Share

Penasaran

Allaric tiba di kantornya. Ia langsung masuk ke lift khusus yang langsung menuju ke ruangannya. Matanya kembali mencari keberadaan Kirana. Namun, gadis itu belum terlihat.

"Apa dia belum tiba?" tanya Allaric pada Alan.

"Belum Tuan," jawab Alan.

"Jam berapa meeting pagi ini di mulai?"

"Jam delapan, Tuan,"

Allaric melirik arloji mahalnya terlihat jika saat ini waktu menunjukkan baru setengah delapan. Waktu terus berlalu Allaric masih ingin menunggu Kirana. Tapi, Alan kembali menyadarkannya jika saat ini ada klien yang telah menunggunya. Allaric pun beranjak saat ia keluar dari lift. Tanpa di sengaja ia berpas-pasan dengan Kirana yang baru saja tiba.

Kirana sendiri terkejut saat Allaric berdiri tepat di hadapannya. Mata mereka beradu pandang, Allaric hanyut dalam manik coklat milik Kirana.

"Kirana," tegur Maya. Wanita itu pun segera menghampirinya.

"Maafkan anak buah Saya, Tuan," ucap Maya.

Allaric segera berlalu tanpa mempedulikan kehadiran Maya. Namun, Allaric kembali menoleh ke arah Kirana dan tersenyum penuh arti.

"Mana berkas yang Saya minta untuk di kerjakan," pinta Maya.

Kirana pun memberikannya berkas itu pada Maya yang tersenyum padanya.

"Kerjamu bagus," pujinya.

Ia pun berlalu meninggalkan Kirana. Rekan kerja Kirana mendekatinya dan berusaha membantunya.

"Gila, Bu Maya menyuruh Kamu mengerjakan berkas sebanyak ini! Kalau Aku jadi Kamu, Aku bakal nyerah dan kabur dari sini, tanpa memperdulikannya lagi," cetus teman kerjanya.

Mereka pun kembali berbincang. Tanpa mereka sadari. Seseorang mendengar percakapan mereka. Tidak ada yang tahu jika Allaric. Menempatkan satu orangnya yang selalu mengawasi Kirana selama di ruangannya.

****

Hari ini Kirana pulang terlambat. Ia merasa Maya akan selalu membuatnya sibuk. Akan tetapi tekadnya kuat dan akan tetap bertahan. 

Allaric dan Alan juga masih berada di ruangannya. Mereka sedang membicarakan proyek baru di luar negeri sampai selesai dan setelah itu keduanya meninggalkan ruangan.

"Tuan, sepertinya Kirana juga baru saja keluar dari ruangannya," ucap Alan memperhatikan ruangan yang tidak jauh dari ruangannya.

Mendengar nama Kirana disebut seketika mata Allaric mencari gadis tersebut yang membuatnya penasaran.

"Apa dia lembur lagi?" tanya Allaric masih memperhatikan gadis tersebut sampai tidak terlihat lagi.

"Sepertinya begitu!" hardik Alan.

Allaric dan Alan pun meninggalkan ruangannya sampai ke Lobby perusahaan. Keduanya pun berjalan ke arah parkiran dan mengambil mobilnya.

Saat akan menyetir Alan melihat Kirana berdiri sendiri di seberang jalan.  "Tuan, Kirana sepertinya butuh tumpangan," ungkap Alan masih memperhatikan gadis itu.

"Kau tau apa yang harus Kau lakukan Alan?" tanya Allaric menatapnya serius.

Alan pun mengangguk dan menghentikan mobilnya di depan Kirana. Seketika gadis itu bingung tak kala sebuah mobil berhenti di depannya. Seketika ia terkejut saat kaca mobil itu di buka.

"Tuan Alan?" tanya Kirana terkejut sambil melihat sekitar.

"Butuh tumpangan?" balik tanyanya.

Kirana menggelengkan kepalanya.

"Tidak, terima kasih. Saya akan menunggu Bus atau Taxi saja," tolaknya dengan sopan.

"Ini sudah malam! Tak ada kendaraan umum yang akan lewat pada jam segini. Kamu kan perempuan tak baik masih berada di sini sendirian. Aku khawatir ada yang akan berbuat jahat padamu. Lagi pula ini masih lingkungan perusahaan," ungkapnya memaksa.

"Sekali lagi terima kasih atas tawarannya. Saya tidak enak jika harus menumpang dengan Anda."

Alan tersenyum. "Kenapa merasa tidak enak? Aku ingin menolongmu. Ayolah Kamu tidak bisa menolak tawaranku. Aku mohon!" seru Alan memaksa.

Kirana pun terdiam dan berpikir sejenak. Ia melihat jam tangannya benar-benar sudah larut malam. 

Pada akhirnya Kirana pun mau ikut bersama Alan, walau sebenarnya ia canggung karena harus bersanding dengan Bos besar.

Kirana benar-benar sangat gugup berada di samping Allaric. Gadis itu berusaha berpaling saat melihat Bos nya fokus pada layar laptop-nya. Kirana tidak berani menoleh karena ini membuatnya tidak nyaman.

Secara diam-diam Allaric memperhatikan seluruh tubuh Kirana dari ujung rambut sampai kaki dengan sudut matanya. Sampai pandangan Allaric pun terfokuskan pada bibir tipisnya dan mulai membayangkan hal lain di dalam pikirannya.

Lamunan Kirana buyar saat Alan bertanya padanya. "Di mana rumahmu?" tanyanya.

Kirana pun memperhatikan jalang ada di depannya. "Tinggal lurus saja Tuan!"

"Benar ke sini?" 

"Yah, cukup berhenti di depan Gang itu," ucap Kirana sambil menunjuk ke Gang yang ada di depannya.

"Baiklah."

Alan pun menghentikan mobilnya tepat di depan gang.

"Terima kasih, Tuan Alan," ucap Kirana sembari membungkukkan badannya.

"Jangan padaku, katakan pada Tuan Allaric," ungkap Alan.

Kirana terdiam, ia menatap Alan. Pria kaku itu hanya mengangguk, mengiyakan.

"Terima kasih, Tuan Allaric," ucap Kirana terbata.

"Sama-sama," sahut Allaric terlihat cuek.

"Tuan, kalau begitu Saya permisi. Sekali lagi Saya ucapkan terima kasih atas tumpangannya." Kirana membungkukkan badannya, kemudian bejalan masuk kedalam gang kecil menuju rumah.

Dari dalam mobil, Allaric terus memperhatikan langkahnya.

"Aku harus mendapatkannya, Alan," gumam Allaric.

"Saya akan membantu Anda Tuan," sahut Alan.

"Terus awasi Dia, Aku mau tau semua tentangnya," perintah Allaric.

"Sekarang kita akan ke mana, Tuan?" tanya Alan.

"Langit Malam," ucap Allaric.

"Baik," jawab Alan. Mobil pun melaju meninggalkan gang sempit kediaman Kirana. Menuju ke sebuah tempat hiburan malam. Tempat di mana Allaric menghabiskan malamnya? Tempat di mana para penikmat dunia malam? Menghabiskan waktu dan uang mereka untuk bersenang-senang.

Di sanalah, Allaric selalu melampiaskan hasratnya, pada wanita yang datang sendiri padanya. Allaric akan memberikan apa saja untuk wanita itu jika ia mau menuruti kemauan Allaric. Allaric pun berpikir, mungkin dengan cara itu. Dia bisa mendapatkan Kirana.

****

"Kapan Kau akan pulang?" tanya Kirana pada seseorang di dalam teleponnya.

"Mungkin beberapa minggu lagi," jawabnya.

Wajah Kirana terlihat cemberut.

"Apa Kau disana, sudah menemukan wanita lain? Hingga Kau tidak mau pulang dan menemuiku. Apa Kau tidak rindu padaku?" cecar Kirana dengan wajah cemberut.

Pemuda itu terdengar terkekeh.

"Tidak wanita lain, yang bisa mengisi hatiku selain Kamu," balasnya.

"Davi, cepat selesaikan semua urusanmu dan kembalilah," pinta Kirana.

"Kau merindukanku?" tanya Davi.

"Ya, Aku merindukanmu," jawab Kirana.

"Baiklah, Aku akan berusaha secepatnya menyelesaikan semua dan akan cepat kembali," ucap Davi.

"Baiklah, sebaiknya Kau istirahat. Aku tau, di sana pasti sudah tengah malam," ucap Kirana.

"Baiklah, Kau juga. Aku mencintaimu," tutup Davi tersenyum.

"Aku juga," tutup Kirana.

Kirana menarik nafasnya dalam dan memejamkan matanya. Ia membayangkan wajah Davi. pemuda yang telah mengisi hatinya dua tahun belakangan ini. Tapi, saat ini dia sedang keluar negeri untuk satu urusan. Keduanya terpaksa berhubungan jarak jauh dan menahan rasa rindu ingin bertemu.

Davindra, putra seorang pengusaha yang terkenal di kota Y. Keduanya pertama kali bertemu di rumah sakit. Saat papa Kirana masuk rumah sakit dan Davindra sendiri yang saat itu sedang mengunjungi kakeknya. Keduanya berkenalan di kantin rumah sakit dan menjadi dekat setelah beberapa minggu Davindra melakukan penjajakan.

Gayung bersambut, saat Davindra menyatakan perasaannya. Ternyata, Kirana juga memiliki rasa yang sama. Keduanya, memutuskan untuk menjalin kasih. Hubungan keduanya memang tidak mendapat restu dari kedua orang tua Davindra. Dikarenakan, Kirana hanya anak seorang pensiunan militer. Meski tidak mendapat restu, Davindra dengan gigih meyakinkan Kirana untuk tetap bertahan dan percaya padanya.

Kirana membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba sekelibat bayang menghampiri pikiran Kirana. Entah mengapa, tiba-tiba wajah Allaric terlintas di benaknya? Kirana membuang jauh pikirannya tentang Allaric. Ia tidak mau mempunyai hubungan ataupun terlibat sesuatu dengan Allaric. Untuk itulah, ia selalu berusaha untuk menghindar dari sosok Allaric.

bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status