Kesehatan Mamanya Kirana, perlahan pulih. Wanita itu pun sudah di perbolehkan untuk pulang. Kirana meminta izin pada Allaric untuk tidak masuk kantor hari ini. Ia akan menjemput mamanya dari rumah sakit. Dengan senang hati, Allaric mengabulkannya dan dia sendiri juga ikut datang menjemput.
Mama Kirana terlihat senang pada sosok Allaric yang baik dan sopan. Allaric sendiri merasa nyaman saat dirinya mengobrol bersama Mama Kirana. Entah mengapa sikap lembut lembut wanita itu membuat Allaric merasa seperti sedang berbicara pada Ibunya.
"Mama, istirahat dulu ya!" seru Kirana.
"Mama, masih ingin mengobrol, Na. Sudah lama tidak mengobrol panjang lebar seperti ini, sejak Mama berada di rumah sakit," sahut sang Mama.
"Iya, Nana ngerti. Tapi, kan Mama juga harus banyak istirahat," lanjut Kirana.
"Kirana benar, Nyonya. Sebaiknya, Anda istirahat agar kesehatan Anda segera pulih," selaAllaric.
"Baiklah," ucap Ayu menuruti kedua anak muda dei depannya. Kirana mengantarkan Mamanya kembali ke kamar, sedangkan Allric duduk di ruang tamu dengan secangkir teh.
Kirana kembali dan duduk menemani Allaric yang sedang sibuk berkutat dengan ponselnya. Wajah tampannya dan tegasnya, terlihat serius saat berhadapan dengan pekerjaan. Kirana kembali memperhatikan setiap inci wajah Allaric tanpa terlewatkan, ia pun tersenyum.
"Apa ada yang lucu?" sebuah suara memecah lamunan Kirana.
"Apa?" tanya Kirana bengong.
"Aku bertanya apa ada yang lucu?" ulang Allaric.
"Maksud anda?" tanya Kirana yang masih bengong.
"Aku perhatikan sedari tadi Kau diam-diam memperhatikan wajahku dan tersenyum," ungkap Allaric.
Kirana kembali terbengong dan menatap lekat ke arah Bos-nya."Apa aku terlihat tampan?" lanjut Allaric.
Kirana menahan senyumnya. Allaric pun tersenyum ke arah Kirana yang kini mulai melebarkan senyumnya. Tidak lama kemudian, Allaric pun berpamitan. Ia memberikan izin pada Kirana beberapa hari untuk merawat Mamanya.
"Istirahatlah, aku melihat lingkar hitam di matamu," cetus Allaric.
"Terima kasih, Tuan," sahut Kirana.
"Aku ingin, saat kau kembali bekerja. Kau sudah dalam keadaan segar," lanjut Allaric.
Kirana hanya mengangguk pelan dan tersenyum. Allaric masuk ke dalam mobil dan perlahan melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Kirana.
****
Keesokan harinya, Kirana telah kembali bekerja.
"Persiapkan berkas untul klien kita yang ada di negara S," cetus Allaric saat melihat kedatangan Kirana. Kirana pun bergegas menuju meja kerjanya dan kembali ke ruangan Bossnya, sembari membawa sebuah map berwana biru."Ini, Tuan," ucap Kirana.
Allaric mengambil dan mulai memeriksanya kembali.
"Kamu pelajari lagi dan kembalikan pada saya. Kita akan ke luar negeri dalam waktu dekat!" seru Allaric."Apa?" pekik Kirana.
"Kamu kenapa?" tanya Allaric.
"Anda bilang, kita? Maksudnya?" tanya Kirana.
"Yah, kita! Kamu dan saya. Kita akan keluar negeri untuk menghadiri rapat penting ini," ungkap Allaric.
"Tapi, kenapa saya, Tuan?" tanya Kirana lagi.
"Karena kamu sekarang asisten saya," hardik Allaric.
"Tapi, kan saya asisten sementara. Sedangkan asisten anda yang sebenarnya, Tuan Alan," kilah Kirana.
"Tapi, saat ini Alan tidak di sini dan hanya ada kamu," potong Allaric.
Kirana terdiam. Allaric menatap dalam pada gadis yang menjadi incarannya saat inu.Ia sengaja melakukannya, agar Kirana dapat segera ia taklukkan. Ia mulai jengah dengan sikap pura-pura yang selalu ia tunjukkan pada gadis itu.
"Sudahlah! Sebaiknya, sekarang kamu kembali ke ruanganmu dan pelajari semua ini." Allaric mengembalikan map biru ke tangan Kirana. Gadis itu keluar dengan langkah gontai. Sedangkan Allaric tersenyum puas. Ia yakin, Kirana tidak akan bisa menolak kali ini, mengingat apa yanh telah Allaric lakukan untuk mamanya."Aku tidak akan melepaskanmu kali ini," desis Allaric menyeringai.
Kirana termenung ke arah map biru yang ada di atas meja kerjanya. Ia menarik nafas dan mengembus kasar.
"Apa yang harud aku lakukan? Kalau aku pergi, bagaimana dengan mama?" desis Kirana. Kirana kembali teringat akan sosok Davindra. Saat ini, pemuda itu sedang berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan.Kirana kembali mencoba menghubungi Davindra. Namun, lagi-lagi pemuda itu tidak menjawab panggilan dan membalas pesan dari Kirana. Entah sudah beratus kali Kirana menelpon dan mengirim ribuan pesan untuknya. Tidak ada satupun mendapat tanggapan dari Davindra.Kirana merasa jenuh dengan hubungannya. Sejujurnya, ia sangat mencintai pemuda yang telah bersamanya sekian tahun. Kirana juga tahu, jika hubungannya tidak akan pernah mendapatkan restu dari kedua orang tua Davindra, karena status sosial mereka yang berbeda.
****
"Apa kamu sudah membaca semua isi map itu?" tanya Allaric keesokkan harinya.
Kirana hanya mengangguk pelan.
"Baiklah, segera persiapkan barang-barang kamu. Lusa kita berangkat ke kota S," ucap Allaric.
"Tapi, Tuan! Apa saya boleh menolak?" ucap Kirana.
"Menolak? Kenapa?" tanya Allric.
"Anda tau sendiri, mama saya baru saja pulih dari operasi besar. Kami hanya tinggal berdua, kalau saya pergi. Siapa yang akan merawar dan menemani mamanya?" ungkap Kirana.
"Kamu masih memikir semua ini di saat begini?" hardik Allaric yang mulai terlihat kesal dengan sikap Kirana. Allaric telah salah menilai Kirana. Ia mengira Kirana akan dengan mudah mengiyakan ajakannya. Tapi, ternyata dia salah. Kirana masih saja sama. Ia tetap berusaha menghindar dan menjaga jarak dengannya.
"Aku akan mengutus beberapa perawat dan pelayang untuk menemani dan mengurus mamamu. Apa kamu puas?" ucap Allaric lantang.
Kini Kirana tidak bisa mengelak lagi. Mau tidak mau ia harus ikut. Sebab, ia sudah tidak punya alasan lagi.
"Baiklah," desis Kirana pelan, kemudian melangkah ke luar meninggalkan Allric di ruangannya.Allaric menggelengkan kepala dengan heran.
"Di saat seluruh wanita di dunia ini, menginginkan untuk dekat bahkan ada yang melakukan berbagai cara hanya untuk dekat denganku. Mengapa, gadis ini malah berusaha untuk jauh dariku?" gumam Allaric.Allaric kembali memeriksa dokumen yang baru saja dikembalikan oleh Kirana. Ia juga memeriksa beberapa email yang masuk. Salah satunya dari Alan. Orang kepercayaannya itu, melaporkan proyek mereka yang sedang di tinjau Alan.
"Sepertinya, aku lebih membutuhkanmu disini dari pada di sana!" seru Allaric, saat keduanya melakukan panggilan melalui video.Alan hanya tertawa geli mendengar ucapan Bos nya.
"Jangan tertawa! Cepat selesaikan urusanmu dan kembali secepatnya!" seru Allaric kesal dan mengakhiri panggilan mereka.****
"Kamu di sana nanti berapa lama, Na?" tanya Bu Ayu pada putrinya.
"Belum tau, Ma," jawab Kirana.
"Kamu kenapa, Na?" tanya Bu Ayu lagi.
"Tidak apa-apa, Ma," sahut Kirana tersenyum. Ia tidak mau sampai Mamanya tahu, jika ada banyak hal yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini.
"Sudah siap semuanya!" seru Bu Ayu. Kirana hanya mengangguk pelan.
Tidak lama kemudian, terdengar seseorang menekan bell. Kirana segera beranjak membuka pintu. Bisa ia tebak, siapa yang datang? Benar dugaan Kirana, yang datang adalah Allaric dan para utusannya. Terlihat dua orang berpakaian perawat dan dua orang berpakaian pelayan.
"Kamu sudah siap?" tanya Allaric. Kirana mengangguk dan meminta Allaric untuk masuk.
Setelah berpamitan pada Mamanya, setelah sebelumnya Kirana menjelaskan apa saja tugas keempat orang suruhan Allaric itu di rumahnya. Mereka terlihat mengerti dengan tugas mereka.
Kirana dan Allaric pun meninggalkan kediamannya dan langsung menuju bandara pribadi milik Allaric. Mereka akan menggunakan jet pribadi. Kirana sempat terpukau dengan fasilitas yang ada di dalam jet milik Allaric.
"Istirahatlah, perjalanan kita masih panjang!" seru Allaric.
Kirana kembali menganggukkan kepalanya. Allaric duduk di depannya. Tidak lama kemudian, terdengar dengkuran halus. Allaric segera mencari suara dengkuran itu berasal. Ia tersenyum geli, saat tahu jika Kirana tertidur.
"Istirahatlah, Sayang. Setelah ini akan ada kejutan untukmu di sana," gumam Allaric menyeringai.bersambung.
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d