RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r
POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem
ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali