Share

Bab 2

Penulis: Rexa Pariaman
Saat masih dalam kondisi pingsan, di benak Ewan tiba-tiba terdengar suara tua yang dalam.

"Aku adalah leluhur Keluarga Aditya. Selama hidupku, aku menguasai dunia dan tak terkalahkan. Ketika wafat, aku meninggalkan seutas kesadaran ilahi di dalam gelang giok ini sebagai pusaka warisan Keluarga Aditya."

"Nggak kusangka, zaman sudah berganti. Keturunan Keluarga Aditya bisa-bisanya terpuruk sampai begitu rendah. Rasanya menyedihkan sekaligus memalukan! Karena takdir mempertemukan kita hari ini, maka aku akan mewariskan seluruh ilmu hidupku padamu."

"Ingat baik-baik. Setelah menerima warisan ini, kamu harus menjunjung kebenaran dan keadilan. Jangan sekali-kali menggunakannya untuk kejahatan atau menempuh jalan sesat. Kalau melanggar, kamu akan mati dalam keadaan nggak punya tempat untuk dikuburkan!"

Sesaat kemudian, Ewan melihat gelang giok putih yang dulu dia berikan pada Mona tiba-tiba berubah menjadi seekor naga emas berkaki lima, lalu menerobos masuk ke dadanya.

"Aaargh!" Ewan terkejut dan langsung terbangun. Begitu membuka mata, dia masih berada di kontrakan Mona. Sementara itu, Mona dan Dylan entah sudah pergi ke mana.

"Dasar pasangan berengsek!" umpat Ewan, lalu bangkit berdiri dari lantai.

Tepat pada saat itu, Ewan terkejut menyadari bahwa rasa sakit di tubuhnya sudah menghilang sepenuhnya. Bahkan, tidak ada bekas luka sedikit pun.

Ewan masih ingat dengan jelas bahwa Dylan sempat menginjak jari-jarinya hingga patah dan membuatnya kesakitan sampai pingsan. Namun sekarang, jari-jarinya telah pulih sempurna. Bahkan, kulitnya terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Apa yang terjadi? Tiba-tiba, Ewan teringat akan mimpi barusan. Jangan-jangan, semua yang ada di mimpi itu sungguh nyata?

Ewan mencoba menutup mata dan fokus. Saat berikutnya, raut wajahnya langsung berubah kaget. Sebab dalam pikirannya, tiba-tiba muncul berbagai macam pengetahuan aneh dan asing. Mulai dari teknik medis, seni bela diri, teknik kultivasi, ilmu rahasia strategi, hingga ilmu fengsui dan ilmu metafisika ....

Bahkan, ada sebuah buku berjudul "Kitab Jimat Akademi Sidoar". Buku itu memuat berbagai cara penggunaan jimat Akademi Sidoar, seperti Jimat Pembawa Sial, Jimat Langkah Dewa, Jimat Pengusir Setan, Jimat Pembuka Mata Batin, dan banyak lagi .... Totalnya ada 108 jenis!

"Astaga! Sebenarnya apa semua ini?" Ewan agak kebingungan sendiri.

Dret, dret ....

Tiba-tiba, suara dering ponsel yang nyaring membuyarkan pikiran Ewan. Begitu Ewan mengeluarkan ponselnya, dia melihat layar menampilkan nama "Neva". Dia segera menekan tombol jawab dan bertanya dengan hormat, "Bu Neva, ada yang bisa kubantu?"

Suara wanita yang dingin tetapi merdu terdengar dari ujung telepon. "Cepat kembali sekarang. Kutunggu di kantorku."

Ewan bertanya, "Bu Neva, ada apa ya Ibu mencariku?"

"Setelah melakukan hal itu, kamu masih berani bertanya padaku?" balas Neva.

Tut, tut!

Telepon langsung ditutup. Ewan langsung merasa cemas dalam hatinya. Dari nada suara Neva, dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

"Melakukan hal itu? Apa maksudnya? Aku melakukan apa?" gumam Ewan. Tanpa sempat berpikir panjang, dia segera bergegas ke rumah sakit.

....

Seperti namanya, Neva memiliki kulit seputih salju, tubuh tinggi semampai, dan paras yang begitu cantik dengan aura bangsawan alami.

Namun wajah Neva selalu terlihat dingin dan serius, seolah-olah menolak semua orang untuk mendekat. Itu sebabnya, para rekan kerja di rumah sakit diam-diam menjulukinya sebagai "Dewi Es".

Sebagai wanita cantik, tentu saja Neva tidak kekurangan pengagum. Banyak pria yang mencoba mendekatinya, tetapi tidak ada satu pun yang berhasil.

Sepertinya, wanita pada dasarnya memang memiliki sifat angkuh dalam diri mereka. Hanya saja, Neva jauh lebih angkuh daripada wanita pada umumnya.

Tentu saja, Neva pantas menjadi angkuh. Meski usianya masih muda, teknik medis wanita itu luar biasa. Di usia 23 tahun, dia telah memperoleh gelar doktor dari Akademi Kedokteran Royala di Iranda.

Di usia 24 tahun, nama Neva sudah dikenal luas di Papandaya. Di usia 25 tahun, dia bahkan diangkat sebagai Kepala Departemen Bedah termuda dalam sejarah Rumah Sakit Papandaya.

Bisa dibilang bahwa di dunia medis Papandaya, nama Neva dikenal oleh semua orang. Tidak ada orang yang tidak tahu tentang Neva.

Hal yang membuat Ewan heran adalah sejak dia mulai bekerja di rumah sakit, dia sering mendengar dari rekan kerjanya bahwa banyak rumah sakit top dari ibu kota dan Soharia yang telah berulang kali menawarkan bayaran tinggi untuk merekrut Neva, hanya saja mereka semua ditolak oleh wanita itu.

Adapun alasannya, Neva tidak pernah menjelaskan apa-apa. Orang lain pun tidak tahu. Intinya, semuanya menjadi misteri.

Saat ini, Ewan sudah tiba di rumah sakit. Begitu memasuki lobi, dia melihat beberapa perawat di meja resepsionis menunjuk-nunjuk ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan jijik yang tidak disembunyikan.

Perasaan tidak enak dalam hati Ewan entah kenapa menjadi makin kuat. Dari ekspresi para perawat, jelas ada sesuatu yang buruk terjadi dan sepertinya bahkan berkaitan dengannya.

Akan tetapi, Ewan yakin tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia tidak sempat berpikir terlalu lama. Pria itu langsung menuju kantor Kepala Departemen Bedah, lalu mengangkat tangan dan mengetuk pintu.

Tok, tok ....

"Masuk!" Sebuah suara dingin terdengar dari dalam.

Ewan menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong pintu dan berjalan masuk. Dia melihat Neva sedang membaca rekam medis.

"Bu Neva, ada apa Ibu mencariku?" tanya Ewan pelan. Neva sama sekali tidak mendongak. Pandangannya tetap tertuju pada rekam medis di tangannya.

Jantung Ewan berdegup kencang seketika. Rasa gelisahnya menjadi makin kuat. Dia sudah bekerja di bawah Neva untuk beberapa waktu dan secara garis besar sudah cukup memahami sifat wanita itu. Jika dia tidak membalas, itu berarti dia sedang marah.

'Apa aku benar-benar berbuat salah? Kalau nggak, mana mungkin Bu Neva marah?' Ewan bertanya dalam hati pada dirinya sendiri. Namun setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

Berhubung Neva tidak membalas, Ewan pun tidak berani membuka mulut lagi. Dia hanya berdiri tegak di depan meja sambil diam-diam mencuri pandang ke arah wanita itu.

Hari ini, Neva mengenakan setelan kerja berwarna perak yang membuat lekuk tubuhnya terlihat sangat indah. Setiap helaan napas membuat dadanya yang besar naik turun, seolah-olah kapan saja bisa menembus kemeja dan melompat keluar.

Rambut panjang hitam Neva disanggul rapi sehingga memperlihatkan wajah cantiknya yang berbentuk oval. Kesan yang diberikan wanita itu begitu tegas dan dingin.

Setelah membiarkan Ewan berdiri selama lima menit, Neva akhirnya mendongak lalu membanting rekam medis itu di hadapannya. Dia bertanya dengan suara dingin, "Ini rekam medis yang kamu buat?"

Ewan mengambil rekam medis itu dan membaca sekilas, lalu membalas sambil mengangguk, "Benar, Bu Neva. Ini rekam medis yang aku buat pagi tadi."

Neva membentak, "Kalau begitu, kenapa isi rekam medismu sama persis dengan punya Dylan? Jawab dengan jujur, kenapa kamu menjiplak rekam medisnya?"

Ewan buru-buru menjelaskan, "Sama persis? Itu nggak mungkin! Rekam medis ini kubuat sendiri pagi tadi di kantor. Aku nggak menjiplak siapa pun!"

"Kamu bilang itu buatanmu sendiri. Tapi, apa kamu bisa membuktikannya?" tanya Neva.

Ewan memberi tahu, "Bisa. Pagi tadi, Mona datang mengantar kola ke departemen. Saat itu, dia melihatku lagi membuatnya."

"Tapi, Mona sudah bersaksi untuk Dylan. Dia membenarkan bahwa rekam medis itu memang dibuat olehnya. Kamu masih mau membela diri?" Raut wajah Neva terlihat makin dingin ketika bertanya demikian.

Wajah Ewan dipenuhi ekspresi terkejut. Tak lama kemudian, dia menyadari bahwa ini pasti ulah pasangan berengsek itu. Mereka ingin menjebaknya.

Ewan menjelaskan, "Bu Neva, aku berani bersumpah bahwa rekam medis ini murni buatanku sendiri. Semalam, aku bahkan bergadang sampai larut malam demi menyusunnya. Aku mencari referensi ke sana kemari. Soal Mona kasih kesaksian palsu untuk Dylan, itu karena mereka ...."

Neva memotong ucapannya, "Kamu nggak perlu jelaskan lagi. Kasus ini sudah diketahui oleh Departemen Urusan Medis. Mulai hari ini, kamu dipindahkan ke pos perawat untuk jadi perawat. Tanpa izinku, kamu nggak boleh menangani pasien mana pun."

Ewan masih berusaha menjelaskan, "Bu Neva, aku ...."

"Keluar!" usir Neva sambil menunjuk ke arah pintu, tanpa sedikit pun rasa iba.

Ewan mengepalkan tinjunya erat-erat. Sambil menahan amarah dan rasa terhina, dia melangkah keluar dari kantor Kepala Departemen Bedah dengan perasaan yang berkecamuk. Dia berucap dengan kesal, "Dylan, Mona, kalian tunggu saja. Aku nggak akan melepaskan kalian begitu saja!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 50

    Di dalam kantor wakil direktur, Mona menjelaskan dugaannya kepada Tripta.Setelah mendengar semuanya, Tripta mengernyitkan dahi dan bertanya, "Jadi maksudmu, Ewan sempat menemui Dylan dan saat itu dia tampak sangat marah?""Benar," jawab Mona. "Kalau bukan karena Bu Neva, mungkin Ewan benar-benar sudah membunuhku saat itu.""Kamu 'kan mantan pacarnya, sudah pacaran sama dia cukup lama. Apa dia tega membunuhmu?" Tripta jelas tidak percaya begitu saja."Pak Tripta, aku nggak bohong. Semua yang kukatakan itu sungguhan," kata Mona dengan panik. "Aku benar-benar ketakutan saat itu.""Ceritakan padaku secara rinci, dari awal sampai akhir." Tripta pun duduk di kursinya dan mendengarkan cerita Mona dengan saksama.Lima menit kemudian.Tripta sudah memahami situasinya secara garis besar. Dia berkata, "Mona, sekarang juga kamu harus pergi mencari Ewan. Kalau hilangnya Dylan memang ada hubungannya dengan dia, kamu harus pastikan di mana Dylan sekarang.""Pak Tripta, bagaimana kalau Bapak saja yan

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 49

    "Karena aku nggak rela berpisah denganmu." Lisa menopang dagunya dengan kedua tangan dan menatap Ewan penuh kelembutan. Tatapan dari kedua mata indahnya itu begitu menggoda dan menawan.Lagi-lagi begini ....Ewan merasa agak pusing. Lisa memang sering sekali menggodanya seperti ini."Kak Lisa, ke depannya kamu harus jaga dirimu baik-baik, ya."Memikirkan bahwa dia tidak bisa lagi menemani Lisa setiap hari, Ewan merasa agak kehilangan juga. Bagaimanapun, bisa menemani wanita secantik ini setiap hari, suasana hatinya juga pasti akan membaik."Jadi kamu benar-benar nggak bisa rawat aku lagi?" Lisa kembali bertanya.Ewan menjelaskan, "Kalau sudah balik ke Departemen Bedah, aku akan sangat sibuk. Aku benar0benar nggak ada waktu lagi untuk merawatmu.""Kalau begitu, bisa nggak kamu janji satu hal padaku?""Apa itu?""Kamu harus janji untuk datang menjengukku setiap hari.""Itu ....""Bahkan permintaan kecil begitu saja kamu nggak bisa penuhi? Kamu bilang kamu nggak benci aku, tapi sepertinya

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 48

    Di dalam kamar rawat, Ewan menggunakan jimat dari Akademi Sidoar untuk menghilangkan bekas tamparan di wajah Lisa."Rasanya gimana?" tanya Ewan."Sejuk ... seperti habis pakai masker wajah," jawab Lisa."Masih sakit nggak?"Lisa menggeleng. "Nggak sakit lagi.""Kak Lisa, wanita tadi jelas bukan orang baik. Sepertinya dia nggak akan berhenti begitu saja. Menurutku, kamu sebaiknya sewa dua pengawal untuk jaga-jaga," saran Ewan.Lisa tersenyum dan berkata, "Ada kamu yang melindungiku, untuk apa aku sewa pengawal?""Aku sudah dipindahtugaskan dari posisi perawat." Begitu kata-kata itu terucap, senyum di wajah Lisa langsung lenyap."Kamu dipindah ke mana? Ke Departemen Bedah?" Lisa langsung marah. "Ini pasti ulah Neva, ya? Keterlaluan! Aku akan langsung telepon direktur rumah sakit kalian sekarang juga!"Usai bicara, Lisa langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor dengan cepat.Ewan buru-buru menjelaskan, "Kak Lisa, ini bukan salah Bu Neva. Aku sendiri yang minta dipindahkan ke Departem

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 47

    "Apa aku menghinamu? Aku cuma berkata jujur." Lisa berkata dengan wajah tak bersalah, "Bagaimanapun, Keluarga Kunantara termasuk keluarga terpandang di ibu kota. Kenapa bisa melahirkan seorang putri seperti kamu?""Demi menghormati Edho, aku cuma ingin mengingatkanmu satu hal. Jangan sampai semua yang diberikan orang tuamu hilang sia-sia, terutama harga diri.""Kamu ... kamu ... akan kuhabisi kamu!" Bak ayam jago yang hendak bertarung, Thalia menerjang ke arah Lisa dengan garang. Namun, baru saja dia mendekati ranjang pasien, Ewan langsung mencengkeram lehernya.Dalam sekejap, dia kesulitan bernapas."Kamu ... kamu mau apa?" Thalia menatap Ewan dengan ketakutan.Ewan menoleh ke arah Lisa dan bertanya, "Kak Lisa, mau dibunuh atau dikubur hidup-hidup?"Lisa langsung paham maksud Ewan, lalu menjawab dengan sungguh-sungguh, "Langsung dibunuh itu terlalu membosankan, dikubur hidup-hidup juga merepotkan .... Hmm, bagaimana kalau ditenggelamkan saja? Atau dimutilasi perlahan juga boleh. Bagai

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 46

    "Aku nggak pernah memukul wanita, tapi kamu ini pengecualian." Perkataan Ewan sangat singkat dan lugas, tetapi penuh wibawa.Lisa menoleh dan menatap Ewan dengan terkejut, lalu bertanya, "Kamu tahu siapa dia?""Siapa pun dia, itu nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu di depan mataku." Mendengar kalimat itu, hati Lisa terenyuh.Selama bertahun-tahun ini, dia memikul semuanya sendirian. Di mata orang lain, dia adalah wanita tangguh. Namun, mereka semua lupa bahwa dia juga seorang wanita yang ingin dilindungi.Lisa tidak pernah menyangka bahwa pria yang berdiri melindunginya hari ini, ternyata adalah Ewan.Lisa berkata, "Wanita yang kamu tampar tadi itu adalah kakak dari tunanganku yang sudah meninggal. Dia berasal dari salah satu keluarga besar di ibu kota. Keluarganya sangat berpengaruh. Hanya dengan satu perintahnya saja, cukup untuk membuatmu lenyap tanpa jejak.""Lalu kenapa?" Wajah Ewan tidak terlihat gentar sedikit pun. "Seperti yang Kak Lis

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 45

    "Siapa kamu?" tanya wanita itu buru-buru."Aku pakai jubah putih begini, menurutmu aku ini siapa?" tanya Ewan dengan wajah muram dan suara berat. "Kamu ribut-ribut begini di ruang perawatan, apa nggak merasa malu?"Wajah wanita itu langsung memerah dan berubah pucat. Tatapannya seolah-olah hendak mengobarkan api amarah. Dengan status setinggi ini, sejak kapan ada dokter rendahan yang berani membentaknya seperti ini?"Kamu tahu nggak aku ini siapa?"Begitu mengucapkan kalimat ini, wanita itu langsung merasa dirinya bodoh. Kalau saja dokter muda ini tahu siapa dia, mana mungkin berani bersikap seperti ini?"Aku kasih tahu, aku ini ....""Aku nggak peduli kamu ini siapa, yang jelas nggak boleh buat keributan di sini, apalagi melukai pasienku," jawab Ewan dengan wajah tegas."Kamu ....""Silakan keluar.""Kamu mau mengusirku?" Wanita itu membelalakkan matanya menatap Ewan seakan-akan sedang melihat makhluk aneh. Dia sama sekali tidak menyangka, seorang dokter rendahan seperti ini berani me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status