Begitu Ewan muncul di ambang pintu ruangan VIP, dia langsung melihat Laksh sedang menginjak wajah Halim dengan kakinya. Tatapan Ewan langsung berubah dingin, kilatan membunuh terpancar dari matanya.Dengan suara rendah, dia berkata, "Coba saja sentuh temanku kalau berani?"Mendengar suara itu, Laksh langsung menoleh ke arah pintu. Seketika, ekspresinya berubah drastis.Kenapa Ewan bisa muncul di sini?!Sebelum Laksh sempat membuka mulut, Mona telah menyela lebih dulu, "Pak Laksh, kukenalkan ya. Cowok ini namanya Ewan, temannya si pecundang yang tadi diinjak. Nggak usah dipeduliin. Dia itu cowok nggak berguna."'Nggak berguna? Jangan bercanda! Cowok nggak berguna berani membunuh budak milik Dullah? Cowok nggak berguna berani menginjak wajahku?!'Laksh sama sekali tidak percaya omong kosong Mona.Sementara itu, Mona makin menjadi. Sambil menggandeng lengan Laksh dengan sombong, dia menatap Ewan dan berkata, "Ewan, kenalin, ini pacar baruku. Namanya ....""Bukannya kamu pacar Yusuf? Sekar
Setelah itu, Laksh kembali menoleh ke arah Glenda dan berkata, "Temani aku semalam, kubayar 200 juta.""Mimpi!" Wajah Glenda memerah karena marah. Baginya, pernyataan Laksh itu sama saja seperti merendahkannya setara dengan wanita yang menjual diri."Kamu merasa itu terlalu sedikit?" Laksh menyeringai. "Kalau begitu, 200 juta per jam. Harga segitu seharusnya cukup membuatmu puas, 'kan? Kamu harus tahu, biasanya aku tidur sama artis-artis kecil itu tanpa keluar uang sepeser pun ....""Pergi kamu!" Belum sempat Laksh menyelesaikan kalimatnya, Glenda sudah membentaknya dengan marah."Huh!" Ekspresi Laksh langsung berubah dingin. "Aku tertarik padamu itu berkah buatmu. Jangan nggak tahu diri."Di saat inilah Mona juga melangkah maju dan berkata, "Glenda, sok suci banget sih kamu! Apa salahnya sih temani Pak Laksh? Lagian, wanita itu memang ada untuk melayani laki-laki, 'kan?""Mona! Omong kosong apa yang kamu ucapkan!" Glenda membalas tajam. "Kalau kamu senang melayani orang, ya silakan sa
"Berhenti!" Halim membentak keras. Dia segera bangkit dari lantai dan berdiri di depan Glenda, melindunginya di belakang tubuhnya."Bocah, kamu cari mati, ya?" Wajah Laksh menunjukkan niat jahat.Halim meraih sebuah botol minuman dari atas meja dan menggenggamnya erat, lalu berkata dengan garang, "Aku nggak peduli siapa kamu. Kalau berani sentuh temanku, aku akan lawan kamu sampai mati."Mendengar itu, hati Glenda bergetar. Punggung yang tampak kurus itu, entah kenapa memberikan rasa aman yang luar biasa."Ah, jadi kamu mau sok jadi pahlawan, ya? Hahaha ...." Laksh tertawa keras, tetapi wajahnya seketika berubah kejam. Dia memaki, "Dasar nggak tahu diri! Kamu pikir kamu siapa? Mau lawan aku? Huh!"Cuih!Laksh meludah dan tepat mengenai wajah Halim.Halim tetap menggenggam botol erat-erat. Meski sudah dihina, dia tidak bertindak gegabah. Karena dari sudut matanya, dia bisa melihat, beberapa pria berbadan kekar berbaju hitam berdiri di belakang Laksh. Jelas mereka adalah pengawal. Kalau
"Siapa 'tuan muda' yang kalian maksud?" tanya Halim.Belum sempat ada yang menjawab, terdengar suara sombong dari arah pintu, "Itu aku." Seorang pemuda yang mengenakan kaus putih dengan rambut dicat pirang masuk dari luar. Di pipi kirinya samar-samar terlihat bekas tamparan.Begitu melihat pemuda itu, wajah Glenda langsung berubah drastis. Dia buru-buru berlindung di belakang Halim."Cantik, kenapa sembunyi begitu lihat aku? Aku ini menakutkan, ya? Padahal tadi di toilet, aku masih ingin ngobrol lebih dekat sama kamu. Sayang, kamu kabur terlalu cepat."Pemuda itu menatap Glenda dengan senyum cabul, sorot matanya penuh hawa mesum. Dia terus berkata, "Aku datang kemari khusus buat nyari kamu. Kita ngobrol lagi, yuk, lebih mendalam.""Diam!" Halim membentak keras dan menunjuk si pemuda berambut pirang. "Aku kasih peringatan, kalau kamu berani ganggu temanku lagi, awas saja. Jangan salahkan aku kalau sampai bertindak kasar.""Kamu? Mau bertindak kasar sama aku?"Plak!Tanpa aba-aba, si pem
Telah terjadi hal gawat!Mendengar suara Halim yang panik, hati Ewan langsung mencelos. Dia buru-buru bertanya, "Kak Halim, ada apa sebenarnya?""Itu ... Glenda ...."Bruak!Suara Halim tiba-tiba terputus, seolah ada benturan keras dari seberang telepon.Ewan langsung berdiri dan berkata pada Ridho dan Bagas, "Pak, sepertinya ada masalah dengan teman-temanku di bawah. Aku perlu segera ke sana.""Ewan, perlu kutemani?" tanya Bagas."Nggak perlu," jawab Ewan. Baru saja dia hendak melangkah keluar, pintu ruang VIP tiba-tiba terbuka keras.Seorang pelayan berlari tergesa-gesa masuk, lalu membungkuk dan berbisik sesuatu di telinga Erico. Seketika itu juga, ekspresi Erico berubah."Semua, lanjutkan saja minumnya. Aku ada urusan sebentar, mohon izin," kata Erico sambil berdiri.Selesai bicara, dia melemparkan pandangan ke Ewan dan mengisyaratkan sesuatu. Keduanya pun segera keluar ruangan dengan cepat.Begitu sampai di lorong, Erico langsung bertanya, "Ewan, temanmu ada di ruang mana?""Di la
"Kalau kamu mau minta sekarang juga masih sempat," kata Erico sambil tersenyum."Ah, nggak usah. Kalau aku minta lagi, kalian pasti makin mentertawakanku. Lebih baik kita lanjut minum saja," jawab Ewan sambil mengangkat gelas dan bersulang dengan Erico.Setelah kejadian tadi, semua orang yang hadir makin menghormati Ewan. Mereka tidak hanya mengakui kemampuannya, tapi juga mulai bersikap lebih hangat dan bersahabat.Suasana di ruang VIP pun makin hangat dan penuh tawa.Sambil mengobrol, Ewan juga mulai mengenal siapa saja yang ada di ruangan itu. Selain Ridho dan Bagas, hampir semua tamu yang hadir adalah pengusaha besar di Kota Papandaya.Beberapa putaran minuman pun lewat.Tiba-tiba, Erico menurunkan suara seolah ingin membocorkan rahasia besar. "Kalian sudah dengar belum? Katanya, Tuan Tua Keluarga Tjandra sudah sekarat.""Keluarga Tjandra yang mana?" tanya seseorang."Masih tanya lagi? Di Papandaya, keluarga bermarga Tjandra yang besar ya cuma satu itu.""Bukannya Pak Guntur sehat-