Jerine Roxie. Dia hanyalah bocah berumur tujuh tahun yang tak tahu menahu soal dunia, yang selalu berjalan berdampingan dengan teman-temannya, serta anak kecil yang masih butuh tuntunan dari orang-orang tua di sekitarnya. Ketika semua telah terenggut, badai menyapu habis kepemilikannya, langkah kecilnya harus ia ke manakan?
Pada ufuk timur yang menerbitkan matahari, pada daun yang bergerak karena angin, pada pohon yang menggerakkan burung untuk bangun, harapan apa yang harus ia jadikan pondasi untuk kesunyian hatinya?
Kaki kecilnya tak bisa melangkah ke manapun, desa mana yang ia tuju, siapa yang ia panggil?
Jeri, hanya menatap matahari yang pelan-pelan terbit dengan tatapan sendu. Sekarang dia bingung, ia berada di dalam mimpi, atau pada kenyataan yang memahitkan?
Ketika dia pikir dunianya telah hancur, seseorang datang dengan perwujudan yang aneh, duduk di samping dirinya, dan mengikuti Jeri untuk menatap matahari pagi.
Sinar matahari begitu hangat bergabung bersama uap panas dari desa yang telah hangus terbakar, hangat yang begitu berbeda menerobos masuk ke tubuh ringkih Jeri, sangat sedih melihat anak kecil berusaha tidak menangis itu.
Jeri sama sekali tidak ingin mengetahui makhluk apa yang duduk di sampingnya. Meskipun ia takut, ia tak memiliki banyak tenaga untuk berlari. Anak kecil itu hanya bisa memaksa dirinya untuk diam di tempat, membiarkan makhluk bertubuh kekar dengan wajah yang cukup mengerikan karena ada enam mata di wajahnya duduk di sampingnya.
Sedangkan makhluk itu memerhatikan polesan tubuh anak kecil itu dari samping, memandang bagaimana anak itu begitu tegar menghadapi kenyataan yang sangat pahit.
Dengan pelan-pelan makhluk itu bertanya, "Kamu kesepian?"
Yuuji tersentak pelan, tubuh ringkihnya bergetar pelan, kemudian kepalanya menoleh kepada makhluk yang mengerikan yang duduk di samping kanannya. Pelan-pelan ia mengangguk sebelum menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Suara tangis perlahan muncul.
"Aku juga," kata makhluk itu tenang. Dia tidak merasa terganggu dengan tangisan Jeri.
Lama menunggu Jeri berhenti menangis. Butuh waktu yang melebihi satu jam demi mendengar suara isak tangis anak kecil itu mereda. Makhluk besar yang duduk di sana masih setia mendampingi gadis kecil yang empunya rambut ikal berwarna cokelat cerah.
Mata merah makhluk itu, keenamnya melirik bocah yang sudah menunjukkan wajah yang memerah akibat efek darinya menangis. Dengan penuh kasih sayang ia angkat tubuh ramping Jeri menggunakan dua tangannya, ia dudukkan di pangkuannya, menimbulkan suara erangan dari Jeri yang mencoba protes.
"Kamu tidak punya tempat pulang?" Dipeluknya tubuh Jeri, sangat kecil seperti manusia normal biasanya.
Anak kecil itu mengangguk. Kedua tangannya berusaha melepaskan tangan makhluk di belakangnya yang memeluk pinggulnya kuat, "Kamu siapa?" tanyanya lirih.
"Aku Adamius Tolen, Raja kegelapan."
Alis Jeri menyatu, dia membalas, "Aku Jerine Roxie, manusia?"
Kembali Adamius terkekeh, semakin ia tepuk-tepuk puncak kepala Jeri dengan tangannya. Sedangkan yang ditepuki memiringkan wajah ke kanan dan ke kiri berusaha menikmati sentuhan Adamius.
Terang sebuah cahaya menyilaukan mata Jeri, dengan teramat terpaksa ia menutup mata rapat-rapat, dengan sangat pelan ia mulai membiasakan diri dengan paparan cahaya. Tidak ada keberadaan Adamius, pria dengan wajah mengerikan itu tidak ada di sekitarnya, bahkan ia sampai memutar kepalanya berkali-kali ke arah yang berbeda pun tak dapat untuk melihat keberadaan Adamius.
Apa tadi adalah mimpi? apakah semua tadi tidak nyata? lantas, mengapa sejauh matanya memandang, hanya ada tumpukan rumah-rumah yang runtuh? mengapa di depan matanya ada asap yang terus menggumpal ke angkasa? serta mengapa kini tubuhnya terperangkap diantara reruntuhan rumah yang terbakar?
Meringis sakit, bagian pinggul ke bawahnya terasa sakit, rasa panas juga menjalar membuat kulitnya seolah terkelupas. Pelan-pelan air mata mulai jatuh mengaliri pipi tembamnya, meringkik kesakitan juga penuh duka, ini sangat membuat ia frustrasi.
Seharusnya pagi ini ia bisa bersuka cita menyambut semuanya, seharusnya ia tersenyum di depan cermin, atau menciumi bunga mawar putih yang ia genggam. Seharusnya. Tapi sayangnya kata-kata seharusnya itu ia tempik kasar, karena pernikahan ini sama seperti ia kehilangan kendali atas dirinya. Pernikahan ini bukan inginnya melainkan sebuah paksaan, pernikahan ini atas dasar pertumbalan, dan pernikahan ini antara manusia dan seorang iblis. Jeri tidak akan bahagia. Pernikahan ini sebagai tanda buruk bagi warga desa sebab sejak Jeri didandani beberapa kali desa terkena gempa ringan dan sungai di desa bergelombang besar padahal biasanya tidak terjadi sama sekali, tapi warga bersikap acuh kepada keadaan di sekelilingnya. Tidak lama Jeri digiring ke tebing mendekati gua, pemuda itu berkali-kali ingin jatuh karena tidak terbiasa memakai gaun, dan terkadang juga kedua tangannya menarik rambutnya yang digulung ke atas menjadi sanggul. Sejak pertama kali ia membuka mata, banyak orang yang mulai
Tubuh Jeri bergetar saat melihat monster di depannya, ya, seekor kelelawar raksasa sedang menghadapnya dengan mata merah. Monster itu menggunakan jubah merah menyala yang sangat elegan, tapi tidak cocok dengan postur tubuhnya. Di dalam kamus hidup Jeri sama sekali tidak ada namanya kelelawar sebesar rumah seperti ini, tapi sekarang di kamus hidupnya sudah tercatat bahwa iblis yang meminta menikah dengan gadis berumur 15 tahun adalah kelelawar besar ini. Sebentar lagi sepertinya ia akan dimakan oleh monster ini, Jeri mulai berdoa di dalam hati kepada Dewa jika ia melakukan kesalahan semoga cepat dimaafkan oleh Dewa. Tiba-tiba ada asap hitam yang mengelilingi tubuh monster tersebut hilang yang membuat Jeri harus melangkah ke belakang sambil menajamkan matanya. Monster itu menghilang dengan berganti wujud sebagai manusia berambut panjang, wajah rupawan seperti dewa, kulit putih susu, dan jubah panjang berwarna hitam. Kelereng hitam milik iblis itu menatap tajam mata cokelat menenangka
Dua hewan itu sebenarnya dahulu adalah manusia iblis seperti tuan mereka, tapi karena mereka berdua membangkang saat melakukan tugas, mereka jadi dikutuk menjadi hewan fenomenal seperti ini. Awalnya mereka tidak percaya bisa dekat dengan Tuan mereka yang kala itu adalah pangeran muda di kerajaan iblis, mereka kira tuan mereka ada niatan buruk kepada mereka dengan alasan ingin menyiksa mereka yang sudah melawan titah raja. Tapi pemikiran itu hilang ketika kerajaan iblis diserang dan diluluh lantahkan oleh kaum malaikat sampai tidak ada yang tersisa, tuan mereka membawa meraka berdua untuk menyelamatkan diri. Selain mereka bertiga yang selamat ternyata kakak yang sangat tuan mereka benci juga selamat dalam peperangan yang mengakibatkan kehancuran di mana-mana tersebut, tapi selama ribuan tahun ini mereka belum menemukan keberadaan putra mahkota dari kerajaan iblis yang sudah menjadi legenda. "Eung," erang Jeri sambil menggerakkan badan tidak nyaman, perlahan mata berwarna biru itu terb
"Sebenarnya Tuan Ellard tidak membunuh semua pengantin-pengantinnya, mereka sendirilah yang mengakhiri hidup karena merasa tertekan dengan sikap tuan kami yang kata mereka menyeramkan. Tuan kami tidak menunjukkan ekspresi apa-apa ketika semua istri-istrinya mengakhiri hidup di depan matanya. Tuan Ellard pernah bercerita kepada kami bahwa ia depresi karena tidak ada yang bisa menenaminya selain kami tentunya, mereka malah memilih mati daripada menemani tuan kami. Semua istrinya sudah dia kubur dengan baik di sebuah bukit di daerah sini, jika kamu ingin tahu tempat itu, kami siap membantu." Cerita Lionel dengan wajah yang sangat menyedihkan. Serigala putih itu seakan merasakan hal yang Ellard rasakan. Jeri diam menyimak. "Dan alasan mengapa Tuan Ellard menikah adalah, karena ia tidak mau kesepian dan sendiri. Tuan kami ingin memiliki teman manusia yang mau menerimanya apa adanya tanpa ada rasa takut, yang mampu menyokong Tuan kami kapanpun dan dimanapun. Tuan kami hanya iblis yang ribu
Desa Uru yang terkenal dengan desa yang pernah dilenyapkan iblis dalam satu malam kini sudah tidak berwujud seperti sebuah desa pada umumnya, padahal dulu sudah dibangun ulang, sekarang hanya seperti lapangan basah yang belum dirapikan. Jika biasanya desa akan ada rumah, orang-orang yang berkeliaran, atau tumbuhan asri maka di desa Uru semua tidak ada, manusia lenyap, hutan menuju sungai hilang di telan tanah, dan rumah sama ratanya dengan tanah. Angin topan, banjir bandang, dan gempa mistislah yang membuat semuanya hancur seperti ini, seakan ini adalah penghapusan dosa kepada umat-umat yang membangkang. Mengerikan. Tenda-tenda dengan lambang kerajaan Knokitia sudah berdiri tegak di tanah lapang dan sebuah bendera besar kerajaan menjulang tinggi seperti hendak menyentuh langit. Api unggun sudah menyala sangat besar untuk menghangatkan tubuh prajurit, dan pihak istana yang kedinginan. Mungkin karena tidak ada tumbuhan sama sekali yang menahan hawa dingin menjadikan malam ini sangat di
Sinar matahari dengan malu-malu memasuki sebuah kamar di dalam gua melalui celah batu yang sedikit terbuka, membuat seseorang yang sedang tidur perlahan membuka mata karena terganggu. Tapi setelah matanya terbuka lebar bukannya segera bangun tapi malah matanya ia tutupi dengan menggunakan sebelah tangannya yang ia taruh di atas kening lalu kembali tidur, ia sudah biasa tidur sampai tengah hari dan tidak ada yang mau mengganggunya. Berbeda dengan tuan iblis yang melanjutkan tidur, maka istri sang iblis tengah berada di pinggir sungai setelah berhasil keluar dari gua melalui jalan yang ditunjukkan Leonel dan Gerrald. Jeri kini sedang menggunakan daun untuk menutupi daerah sensitifnya. Ia sedang sibuk merombak gaun pengantinnya untuk ia jadikan baju yang bisa dikenakan sehari-hari, ia menolak permintaan Lionel yang akan membangunkan Ellard yang katanya akan bisa menyulap baju itu dengan mudah. Jeri tidak mau mengganggu suaminya yang tidur. Suami? iya, kan kemarin ia baru saja menikah
"Ellard, Gerrald, Lionel, tolong aku." Seakan mendengar suara hati Jeri, tiba-tiba ada suara ledakan di permukaan tanah yang membuat Jeri terkejut di dasar lubang. Suara vampir itu sedang memaki entah siapa terdengar, Jeri bertanya-tanya siapa yang menolongnya? Karena setiap umpatan vampir itu tidak dibalas oleh penyelamatnya dan malah dibalas dengan sebuah ledakan besar. Tidak mau menyia-nyiakan waktu, Jeri menaiki tanah yang di lubang itu dengan bantuan tanaman sulur penuh duri itu, ia menahan rasa sakitnya demi mencapai puncak lubang ini. Ia dibuat menangis karena sakit di tangannya, telapak tangannya benar-benar terluka sampai mengeluarkan banyak darah. Entah datang darimana tiba-tiba ada yang merangkul pinggang sempit Jeri, membuat tubuh Jeri menempel pada tubuh pelaku, kepalanya menyentuh dada bidang seseorang yang menyelamatkannya. Detak jantung dapat Jeri rasakan selama seseorang itu memeluknya dan terbang ke puncak lubang, perlahan ia mendongak. Ia menemukan wajah tega
Seorang gadis berambut pendek dengan pakaian serba putih yang longgar untuk dia kenakan sedang duduk di sisi sungai dengan kedua kaki yang ia biarkan menyentuh air sungai, kepalanya menunduk sehingga rambutnya yang sudah terpotong menutupi sebagaian wajahnya. Sudah lima hari suaminya tidak menemuinya, hilang dari jarak pandangnya, tidak bersuara untuk menegurnya, dan tidak lagi menatapnya tajam. Apa dia benar-benar marah sampai ia tidak bisa menemukan keberadaannya, bahkan berkali-kali ia datang ke makam Rosi untuk melihat ada Ellard atau tidak, tapi nyatanya dia tidak ada di sana. Suami iblisnya menghindarinya setelah ia hampir dibunuh vampir. Seharusnya Jeri tidak bersedih seperti ini ketika Jeri benar-benar menghilang dari peredaran di sekitarnya, bukankah dulu ia menolak pernikahan ini? Jeri meneteskan air matanya saat ia menutup mata. Ia ingat mengapa ia ingin bertahan untuk Jeri, alasannya hanya ingin membuat dia tidak berteman dengan kesepian tidak ada alasan istimewa lainnya.