Sesuai rencana, Irin pun mengenakan long dress berlengan panjang. Sebenarnya Dante memiliki rasa penasaran tinggi, mengapa Irin memakai dress yang selalu tertutup saat ini.
Dante pun teringat bekas luka di bahu dan punggung Irin.
Kini, mereka telah sampai di rumah kedua orang tua Irin.
Mereka berencana untuk pergi bersama.
"Ayah, bunda udah siap?"
"Udah dong, sayang… eh, kok kamu pakai dress ini lagi?"
"Maaf, Bun, Irin nggak mau aku ajak pergi buat cari dress lagi,"
Irin pun terkekeh,
"Maaf ya, dress ini bagus. Aku suka,"
Dan, mereka pun mengerti dengan keinginan Irin.
Dante pun membukakan pintu mobil untuk Irin. Ayah dan ibu mertuanya menggunakan mobil lain, yang dikemudikan oleh supir.
"Dante, kamu nggak capek ya nyetir sendiri?"
&nbs
Dante pun sampai di kantornya dan langsung mendapati beberapa berkas menumpuk di mejanya.Berkas dari sang kakak yang ingin menjalin kerjasama dengannya.Dengan seenaknya, sang kakak malah ingin Dante menandatangani surat kerjasama di enam cabang cafe miliknya.Dante pikir, Darren hanya memintanya untuk di satu tempat, nyatanya justru enamlah yang ingin di jalin kerjasamanya."Ini sih pemerasan namanya. Sialan banget," gerutu Dante yang melihat berkas di hadapannya.Lalu
Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dan sangat memakan waktu, akhirnya Dante sampai di Amerika, dan bayangan Irin terus menghantui pikirannya.Dante pun tengah bersiap untuk melakukan tugasnya. Ia tak sempat menghubungi istrinya saat ini.Jadi, ia langsung berangkat ke kantor cabang.Namun, saat di kantor cabang, ia langsung mendatangi Rere divisi keuangan yang ada disana.Rere, adalah gadis yang dipilih langsung oleh ayah Dante untuk menjadi karyawan lemparan dari Indonesia ke kantor cabang di Amerika, itu karena cara kerjanya yang memuaskan."Wah, ada mantan," goda Rere dengan gaya sensual.Dante hanya meliriknya sinis."Gue kesini nggak ada urusan sama lo, tapi gue kesini karena ada kepentingan yang harus gue urus,""Ah, itu masalah kecil. Aku udah urus kok," ucap Rere yang kini mengusap dada bidang Dante.
"Lo, br*ngsek!" Ucap Dante kasar dengan menjambak rambut Irin."A..apa maksud kamu, Dante?"Mata Irin sudah berkaca-kaca dan air mata perlahan mengalir di pipinya."Lo, kan yang minta nyokap bokap lo buat maksa kita nikah,"Irin menggelengkan kepalanya, ia tak mengerti maksud Dante."A..aku nggak ngerti maksud, kamu.""Jangan berpura-pura, bodoh! Argh," Dante mendorong kasar tubuh Irin, hingga ia terjatuh terlentang di ranjang."Sial, kalian mengancam orang tuaku,""Besok pagi, kita pulang. Dan, lo bakal gue kurung di rumah, nggak ada siapapun yang boleh nemuin lo, termasuk orang tua lo,"Seminggu kemudian, Dante sedang duduk di ruang kerjanya, lalu menyeringai, di otaknya Dante memiliki niat terselubung, ia benar-benar muak dengan sikap sok baik Irin.Bahkan, Dante sudah beberapa kali memergoki Irin pergi dengan laki-laki ber
Dante menguap saat setelah membuka matanya, menatap ranjang sudah tak ada Irin di sana.Sejenak ia menyesali perbuatannya tadi malam, namun itulah jalan yang harus ia ambil, ia ingin bebas.Dante terdiam sejenak, lalu ia pun teringat jika ia memiliki rapat penting pagi ini, ia harus segera mandi dan membersihkan diri, ia berdiri dan berjalan menuju pintu kamar mandi."Woi, buka… cepetan, gue mau mandi!" Teriak Dante dari depan pintu kamar mandi.Namun tak ada jawaban, hanya hening, tak ada suara air ataupun tanda-tanda kehidupan."Irin, buka pintunya. Gue mau ke kantor!"Teriak Dante lagi.Hingga satu menit, masih tak ada jawaban, Dante membuka pintu yang ternyata tak di kunci.Dante pun berjalan masuk, ia terpekik saat melihat bak mandi penuh dengan warna merah."Irin," teriaknya histeris.
Beruntung, apartemen tempat ia menyiksa Irin semalam masih sat menjadi miliknya.Ia tak bisa pulang ke rumahnya bersama Irin, karena rumah itu sah atas nama Irin.Dan Arman sudah menjaga ketat rumah itu dengan beberapa penjaga yang sudah bertengger disana, bersiap untuk melarang Dante jika ingin masuk.Dante menatap tempat yang masih kotor berserakan. Dante masuk ke dalam kamar mandi, ia pun terduduk di samping bak mandi."Arghh, " Dante menjerit dan memukul-mukul lantai.Darah Irin masih ada disana, belum sempat ia bersihkan.Ia benar-benar merasa benar-benar sangat hancur.
Siang ini, Dante berjalan gontai menuju pintu apartemen miliknya.Beberapa menit lalu, ia datang ke rumah sakit setelah diantar oleh Regi.Namun, ia terkejut… ternyata ruangan dimana Irin di rawat telah kosong, Irin tak ada di sana.Irin di nyatakan sudah pulang.Dante pun pergi ke rumah orang tua Irin, namun saat ia telah sampai di sana, rumah itu terlihat sangat sepi tak berpenghuni.Dante pun akhirnya kembali lagi ke apartemen miliknya.
Dante pun dengan yakin, ia akan bertemu dengan Irin. Ia pergi ke puncak Bogor. Tepat disana, ia mendapatkan informasi dari sang kakak.Ia bersyukur, meskipun sang kakak menyukai Irin, namun ia tetap merelakan kebahagiaan Irin bersamanya.Ia sangat berterimakasih karena Darren mau membantunya.Dan, pada akhirnya… di sinilah ia sekarang, ia berada di dalam mobil baru pemberian sang kakak. Ia pergi menggunakan mobil baru agar tak ketahuan oleh mertua dan kedua orang tuanya karena ia pergi menyusul, dan mencari Irin.Ia akan menggunakan kesempatan ini, saat
Dante pun dengan yakin, ia akan bertemu dengan Irin. Ia pergi ke puncak Bogor. Tepat disana, ia mendapatkan informasi dari sang kakak.Ia bersyukur, meskipun sang kakak menyukai Irin, namun ia tetap merelakan kebahagiaan Irin bersamanya.Ia sangat berterimakasih karena Darren mau membantunya.Dan, pada akhirnya… di sinilah ia sekarang, ia berada di dalam mobil baru pemberian sang kakak. Ia pergi menggunakan mobil baru agar tak ketahuan oleh mertua dan kedua orang tuanya karena ia pergi menyusul, dan mencari Irin.Ia akan menggunakan kesempatan ini, saat