dan mengantuk, ingin sekali aku merebahkan tubuh ini dan beristirahat sejenak, karena hampir semalaman aku terjaga mataku tak kunjung terpejam, di otakku terus berputar memikirkan perkataan Mbak Ridha, yang mengusulkan ku untuk menerima tawaran kerja dari Devan, agar aku bisa melunasi hutang ibu.

Atas dorongan dari Mbak Ridha, akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran Devan, meski aku tak tau pekerjaan apa yang akan aku jalani nanti, memang ada sedikit keraguan di hati ini, namun ini satu-satunya jalan keluar dari masalah ku.

Ku tatap dan ku baca alamat yang tertera di kartu nama, kata Mbak Ridha tempatnya tak begitu jauh, hanya memakan waktu 10 menit dengan naik angkutan umum berwarna biru, nomor 15. ku berdiri di tepian jalan depan cafe sambil menunggu angkot lewat.

Tak beselang lama dari arah kanan ada angkutan umum seperti yang di sebutkan oleh Mbak Ridha, hendak melintas, gegas ku lambaikan tangan, dan kendaraan itupun berhenti di hadapanku, lalu aku masuk duduk di kursi depan karena kebetulan tak ada penumpang.

"Kemana Neng?" tanya supir angkot bertubuh gemuk dengan kaos merah memakai topi hitam yang di putar ke arah belakang.

"Ke alamat ini bang!" ucapku seraya menyodorkan kartu nama. Dia pun mengerutkan keningnya, lalu pandangannya beralih lurus ke jalan.

"Siap!"

Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang, jalanan kota ramai lancar sehingga cepat sampai di tujuan, karena masih pukul 15.10, orang-orang masih bergelut dengan aktivitasnya sampai waktu kerja usai petang nanti.

"Berapa bang?"

"Goceng,"

"Oh, ini bang," kataku sambil memberikan selembar uang kertas sesuai yang di minta Abang sopir.

Ku turun dan berdiri di depan gerbang pagar yang tinggi sekitar 3 meter, ada scurity yang sedang berjaga di gerbang.

"Permisi Pak! Apa benar ini rumah Pak Devan?" tanya ku pada scurity yang berjaga di depan gerbang.

"Iya bener, ini rumah Pak Devan, ada perlu apa Mbak?"

"Saya ingin bertemu dengan beliau,"

"Oh, Mbak, silahkan laporan dulu ke scurity yang jaga di pos!" ujarnya sambil menunjukkan ke arah yang di maksud.

Aku pun berjalan ke arah pos, "Permisi Pak, Selamat sore?" ucapku sambil membungkuk, dan melongok ke jendela pos jaga.

"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?" jawab Pria berseragam putih dan celana biru Dongker, dia menatapku seraya melipat kedua tangannya di meja.

"Iya Pak, saya mau bertemu Pak Devan, bisa gak?"

"Apa Mbak sudah ada janji sebelumnya dengan Beliau?"

"Iya, saya sudah ada janji kemaren siang,"

"Nanti dulu ya Mbak! Saya mau menghubungi Pak Devan terlebih dahulu, untuk menginformasikan,"

"Iya Pak." Aku berbalik badan sambil menatap jalanan yang lengang, selang beberapa saat.

"Mbak, silahkan masuk!" ucap scurity jaga menunjuk ke arah gerbang. 

"Terimakasih Pak," ucapku sambil mengulas senyuman. Aku pun berjalan ke arah gerbang pagar yang sudah di buka oleh Pria berseragam itu.

 "Ayo Mbak, saya antarkan," ujar Pak satpam yang bertugas menjaga gerbang.

"Terimakasih Pak," balasku sambil tersenyum di barengi dengan anggukan.

Aku pun mengekor dari belakang Pria bertubuh tinggi besar dan tegap itu, ku melewati pekarangan rumah yang sangat luas kanan kiri jalan menuju teras di tumbuhi pepohonan yang rindang, dan bunga-bunga cantik warna-warni.

Sesampainya di depan teras aku di sambut oleh Pria berjas hitam dan celana warna senada, "Nona Silvi, silahkan masuk! Anda sudah di tunggu oleh Pak Devan, di ruangannya!"

Aku mengangguk, "Iya Pak,"

"Mari, ikut saya!"

Aku pun masuk ke ruang tamu yang megah, interior seisi rumah bernuansa klasik dan elegan, aku mendongak, mataku mengedar menatap kesekeliling, aku sungguh takjub melihat penampakan rumah Devan yang megah bak istana di negeri dongeng.

Seumur hidupku, baru kali ini kaki ku menginjak lantai marmer yang indah dan mengkilat.

"Ya Tuhan, ini rumah, apa istana," gumam ku, berdiri mematung.

"Nona, ayo masuk!" ajak Pak Reno menepuk pundak ku, aku terhenyak dan tersadar dari lamunan.

"I,iya Pak." Aku tergagap.

Ku ikuti langkah Pak Reno melewati ruangan-ruangan luas dan mewah, kami melewati beberapa pelayan perempuan dari usia 30 sampai 35 menurut perkiraanku, semua mengenakan seragam putih, mereka menautkan kedua tangannya di depan merundukkan tubuhnya dan mengangguk hormat Pak Reno.

Sampai kami di depan pintu berwarna putih, Pak Reno mengetuk ruang kerja Devan, dan terdengar sahutan dari dalam mempersilahkan kami masuk.

"Ayo Nona!" Pak Reno membuka pintu dan menyuruh ku untuk masuk terlebih dahulu, aku pun mengangguk hati ku kebat-kebit perasa'an ku tak jelas dan susah di gambarkan, ketika aku masuk keruangan Devan.

"Iya Pak." Aku tak bisa berkata apapun, ku berjalan ke arah Pria berkemeja putih dan jas hitam dia menegakkan tubuhnya seraya menautkan kedua tangannya di atas meja.

"Silahkan duduk Nona!"

"Te-terimakasih Pak,"

Pak Reno menggeserkan kursi berwarna hitam dan empuk untuk ku duduk.

"Nona." Dia memegang ujung sandaran kursi lalu membungkukan badan di samping tubuh ku, "Anda harus tau! Panggil Bos saya dengan sebutan Tuan Devan! Semua pelayan di sini memanggil beliau seperti itu, tak terkecuali dengan anda Nona!" bisiknya.

"Iya, baik Pak Reno," jawabku sambil mengangguk patuh, Nafas ku tersengal, aku mendadak takut berada di dalam sini, namun aku harus tetap tenang dan berfikir positif tentang Pria di depan ku.

"Nona, ada perlu apa, anda datang kesini?" tanyanya dingin, seolah-olah dia lupa apa yang ia katakan kemaren siang, bukannya dia menawarkan pekerjaan pada ku.

Aku sangat gugup berhadapan dengan Pria tampan dan menawan, dengan wajah di tumbuhi jambang, ku tundukan kepala ini tangan ku meremat ujung kemeja hitam seragam kerja ku, untuk membuang rasa canggung.

"Tuan bukannya, kemarin Anda menawarkan pekerja'an kepada saya?"

"Eum." Devan manggut-manggut, lalu ia menggaruk dahi dengan jari telunjuknya, sepertinya ia sedang berfikir, "Shh, iya, saya lupa," jawabnya mendesah. 

Ku tarik nafas pelan, dan menatap sekilas lalu ku menunduk kembali, hati ku bergetar kala menatap wajahnya yang karismatik itu.

"Apa masih ada kesempatan, untuk saya melamar kerja di sini?"

"Tentu, masih ada, apa Anda serius?" Devan menaikkan alisnya, meletakkan kedua sikutnya di meja dengan jemari saling bertautan, di bawah dagu, seraya mencondongkan tubuhnya ke depan, "Apa Anda sudah fikirkan, masak-masak? Tentunya, Anda harus melepas pekerjaan sebelumnya!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kulakukan Demi Keluarga   Akhir sebuah kisah.

    POV Author.Gadis yang tengah terlelap, ia terkesiap seketika seraya membuka matanya, saat bahunya di cekal erat oleh seseorang."Siapa kalian?" tanya Silvi pada lelaki berkaos hitam tanpa lengan, dengan celana jeans robek-robek di bagian dengkulnya, kulitnya hitam dan berambut gondrong berwajah garang."Tolong, jangan sakiti saya!" rengek Silvi ketakutan, dia meremat handuk yang ada di pelukannya, dengan tubuh gemetar."Gadis cantik, kenapa kamu sendirian? Kami temani ya, biar kamu tidak kesepian!" timpal Pria berbadan gempal dengan kemeja garis-garis, lengannya ia lipat sebahu. Celana jeans sama robek-robek, berambut gimbal berkumis tebal dan berkulit gelap.Sorot ke-dua mata pria itu penuh dengan nafsu saat melihat bagian paha Silvi yang putih dan mulus."Ayo ikut kami!" ajak Pria berambut gondrong tersebut. Mencekal kedua lengan Silvi."Tolong! Tolong!" Silvi berteriak sekuat tenaga, saat dia di seret oleh kedua Pria itu. Dan membawa Sil

  • Kulakukan Demi Keluarga   Hanya Mimpi.

    POV Devan.Aku mengitari kota ini hingga larut malam tak ada tanda-tanda keberadaan Silvi sama sekali, sambil mengemudi pandangan ku terus mengedar ke kanan dan kiri berharap menemukan gadis itu.Semoga Tuhan melindungi kekasihku! Aku takut terjadi apa-apa dengan dia, Aku begitu menghawatirkannya, ku susuri kota ini hingga ke setiap pelosok, namun hasilnya sama saja nihil.Ku menepikan kendaraan di bahu jalan yang sepi, lalu ku ambil ponsel yang ada di Dashboard mobil, dan ku tekan tombol navigasi lalu ku usap layar gawai, gegas aku klik aplikasi berwarna hijau dan mulai menghubungi Reno, yang aku perintahkan mencari Silvi."Ren, bagaimana, apa sudah ketemu?" tanyaku dengan perasaan cemas."Maaf Pak! Saya belum menemukan Non Silvi," jawab Reno dari seberang sana."Hah." Ku tarik nafas dalam-dalam, ya Tuhan... Harus kemana lagi aku mencari Silvia, sudah hampir dini hari namun keberadaan Silvi belum sama sekali di ketahui."Lalu, bagaimana ini

  • Kulakukan Demi Keluarga   Aku Takut.

    POV Silvi.Aku berteduh dari derasnya hujan, yang mengguyur seluruh kota ini, hingga Malam terasa begitu dingin menusuk tulang, langit pun begitu gelap tak ada cahaya rembulan yang menyinari.Di tengah heningannya malam dan derasnya hujan, ku duduk di bale bambu sebuah warung bangunannya terbuat dari kayu, ku kira warung bekas penjual bensin, menurut asumsi ku, terlihat dari rak kayu kecil yang ada di ujung tiang, dengan beberapa botol beling yang bertengger di sana.Aku ketakutan dan kesepian, pandangan ku mengedar ke sekeliling warung, sepertinya tempat ini lama tak di tinggali, terlihat dari debu yang tebal menempel di seluruh permukaan tempat ini.Di keheningan malam dengan cahaya temaram lampu pijar lima wat yang menggantung di atap, aku duduk seorang diri menekuk lutut seraya memeluk tubuh yang menggigil, begitu sepi tak ada tanda-tanda kehidupan, kendaraan pun tak ada yang lalu lalang melintasi jalan di hadapan ku ini.Semakin malam h

  • Kulakukan Demi Keluarga   Silvi Kau Dimana?

    POV Devan.Hati ku begitu gelisah fikiran ku di penuhi oleh bayangan Silvi, entah apa yang terjadi padanya, semoga saja dia baik-baik di rumah. Tadi pagi aku titipkan dia pada Bi Rika, hanya dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya, untuk menjaga calon istri sekaligus calon ibu dari anakku.Agenda di kantor hari ini begitu padat sehingga aku melupakan Silvi, padahal aku sudah berjanji akan segera pulang dan mengantarkan dia ke kampung halamannya.Ku lirik jam di pergelangan tangan, menunjukkan pukul setengah dua siang, kemungkinan nanti aku pulang agak telat.Semoga saja Silvi masih mempercayai ku! Dan dia bersedia aku nikahi.Tapi aku berharap dia mau mengerti dengan pekerja'an ku di kantor yang tak bisa aku tinggalkan begitu saja.Setelah selesai mengurus dokumen persyaratan dan surat pengantar ke KUA, sekarang aku sudah siap sepenuhnya untuk menikahi Silvi, tak ku pungkiri aku begitu bahagia ingin segera membina rumah tangga

  • Kulakukan Demi Keluarga   Ku Pergi Dengan Luka

    POV Silvi.Aku bangkit dengan perlahan, satu tangan menumpu di lantai, mengumpulkan kekuatan untuk ku berdiri, tangan ku yang lain memegangi perut yang sakit akibat benturan, saat Nyonya Amelia mendorong tubuh ku, hingga aku terhempas ke lantai konblok.Dengkul ku menghantam kerasnya lantai hingga lecet dan mengeluarkan darah. Sakitnya di tubuh tak seberapa jika di bandingkan dengan hancurnya hati ini."Silviana, cepat bangun! Dan segeralah angkat kaki dari rumah ini! Bawa barang rongsokan mu, jangan sampai ada yang tertinggal!" hardik Nyonya Amelia, dia berkacak pinggang di hadapan ku."I-iya Nyonya, saya akan segera pergi, dari sini!" jawab ku tergagap. Aku meringis masih memegangi perut, sambil berusaha bangkit, dan berdiri tertatih-tatih."Lelet banget sih, jadi Orang! Jangan sok mengiba, saya tidak mudah terpengaruh, dengan sandiwara kamu! Pake pura-pura lemas segala lagi!" Dia memutar bola matanya mendelik tajam pada ku."Saya, tidak p

  • Kulakukan Demi Keluarga   Kau Harus Pergi!

    POV Silvi.*Pagi ini aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan, ku kenakan baju dress tunik lengan panjang, dan bawahan se-dengkul, warna pastel, di padu padankan dengan sepatu flat warna senada, rambut panjang ku. Aku ikat separuh di bagian atasnya.Aku tak mengenakan seragam seperti yang lain, karena hari ini Devan berjanji akan mengajak ku pulang ke rumah ibu, untuk melamar ku dan dia juga berjanji akan mengikat janji suci di hadapan penghulu.Aku tak mengharapkan pesta pernikahan yang megah, aku hanya menginginkan status Ayah untuk anak ini.Sekarang perutku masih rata dan mungkin tak akan ada yang mengetahui kehamilan ku, jika aku pulang kampung. Aku akan merahasiakan kehamilan ku dari ibu dan juga semua orang, aku tak mau ada tau tentang aib ini.Sesa'at aku ke luar dari kamar mandi, dan berdiri di teras belakang, melihat kawan ART ku sedang sibuk menjemur pakaian ada juga yang menyirami tanaman, sambil menghirup udara se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status