Share

FATE 1: Pertemuan

Sepasang bola mata berwarna cokelat gelap menatap langit pagi. Memejam, membayangkan sosok bocah misterius yang ditemuinya kurang lebih 10 tahun lalu berdiri menghadang terik matahari. Senyumannya, usapan lembut yang diberikan pada pucuk kepala, suaranya yang memiliki aksen berbahasa asing yang terdengar aneh tapi menenangkan. Semua itu, kira-kira kapan akan mampu dirasakannya lagi?

Feryan Feriandi menghela napas panjang, lalu hidungnya mengendus-endus lantaran merasakan aroma nyaman yang terasa tak asing, tapi baru pertama kali ini dirinya baui semenjak berstatus sebagai mahasiswa di kampus. "Set, elo nyium baunya, nggak?" Kawan di sebelahnya yang tengah menikmati es alpukat dilirik.

Setya mengernyit, setelahnya sigap menjaga jarak. "Elo habis kentut, ya?"

Yeee, sobat setan. Batin pemuda berkulit sawo matang itu sambil tersengih mendengar fitnah kejam tersebut. "Sembarangan aja!" Bahu Setya dipukul pelan. "Gue nyium sesuatu, kayak aroma lemon segar gitu yang bercampur daun mint. Baru pertama kali aja gue nyium bau ini selama ada di kampus. Mungkin aja parfum. Makanya gue nanya sama lo, siapa tau elo juga nyium."

Setya menggerak-gerakkan hidung bangirnya, mencoba mencari bau yang temannya maksudkan. Akan tetapi tak menangkap hasil apa pun. "Gak ada, tuh. Gue gak ada nyium bau."

Di antara lalu lalang para mahasiswa dan mahasiswi di sekitarnya, sepasang mata itu melirik ke sana-kemari mencari-cari sumbernya sebab jawaban tadi menyalakan alarm waspada Feryan seketika. "Jangan-jangan, ini feromon alpha?"

Kedua mata kecil Setya membulat. "Serius? Pantesan aja gue gak bisa nyium."

Feryan berdiri, menarik perhatian Setya dari gelas esnya yang telah kosong. "Kita pergi sekarang, Set. Sebelum feromonnya tambah mendekat ke sini. Kalo ini feromon alpha yang lagi rut, bisa-bisa berabe."

Penjelasan itu membingungkan Setya dan membuatnya berpikir keras. "Gila aja ada alpha yang lagi rut bela-belain tetep masuk kampus. Bisa mampus dong para omega di kampus kita. Lagian," matanya memperhatikan beberapa omega di dekat mereka yang terlihat tak terpengaruh seperti kawannya, "kayaknya cuma elo omega yang bisa kepengaruh sama feromon ini. Omega lain gue lihat masih pada kalem, tuh."

Feryan seakan tak menangkap ucapan Setya sebab sudah saja dilanda cemas. Bahkan kini debaran di jantungnya berpacu lebih cepat secara tiba-tiba, pandangan pun agak mengabur bersamaan dengan area tubuh dalam hingga bawahnya yang diserang sensasi panas tanpa alasan. Tangan Setya buru-buru digandeng olehnya, kemudian ditarik menjauh dari keramaian suasana kantin di pagi hari.

"Gue kena indikasi heat, Set. Ini bener-bener gak beres."

Setya yang mendengar pengakuan itu terkejut bukan main. "Hah?"

Satu orang pemilik langkah dari tiga pasang kaki itu berhenti bergerak. Kedua mata berwarna cokelat terang membulat, langsung bergerak liar ke sekitaran mencari sumber aroma jahe bercampur apel yang terasa menggiurkan yang mana tercium oleh hidungnya.

Dia meneguk ludah secara susah payah sebelum ragu-ragu menutupi area indra penciuman. "Do you guys smell something good around here?"

Kedua kawannya yang juga turut berhenti berjalan menoleh.

"Something good, like what?" Kawan dengan tubuh paling tinggi balik bertanya.

Pegangan di hidung agak dikendurkan untuk memastikan aroma yang diciumnya tidaklah salah. "I think, I smell omega pheromones," ucapnya dengan kernyitan dalam lalu memutuskan untuk lanjut berjalan. "Damn! It smells really good. I swear," terusnya. Antara merasa suka, tapi di lain sisi juga tidak siap sebab bisa saja feromon yang mengenainya ini mampu membuatnya hilang kendali.

"Woaaah, Saga. Calm youself, dude. But seriously, gue nggak nyium bau apa pun." Hidung besarnya pun mengendus ke segala arah, lantas menggeleng tatkala tak turut mencium bebauan yang dimaksud.

"Is this perhaps, your fated pair? They appear around here to give you signal about their existence?" Kawannya yang berkacamata yang sedari tadi diam akhirnya menimpali.

Saga menunjukkan ekspresi geli. "Pardon? I don't really believe at such things like fated pair. Gue toh akan menemukan seseorang sebagai pasangan gue karena gue cinta mereka, bukan karena mereka so called ditakdirkan tercipta untuk gue," terangnya yang ditanggapi decakan oleh sang kawan yang sekadar mengangkat bahu.

"Alright, alright. Whatever."

Ketiga pemuda itu kini berbelok ke kanan untuk berjalan menuju ke gedung fakultas mereka, saat Saga tercekat menyadari feromon yang menggodanya itu justru semakin kuat tercium.

"What the hell! Why the smell is getting more stronger now?" tanyanya di tengah panik sekaligus berhasrat. "Vano, how about you?"

Pemuda yang disebut namanya merespons cepat, "Huh? Gue juga bisa nyium. Ada di deket sini kayaknya." Secara cepat dia mengeluarkan sapu tangan dan menutupi hidung.

Sementara satu kawan mereka tetap tenang karena sadar mustahil baginya untuk turut merasakan feromon dari identitas jenis kelamin lain di sekitarnya.

Saga merasakan lemas pada lutut. Bahkan kini tubuhnya pun mendadak panas. "I feel ... dizzy, guys. This is definitely not--"

"Set, tolong ambilin obat gue! Ada di dalam tas!"

Saga merasakan debaran di jantungnya bertambah cepat seusai menangkap seruan itu.

Suara itu membuat mereka bertiga saling beradu pandang. Menoleh bersamaan pada sumbernya yang berasal dari ujung tangga, bagian koridor kiri di dekat lab kimia.

Di mana Setya tampak tengah mengacak-acak isi tas kawannya. "Kok bisa-bisanya elo mendadak heat gini, sih?"

Feryan menarik-embuskan napasnya berulang kali, berusaha mempertahankan kesadaran yang seakan kian menipis akibat gelora yang menguasai. "Ng-nggak tau. Aneh. Padahal seharusnya heat gue datang minggu depan!" responsnya parau dan kuwalahan karena aroma lemon bercampur mint itu entah kenapa malah terasa semakin kuat mempengaruhi dirinya.

ANJIR. INI AROMA GAK BISA NGILANG AJA APA DULU!

Setya nyaris frustasi. "Bentar. Obat elo ditaruh di sebelah mana, sih?" tepat setelah dia bertanya, wadah berisi pil obat serta kotak suntikan muncul di antara tumpukan buku-buku milik Feryan. "Ketemu!"

Namun, Setya urung segera menyuntikkan cairan penangkal heat di tangan ketika suara jejak kaki tertangkap indra pendengarannya. Refleks dia dan Feryan yang kini terduduk di lantai mendongak bersamaan, dan tak ayal tercekat mengetahui ada alpha yang malah datang menghampiri posisi mereka berada.

Saga dan Feryan beradu tatap. Seketika menyadari feromon keduanya lah yang saling mengundang sehingga menempatkan mereka pada situasi ini.

"There he is." Vano semakin mengencangkan tekanan sapu tangan di hidungnya.

Sementara pemuda berkacamata secara sigap menangkap masing-masing pergelangan tangan Saga demi mencegahnya bertindak gegabah akibat hasrat yang pasti sedang membangunkan pertahanan dirinya. Menemukan sosok omega dalam masa heat, dengan tubuh bagian bawahnya yang cukup tampak basah juga tegang.

Feryan meneguk ludah. "Hah? Kalian, alpha, 'kan? A-ada urusan apa sama gue? Jangan deket-deket!"

Bentakan Feryan membuat Vano memilih untuk menjaga jarak. "This is really strong. Oh, shit."

Saga mencoba mengendalikan insting alpha liarnya walaupun tak mampu mengalihkan pandangan dari sosok Feryan yang saat ini tengah diberikan suntikan. Menghilangkan feromon beraroma jahe dengan campuran aroma asam apel yang anehnya tetap tak dapat melenyapkan hasrat tentang betapa dirinya sangat ingin menyentuh dan menggigit bagian belakang leher omega di depannya.

There's no way ... fated pair exists, right? But why, I react to his pheromones like some crazy beast. Batin Saga bertanya-tanya. Karena untuk pertama kalinya selama 19 tahun menyandang identitas sebagai alpha, baru kali ini dia seolah amat ingin mengamuk hanya demi menyentuh seorang omega.

Feryan menutup kembali lengannya setelah Setya mencabut jarum suntik dari sana, selepasnya menatap tiga orang penonton tak diundang yang sedari tadi berdiri menyaksikan kaosnya yang dianggap bagai hiburan. "Kalian ngapain masih di sini? Pergi sekarang, woi!" bentaknya begitu yakin kondisinya telah membaik.

"Tolong jangan bikin kondisi kawan gue memburuk lagi dengan feromon kalian, ya," tegur Setya selekasnya dia membenahi tas Feryan lagi sembari menyodorkan air untuk temannya itu minum.

Saga meneguk ludah. Melepaskan diri dari pegangan kawannya, kemudian melangkah mendekati. "Do you guys need help?"

"No. I can take care of him just fine by myself," jawab Setya cepat seraya mendelik, meminta secara tak langsung agar mereka tak melangkah lebih dekat lagi.

"Do you guys, perhaps dating each other?"

Feryan terlalu malas untuk merespons pertanyaan yang terdengar dari sosok yang paling jauh itu, dan membuat Setya memutar bola mata. "What? No way! We're just friends!" Beralih pada Feryan yang sekarang berusaha menegakkan tubuhnya. "Elo udah mendingan? Habis ini kita pergi ke ruang kesehatan aja, gimana? Elo kayaknya harus ganti celana juga."

Pemuda yang baru terbebas dari kekangan heat itu menggeleng pelan seraya melirik pada bagian bawah tubuhnya yang sedikit lembab. "Makasih, Set. Gue udah baikan kok, meski masih pusing dikit. Untuk urusan celana, kayaknya bisa gue tutupin aja pakai jaket buat sementara."

Menangkap jawaban itu Saga secara sigap melepaskan tas miliknya dan diserahkan pada kawan di belakangnya. "Dyas, please help me hold my bag. And you, come here." Dia menunjuk Feryan seraya menggerakkan tangan, meminta sosok omega itu menghampiri dirinya.

"Mau ngapain?" tanya Feryan yang langsung memasang alarm waspada lagi.

Saga menghela napas. "Gue mau bantu elo. Elo masih pusing, 'kan? Biar gue gendong elo ke ruang kesehatan sekarang."

Pernyataan itu tentu saja mengejutkan semua orang di sana, terutama sang omega yang kini tampak bengong dengan mulut ternganga. Tidak ada angin, tidak ada hujan, apalagi badai, loh. Mau apa alpha asing di depannya mendadak berlagak bagai malaikat penolong coba?

Feryan langsung memeluk badan sendiri. "Gak usah. Siapa yang tau apa yang bakalan alpha kayak ELO lakuin ke gue!" tolaknya menggunakan nada sesinis mungkin.

Alpha di depannya balas mendengkus. "Elo nggak pernah ngaca pasti. Dikira alpha macam gue bakalan tertarik ke omega kayak lo?" balasnya sengit dengan raut sombong yang kentara.

Omega laki-laki itu geram maksimal sekarang. "Bangsat! Gue gak butuh bantuan elo, ya. Nih, lihat!" Dengan satu pijakan kuat dia melangkah maju, menantang sosok alpha yang baginya amat kurang ajar ini. "Gue udah baik-baik a--huh?" Kemudian merasakan pusing yang menyerang telak kepala ketika tubuhnya digerakkan ke berbagai arah hingga perlahan membuatnya kehilangan keseimbangan.

Saga sontak terkesiap melihat hal itu. "You, stupid!" Lalu secara cepat menangkap pinggang Feryan dengan sebelah tangan.

Dan ya, sesuai dugaan kalian, kini kedua orang itu tengah saling beradu tatap dengan sorot terkejut yang serupa, bersama debaran kencang dari jantung mereka yang seolah menjadi latar musiknya. Saga dan Feryan kompak meneguk air saliva masing-masing, hingga sedikit demi sedikit berusaha mengalihkan perhatian mereka ke arah lain.

Setya, Dyas dan Vano yang menyaksikan adegan itu hanya bisa bergeming. Bingung harus bereaksi bagaimana.

Kemudian saat tersadar, suara bentakan Feryan kembali terdengar. "Yee, Bangsat! Gak usah pegang-pegang gue! Lepasin!"

"Fine!" Saga menarik tangan dari pinggang omega berisik di depannya dan secara telak membawa tubuh itu terjatuh ke lantai.

Feryan menjerit saat daging serta tulang pantatnya terasa bertubrukan dengan kerasnya keramik. "Anjrit! Sakit, woi!"

Saga mengangkat tangan, memasang ekspresi sepolos mungkin demi membela diri. "Elo yang minta gue lepasin pegangan gue, tuh."

Omega di bawahnya berdecak. "Bodo!" Buru-buru berdiri sembari menepuk-nepuk bagian belakang celana, setelah itu memandang sosok kawannya yang masih saja diam tanpa ada minat mencampuri pertikaian di antara mereka. "Ayo, Set! Kita pergi!"

Setya melirik Feryan dan Saga bergantian. "Elo yakin? Nggak kepengin ribut lebih lama lagi sama alpha ini?"

Dyas dan Vano kompak menyemburkan tawa tertahan menangkap tanya berisi sindiran konyol itu.

"Yaelah! Siapa juga yang betah ribut lama-lama sama alpha beraura songong kayak dia!" Feryan mengenakan tas seusai memperdengarkan respons ketus itu. Dia mendengkus keras pada Saga, lantas berlalu dari sana. "Buruan, Set!"

Setya sekadar menghela napas, sesudahnya menyusul Feryan menuruni tangga. Pergi meninggalkan ketiga pemuda yang terus melihat arah kepergian mereka bersama kesan yang sulit dijabarkan dengan satu dua patah kata saja.

"Do you guys, know anything about him?"

"I don't have any clue." Vano merespons cepat tanya dari Saga sambil menyimpan sapu tangannya.

"I know him." Dyas menyerahkan tas di pegangan pada pemiliknya. "His name is Feryan, an omega. And the other one is Setya, a beta. Mereka berdua dari fakultas ekonomi."

Mengetahui nama omega itu membuat Saga mengernyit. "Hmm, Feryan? His name sounds familiar," katanya, coba mengingat-ingat nama itu yang entah pernah didengarnya kapan dan di mana.

Vano terlihat tertarik mendengar komentar itu. "Like, you ever heard his name in your dream or something?"

Saga menggeleng. "Not in my dream. But ... somewhere else." Setelah itu dia mengenakan tas kembali seraya menatap dua kawannya. "Well, whatever. Let's just forget about him and go to our class now," ujarnya yang melangkah pergi lebih dulu.

Dyas dan Vano mengangguk kompak. "Kay, if you said so," timpal Vano pasrah.

"You're not gonna chase after him? That omega."

Saga tersenyum menanggapi pertanyaan Dyas itu. "Nope. It's not like we both won't meet each other again anyway." Sambil tatapannya menerawang entah ke mana.

Vano dan Dyas saling beradu pandangan usil. "So, you're saying you still want to meet him? Aww, what kind of development is this?"

Alpha di depan mereka memutar bola mata menangkap kata berisi ejekan dari Vano itu. "Shut up, you giraffe head!"

Membuat Vano tak mampu membalas lagi. Sedangkan Dyas tertawa puas sendiri.

Di tempat lain, pada salah satu sudut kelas milik fakultas ekonomi yang suasananya masih sepi, Feryan terduduk dengan ekspresi shock akibat terus terngiang adegan norak yang dialaminya beberapa menit lalu dengan alpha bangsat yang membuatnya kesal sejak pertemuan pertama. "ARRGHHH! SIAPA SIH ALPHA TADI ITU, SET? FEROMONNYA BENER-BENER BIKIN GUE ... GAK BERKUTIK!" jeritnya heboh sampai nyaris membuat kawannya yang tengah mencatat materi terjungkal dari kursi.

Sahabat dekat Feryan yang merupakan beta ini menatap malas. "Elo masa gak kenal? Mereka itu Juanda, Ervano, sama Dyas. Dyas itu beta, sih. Kalo Juanda sama Ervano baru alpha. Mereka itu 'kan salah dua alpha yang paling terkenal di kampus ini, Fer. Masa elo nggak tau soal mereka?"

Kali ini wajah shock Feryan tampak bertambah terkejut lagi. "Juanda? Ervano?" Matanya melotot menatap Setya. "Maksud elo, Juanda Saga Fransiskus sama Ervano Johannes itu? Anak dari seleb sama model terkenal itu?" tanyanya bertubi-tubi tanpa mampu dikendalikan.

"IYA! ITU MEREKA!"

Omega itu memekik. "Anjir! Gue selama ini tau nama mereka, tapi gak pernah bener-bener tau mukanya, dong. Gilaaaa! Mana tadi gue sama si Juanda itu sempet ... bikin adegan norak. Hiiih!" Mengingatnya bikin sekujur badan menggelinjang.

Setya merasa geli melihat reaksi lucu kawannya ini. "Kesengsem ya, lo sama dia?"

Feryan mendengkus dengan sedikit rona di parasnya. "Ng-nggak, ya! Siapa juga!" Lalu berlagak tak acuh seraya membuang muka.

"Jawaban elo meragukan banget, Fer," balas Setya yang lanjut mencacat di bukunya.

Feryan gregetan. "Bacot! Udah, ah. Gak mau lagi gue ngebahas mereka," ujarnya sambil mengencangkan tali lengan jaket yang digunakan untuk menutupi bagian tubuh belakangnya yang basah.

"Iya, deh. Iya." Setya hanya mengangguk-angguk pasrah. Tak ada gunanya juga toh mencoba menggoda Feryan mengingat sifat kawan omeganya ini keras kepalanya seperti apa.

"Meski ya, aroma feromonnya enak banget, sih. Si Juanda tadi itu."

Setya tercekat mendengar hal itu. "Katanya udah gak mau elo bahas."

Feryan terang saja terperanjat. "Eh, kedengeran, ya? Gue kira tadi gue ngomong dalam hati," desisnya sembari memegangi mulut dan merasa malu sendiri. Anjir, anjir, anjir. Norak!

"Hadeeeuh." Beta itu memutar bola mata sampai nyaris membuat kepalanya pusing. Saking lelahnya menghadapi sifat bodoh kawannya yang satu ini. "Jangan terus-terusan dipikirin makanya. Nanti lama-lama elo malah jadi suka lagi ke itu alpha."

Suara jerit kesakitan lalu terdengar dari seseorang yang kakinya baru saja diinjak secara sadis dari bawah meja.

"MAMPUS!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lynn Damaris
singgah ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status