Saat aku fokus memikirkan senyuman Adnan, tiba-tiba ponselku yang tergeletak di dashboard berbunyi satu kali menandakan pesan masuk.
Aku meraihnya lalu melihat pesan tersebut yang ternyata dari mama, ia menyuruhku untuk pergi ke Indomaret untuk membelikan beberapa cemilan karena sudah habis.
"Dari siapa?"
Aku menoleh ke arah Adnan yang menatapku penasaran.
"Dari mama, nyuruh ke Indomaret beli cemilan," jawabku sambil meletakkan ponsel di dashboard. Mobil berhenti tepat di depan swalayan kecil lalu kami keluar.
Aku mengambil keranjang yang tersusun rapi lalu berjalan menuju rak yang menyediakan beberapa cemilan, sementara Adnan mengikutiku dari belakang.
Tanganku mengambil cemilan kesukaan aku dan Cinta. Setelah dirasa cukup, aku membawanya ke kasir untuk dibayar.
"Rp 521. 600," ucap pelayan pria itu sambil membungkuskan cemilan yang kupesan.
Aku mengambil dompet lalu menyerahkan karu ATM padanya dan menuntun Adnan untuk masuk ke dalam mobil untuk segera pulang ke rumah.
***
Sampai di rumah, Adnan membawa belanjaan itu ke dapur karena mama sudah menunggu, sementara aku masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.Ting!
Saat aku membuka pakaian, lagi dan lagi ponsel itu kembali berdering. Aku meraihnya lalu melihat pesan dari orang yang kubayar untuk mengisi rumah baruku.
[Ini ada beberapa foto sofa, mini bar khusus di dapur, meja makan dan king size yang bermacam-macam.]
[Nanti akan saya lihat, terimakasih.]
Aku mengetik pesan itu dengan cepat lalu kuletakkan benda pipih itu di nakas, langkahku berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang sempat tertunda beberapa detik lalu.
***
Selesai mandi dan berpakaian lengkap, aku mengeringkan rambutku dengan handuk kecil lalu duduk di bibir ranjang sambil melihat foto yang dikirimkan olehnya.[Coba cari yang lain.]
Aku mengirim pesan padanya karena foto-foto interior rumah itu tidak ada yang menarik menurutku.
Ting!
[Baik.]
Ting!
[Bagaimana kalo nanti malam kita ketemu di cafeteria biasa. Saya akan memperlihatkan kepada Anda beberapa interior rumah yang minimalis, tapi mewah.][Oke.]
Aku membalas pesan itu singkat, lalu mengirim pesan pada sekretarisku mengenai kantor. Katanya lancar, tidak ada masalah apa-apa.
Aku keluar dari kamar untuk menemui papa, ternyata beliau sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Aku mendudukkan diri tepat berada di sampingnya membuat ia menatapku penuh curiga.
"Pa, besok Reyn mau masuk ke kantor ya," pintaku dengan suara rendah.
"Kenapa? Baru sehari liburnya," ucap papa.
"Enggak apa-apa sih, pa." Aku menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Terserah, tapi gimana masalah rumah baru kamu yang masih kosong itu?"
"Baru 4%, pa. Ini masih dicari dulu interior yang tepat."
Papa menganggukkan kepala mendengar penuturanku. Ya, dulu papa sempat membelikanku rumah di kompleks perumahan di sini. Tapi, aku menolak dengan alasan ingin mandiri. Toh, juga aku tidak mau diganggu adikku.
"Aku ke dapur dulu ya, pa." Aku berpamitan pada papa untuk ke dapur sekedar melihat Adnan.
Ternyata gadis itu sedang memotong daging yang dibeli mama. Aku melangkahkan kaki mendekati dua wanita yang kucintai sambil merangkul Adnan yang berdiri di dekat wastafel.
"Astaga, kamu ke sini gak bilang-bilang dulu," ucap mama saat aku datang diam-diam tanpa mengeluarkan suara.
"Ya ampun, sekali-kali dikejutin gak apa-apa kali, ma," sahutku sambil terkekeh.
"Mau buat apa nih?" tanyaku menatap Adnan.
"Buat bakso," jawab Adnan singkat.
"Biar saya bantu."
Saat aku mengambil pisau dari tangannya, entah kenapa tanganku malam menyentuh punggung tangannya. Lagi dan lagi netra kami bertemu.
Aku menatap manik hazel miliknya itu seolah-olah mataku sudah dipenjarakan oleh mata Adnan yang berkilau.
"Ekhem, kalo mau romantis, di kamar dong."
Aku melepaskan tanganku dari tangan Adnan saat mendengar suara Cinta dari belakang.
"Untung udah nikah, kalo enggak? Dosa tahu," bisik Cinta di telingaku. Ingin sekali aku menelan gadis aneh itu saat ini juga.
Tapi, aku khawatir jika nanti tidak ada teman bertengkar. Jadi, niat jahat itu kuurangkan saja dengan menghembuskan napas secara perlahan.
Aku mulai meracik daging itu sedangkan Adnan mulai mengaduk tepung dengan bumbu lain. Setelahnya, bakso daging sapi sudah jadi dan siap di santap.
"Kamu tahu, ini makanan paling enak yang pernah mama buat," ucap mama pada Adnan. Adnan tersenyum menanggapi ucapannya.
"Adnan, saya mau rombak rumah kamu jadi lebih baik, gimana?" tanyaku menatap Adnan yang berada di hadapanku. Mulutnya berhenti mengunyah sembari menatapku dalam.
"Boleh banget."
Adnan tersenyum membuatku bersemangat untuk mencari uang untuk beberapa bulan ke depan.
Setelah selesai menyantap bakso, aku berpamitan dengan beralasan ke rumah Jaya--sahabat karibku. Sebenarnya aku pergi ke rumah baru sambil membawanya.
***
Tin!Aku mengklakson beberapa kali tepat di depan gerbang rumahnya. Seorang pria dengan berpakaian rapi masuk ke dalam mobilku.
"Sabar kenapa sih, lu. Semenjak nikah, lu udah banyak berubah," ocehnya yang kutanggapi dengan kekehan pelan. Aku menjalankan mobil menuju rumah megah dengan pagar yang menjulang tinggi kira-kira 5 meter. Aku memerintahkan Jaya untuk membuka pagarnya agar mobilku bisa masuk.
"God, lo beli rumah ini?" tanya Jaya saat kami sudah menginjakkan kaki di halaman rumahku dan Adnan nanti.
"Iya," jawabku singkat.
"Daripada buat rumah untuk kalian berdua, lebih baik buat hotel. Ini sudah keterlaluan," tuturnya.
Aku menggelengkan kepala lalu berjalan masuk. Rumah ini sudah diberi keramik, pintu dan jendela. Dapur sudah kusetting dengan sedemikian rupa, hanya itu saja. Yang lain masih kosong.
Aku mengambil ponsel di saku celana untuk mengabari desain interior rumahku karena aku sudah menunggu.
***
21 menit kemudian, seorang pria seumuran denganku datang dengan gayanya yang rapi, tapi tetap santai."Saya mau, kamar pribadinya nanti itu seperti kamar bintang lima. Lalu lampunya tumblernya warna putih sepanjang 30 meter khusus 1 dinding kamar saja. Untuk lampu utama kamar ini, saya minta Anda mengirimkan beberapa fotonya. Lalu untuk meja riasnya 3 kali lipat besarnya dari kamar saya," terangku sambil menunjuk bagian mana yang kuinginkan nanti.
"Ranjang tetap king size, tapi saya minta yang lebih bagus," sambungku. Alazka--desain interior sekaligus arsitek di rumahku menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Ah iya, saya juga mau trali yang kuat dan kokoh di setiap jendela dan pintu utama dan belakang. Untuk kaca jendelanya sama ganti dengan jendela yang tebal anti peluru."
Aku menatap jendela kaca yang menurutku tidak bagus dan menggantinya.
"Untuk kamar mandi, saya pesankan saja, pak."
Alazka memberi masukkan padaku. Aku setuju dengan pendapatnya.
"Boleh."
Kami kembali berjalan ke bagian belakang, aku membuat kolam berenang di dalam rumah dengan ukuran sedang dan meluaskan halaman belakang karena nanti di sini akan bercocok tanam atau hal lainnya.
"Kursi yang Anda pesan untuk bagian belakang juga minggu depan sudah sampai," ucap Alazka.
"Reyn, luas banget kayak lapangan bola," gumam Jaya.
"Di sini juga bisa buat belajar nyetir," sindirku karena Jaya tidak bisa menyetir mobil sampai sekarang.
"Bisa aja lu," ucapnya.
"Ya sudah, hanya itu saja, pak? Kalo begitu, saya permisi pamit karena ada suatu hal yang harus saya kerjakan."
Kami bersalaman sebelum Jaya pamit meninggalkan kami.
"Reyn, laper nih."
"Ayo."
Aku merangkul Jaya keluar dari rumah menuju mobil. Aku membawanya makan di restoran bukan bintang lima. Bisa-bisa habis uangku hanya untuk mentraktirnya. Tapi, Jaya tidak mempermasalahkan hal itu.
"Ah, kenyang. Makasih ya, Reyn. Lo emang teman terbaik gue." Jaya berucap saat mobilku berhenti tepat di depan rumanya.
"Hati-hati, ya."
Jaya keluar dari mobil lalu aku berjalan dengan kecepatan tinggi menuju rumah karena hari hampir malam
Mobil memasuki pekarangan rumah, aku turun dari mobil sambil menenteng ponsel lalu menutup garasi. Langkahku terhenti saat mama keluar dari rumah sambil berkacak pinggang. Salahku apa sekarang?"Dari mana aja?" tanya mama sambil menatapku tajam."Ada hal penting."Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, tapi lebih dahulu ia tahan. Sehingga aku kembali berdiri di tempat yang sama."Di mana?"Terpaksa aku harus jujur sekarang."Dari rumah Jaya, temanin ke rumah baru. Sekaligus pesan beberapa interior rumah ke Alazka," jelasku. Mama menganggukkan kepalanya lalu menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi ruang bagiku masuk ke dalam rumah.'Akhirnya,' batinku sambil tersenyum.Aku bergegas masuk ke dalam kamar dan melihat Adnan yang tengah duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya tanpa menyadari bahwa aku tengah memperhatikannya."Ekhem."Adnan menoleh ke arah pintu di mana aku berdiri. Ia mendengar dehemank
Sampai di rumah, aku berjalan menuju dapur lalu meletakkan madu pesanan mama di dalam kabinetnya dan masuk ke dalam kamar."Maaf, ya. Saya pulang telat, tadi habis ke rumah Ibu," ucapku pada Adnan yang duduk di bibir ranjang. Mungkin dia menunggu kedatanganku."Aku juga minta izin untuk renovasi rumahnya terus kasih uang," sambungku sambil mendudukkan tubuhku di sampingnya."Makasih ya, udah mau rubah kehidupan gue."Adnan membuka suaranya. Aku mengganggukkan kepala sambil tersenyum lembut padanya."Saya mandi dulu."Aku berjalan menuju lemari untuk mengambil baju ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi.Setelahnya, kami melaksanakan salat magrib lalu makan malam. Aku membicarakan perihal untuk mengisi rumah baru yang akan kutempatkan bersama Adnan. Hanya berdua, lalu perihal renovasi rumah untuk sesegera mungkin.Papa mendukung niat baikku, aku tersenyum bahagia bisa menolong keluarga istriku.Malam ini,
"Kita ke rumah kamu sekarang."Adnan menoleh ke arahku yang sedang memeluk dirinya. Pagi ini, udaranya sangat dingin karena hujan semalam cukup lama."Oke."Adnan berlari masuk ke dalam rumah, mungkin bersiap-siap. Aku merengangkan otot-ototku yang kaku sehabis tidur lalu masuk ke dalam kamar.****Aku mendengar suara shower di kamar mandi, lalu membuka almari untuk memasang jaket parasut, ponsel dan headset dan lari pagi. Sudah lama aku tidak melakukan kegiatan ini.50 menit kemudian, aku selesai lari dan berjalan santai menuju rumah.Ping!Ponselku berbunyi lalu melihat pesan masuk dari Jaya bahwa ia sudah mendapatkan beberapa tukang untuk merenovasi rumah ibu Adnan."Assalamualaikum," ucapku berjalan masuk ke dalam rumah sambil menatap ponsel."Astaga, Kakak. Kami dari tadi udah nunggu. Cepatan mandi!" teriak Cinta padaku.Puk!
"Dulu, saya beragama kristen. Tapi, semenjak saya di Indonesia, saya mualaf dan dulu saya juga berpacaran. Orang Korea juga, setelah pindah ke Indonesia, wanita itu memutuskan hubungan kami sepihak. Mulai dari sanalah saya tidak mau berpacaran. Jadi, saya menikahkan kamu."Aku menatap Adnan yang sedari tadi mencuri pandang padaku."Apa dia cantik?""Iya. Putih, tinggi, tapi sayang, dia menjadi jalang di Korea. Gak tahu kalo di sini," ujarku."Itu kriteriamu?"Aku menoleh ke arah Adnan dengan kata 'mu' yang ia lontarkan padaku."Iya.""Kenapa memilihku?"Jujur, ada perasaan senang di sana, Adnan sudah mengganti kata 'lo-gue' menjadi kata 'aku-kamu'."Dia itu gak bisa membuat jantung saya berdetak tidak normal bila berdekatan dengannya. Tapi, kamu."Aku menatapnya tajam seolah memenjarakan bola mata indahnya tepat di bola mata legamku."Ah, kita pulang sekarang."Adnan membalikkan tub
Pagi ini, aku melaksanakan rutinitas sebelum berangkat ke kantor.Cinta tidak masuk kelas karena dosennya sedang berhalangan untuk hadir."Saya pergi dulu, ya."Aku mengecup keningnya saat kami berdiri di teras rumah. Aku melihat ekspresi Adnan yang kaku, membuatku gemas seraya mengacak-acak surainya."Masuk, gih. Jangan tinggalin rumah."Aku memberikan pesan padanya lalu melihat pintu rumah itu tertutup rapat dan pergi menuju kantor menggunakan mobilku.***Di perjalanan, aku menginformasikan pada orang yang mengerjakan rumah Ibu untuk segera bergerak cepat karena sebentar lagi aku akan mengisi rumahnya.Sampai di parkiran kantor, aku memakai jas seraya berjalan masuk ke dalam lobi menuju ruanganku. Ada 3 tumpuk berkas di sana."Bakalan lembur nih," gumamku seraya menaikkan suhu ruangan menggunakan remote control di meja kerja.Tok ... tok ... tok ...."Masuk!" teriakku sembari menekan tombo
PoV AuthorAdnan terlihat gelisah karena Reyndad belum juga turun untuk makan malam bersama, padahal mereka sudah menunggu kedatangannya dari tadi."Nan, coba susul suami kamu ke kamar," ucap Fina. Adnan beranjak dari kursinya lalu berjalan menuju kamar. Terlihat seorang pria berbaring di ranjang memunggunyinya.Ia berjalan mendekatinya lalu melihat mata pria itu sudah tertutup rapat dengan wajahnya yang letihnya. 'Jangan kubangunkan,' batin Adnan lalu meninggalkannya di kamar."Sudah tidur, Bu. Kita makan malam saja," ujar Adnan lalu mereka memulai makan malam bersama tanpa Reyndad.***Setelah selesai, Adnan langsung menuju kamarnya lalu berbaring menghadap sang suami.Tangannya terulur menyentuh wajah tampannya, wajahnya semakin tampan karena ada tahi lalat di bawah mata sebelah kanannya, bibirnya yang merah sedikit terbuka, bulu mata serta alisnya yang tebal, wajahnya yang berkilau dan mulus, hidungnya yang mancung.
Setelah selesai berkebun, Adnan dan Silvia masuk ke dalam rumah, sementara Fina membantu Bi Minah di dapur.Keadaan tangan Silvia dan Adnan dipenuhi dengan tanah hitam yang mereka gunakan untuk menanam beberapa bunga.Mereka membersihkannya di wastafel dapur, lalu Adnan berpamitan untuk ke kamar.Sampai di kamar, Adnan membersihkan tubuhnya lalu melaksanakan salat dzuhur lalu tidur siang di atas ranjang.Silvia membuka pintu kamar sang menantu lalu melihat pendingin ruangannya tidak ia hidupkan.Mungkin dia tidak tahu, atau Reyn tidak memberitahunya, pikir Silvia. Ia masuk secara perlahan lalu menghidupkan pendingin ruangan dan keluar dari kamar.Adnan tidak mengetahui hal tersebut karena tubuhnya sudah lelah.****Pukul 17.05 WIB, Reyndad pulang dari kantor dan mendapati seorang gadis yang sudah berbaring di ranjang dalam keadaan seprai selimut dan bantal yang berantakan.Posisi
Reyndad mengembuskan napasnya lalu mengambil posisi memunggungi sang istri.Ia menutup matanya untuk menghilangkan pikiran negatif tentang Adnan pada dirinya lalu mulai terlelap.****Pagi ini, Reyndad tak mendapati Adnan di ranjang. Ia keluar kamar menuju dapur dan hasilnya nihil.Ia membuka pintu belakang dan pintu depan juga tak ada. Orang di rumah tidak ada.Ia kembali berjalan ke kamar, matanya tertuju pada ponselnya yang menyala di samping ponsel Adnan.Ada sebuah pesan dari Seok.[Papa berangkat hari ini, ya. Banyak banget rapat yang tertunda di sana.]"Tapi, Adnan di mana sekarang," geramnya seraya meletakkan ponsel itu dengan melemparnya ke nakas.Ting!Reyndad kembali mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel itu.[Kaka