แชร์

Dokter Sakti Penguasa Dunia
Dokter Sakti Penguasa Dunia
ผู้แต่ง: Rexa Pariaman

Bab 1

ผู้เขียน: Rexa Pariaman
Begitu Ewan Aditya mendorong pintu, dia langsung mendengar suara seorang pria dan wanita dari dalam kamar mandi.

"Beberapa hari ini, rasanya aku hampir meledak karena menahan diri."

"Aku masih lagi mandi lho. Lihatlah, kamu buru-buru banget ...."

Mendengar percakapan itu, Ewan seakan-akan disambar petir. Wajahnya seketika menjadi pucat pasi. Sebab, wanita yang melontarkan kalimat terakhir adalah Mona Asmita.

Mona adalah pacar Ewan. Mereka adalah teman sekelas di akademi kedokteran dan sudah berpacaran selama dua tahun. Setelah lulus, mereka sama-sama melamar ke Rumah Sakit Papandaya dan diterima sebagai dokter.

Saat ini, mereka masih magang dan belum diangkat menjadi dokter tetap secara resmi. Ewan sama sekali tidak menyangka bahwa Mona akan mengkhianatinya.

Mendengar suara napas yang mulai berat dari dalam kamar mandi, amarah Ewan pun memuncak. Dia mengepalkan tangannya dan melangkah cepat ke arah pintu kamar mandi. Dia ingin tahu, siapa sebenarnya pria yang ada di dalam sana!

Hanya saja saat sudah sampai di depan pintu kamar mandi, Ewan justru terhenti. Apa gunanya melihat siapa pria itu? Apakah itu bisa mengubah kenyataan?

Padahal hanya terpisah satu pintu, tetapi saat itu Ewan merasa seakan-akan dia dan Mona sudah terpisah sangat jauh, seolah dibatasi oleh pegunungan dan lautan.

Sudahlah. Bagaimanapun juga, mereka pernah saling mencintai. Lebih baik memberikan sedikit rasa hormat terakhir untuk satu sama lain!

Ewan menarik napas dalam-dalam dan bersiap pergi. Namun tepat saat itu, suara percakapan dari dalam kamar mandi kembali terdengar.

"Kamu cepatan deh, Ewan sebentar lagi bakal pulang. Kalau dia lihat, habislah kita."

"Kalau dia lihat, ya biarkan saja. Aku nggak takut sama dia kok."

Ewan pun mengernyit. Suara pria di dalam kamar mandi terdengar cukup familier. Kemudian, Mona membalas, "Kamu jahat banget .... Oh ya, soal aku diangkat jadi dokter tetap, kamu sudah bilang ke ayahmu belum?"

Pria itu menjawab, "Tenang saja. Ayahku adalah wakil direktur rumah sakit. Kalau kamu mau diangkat jadi dokter tetap, tinggal bilang doang."

Ternyata orang itu. Ewan langsung yakin siapa pria yang berada di dalam kamar mandi. Itu adalah Dylan Irawan!

Dylan adalah dokter bedah di Rumah Sakit Papandaya. Mentang-mentang ayahnya menjabat sebagai wakil direktur, biasanya dia bersikap sombong dan suka bertindak seenaknya.

Sejak hari pertama Ewan masuk Departemen Bedah, dia sudah sering mendengar gosip soal Dylan. Seperti memaksa pacarnya yang hamil untuk aborsi, menggoda istri orang, mengancam perawat cantik, dan sebagainya .... Singkatnya, Dylan itu berengsek!

Hati Ewan terasa sangat sakit. Dia membatin, 'Demi bisa diangkat jadi dokter tetap, Mona sampai menjalin hubungan dengan pria berengsek seperti Dylan. Apa itu sepadan?'

Di dalam kamar mandi, Mona bertanya lagi, "Ewan bisa diangkat jadi dokter tetap nggak?"

Dylan menjawab, "Nggak mungkin. Aku sudah tanya ayahku. Di antara dokter magang angkatan kalian, cuma ada satu orang yang bakal diangkat jadi dokter tetap. Sisanya harus tunggu tahun depan."

Mona menimpali, "Tapi, nilai Ewan sempurna saat tes masuk. Selama magang, dia juga kerjanya bagus. Yang paling penting, Bu Neva bahkan sangat menghargainya."

"Bu Neva suka dia juga percuma. Yang punya wewenang terakhir tetap saja ayahku. Tapi ayahku memang pernah bilang, Bu Neva sempat mencarinya untuk memintanya angkat Ewan jadi dokter tetap. Aku benaran nggak ngerti, kenapa Bu Neva sampai segitunya sama Ewan? Jangan-jangan, mereka punya hubungan khusus?" ucap Dylan.

Mona mengungkapkan ketidaksetujuannya, "Omong kosong apa yang kamu katakan? Bu Neva itu cantik banget. Mana mungkin dia suka sama Ewan?"

"Benar juga sih. Tiap hari, Bu Neva selalu kelihatan dingin dan jauh dari orang lain. Sepertinya, dia itu tipe yang cuek," komentar Dylan.

Mona bertanya, "Jadi, kamu sudah tanya belum? Siapa yang bakal dapat posisi dokter tetap kali ini?"

Dylan segera membalas, "Apa ini masih perlu ditanya? Tentu saja kamu! Sayangnya, Ewan bukan cuma gagal diangkat jadi dokter tetap, tapi pacarnya juga selingkuh. Suram banget."

"Kenapa? Kamu kasihan sama dia?" tanya Mona.

"Kasihan apanya?" Dylan tertawa sebelum melanjutkan, "Omong-omong, dia itu bodoh banget. Sudah pacaran dua tahun sama kamu, tapi kalian sama sekali belum pernah tidur bareng. Orang yang nggak tahu, bisa-bisa kira dia lagi melatih diri buat jadi biksu."

"Sudahlah, jangan bilang begitu," ucap Mona.

Dylan meledek, "Kenapa? Kamu nggak tega? Wajar sih, kalian sudah pacaran selama dua tahun ...."

Mona berbicara dengan nada menghina, "Omong kosong apa yang kamu katakan? Buat apa aku kasihan sama anak haram seperti dia?"

Begitu mendengar ucapan Mona di luar pintu, napas Ewan menjadi berat. Wajahnya memerah dan sorot matanya membara.

Anak haram .... Kata-kata itu memang menyakitkan, tetapi sayangnya tidak salah. Dia memang anak haram. Justru karena itulah, makanya ibunya diusir dari keluarga besar.

Hal ini adalah rahasia yang paling sulit diungkapkan oleh Ewan. Sampai sekarang, dia hanya pernah menceritakan itu ke Mona seorang.

"Ewan adalah anak haram? Maksudnya gimana? Cerita dong," tanya Dylan.

Mona memberi tahu, "Sampai sekarang pun Ewan nggak tahu siapa ayah kandungnya."

"Masa sih? Dia bahkan nggak tahu siapa ayahnya sendiri? Jangan-jangan, dia bohong ke kamu?" ucap Dylan.

Mona menimpali, "Nggak, dia memang nggak tahu."

Dylan menghina, "Jadi, ibunya hamil sama siapa? Sekalipun sama anjing, seharusnya tetap tahu nama anjingnya, 'kan?"

Urat di dahi Ewan sontak menegang. Ibunya adalah batas yang tidak bisa diganggu gugat. Dia tidak akan membiarkan siapa pun menghina ibunya. Dengan penuh emosi, dia langsung menendang pintu.

Brak!

Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka lebar. Suasana di dalam langsung kacau balau.

"Aaargh ...." Mona berteriak kencang dan buru-buru menarik handuk untuk menutupi tubuhnya.

Dylan juga sama terkejutnya. Dia cepat-cepat berdiri dari bak mandi. Namun saat melihat Ewan di depan pintu, dia malah mulai tersenyum. Rasa takutnya tadi langsung hilang. Dia berucap, "Mona, coba lihat siapa yang datang."

Mona pun menoleh ke arah pintu dan terpaku. Dia bertanya, "Ewan? Kapan kamu pulang?"

"Aku sudah pulang dari tadi. Maaf ya, sudah ganggu urusan kalian," balas Ewan dengan ekspresi muram. Dia berusaha keras untuk menahan amarahnya.

Mona buru-buru menjelaskan, "Ewan, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Aku ...."

"Aku bahkan sudah lihat langsung dengan mataku sendiri. Apa kamu masih mau bilang, semua ini cuma salah paham? Mona, aku benar-benar nggak menyangka kamu ternyata orang yang seperti ini!" marah Ewan.

Teguran Ewan membuat Mona langsung naik pitam karena malu. Dia pun berhenti berpura-pura dan berbicara dengan dingin, "Dulu, aku pasti dibutakan cinta. Kalau nggak, mana mungkin aku bisa suka sama pecundang seperti kamu?"

Mona lanjut mengeluh, "Selama dua tahun pacaran, kamu cuma kasih aku gelang jelek ini. Bilangnya ini warisan keluarga pula. Cuih, menjijikkan."

Mona mencopot gelang giok putih dari tangannya dan melemparkannya ke arah Ewan, lalu menegaskan, "Mulai sekarang, kita jalani hidup masing-masing saja. Kita berdua nggak punya hubungan apa pun lagi!"

Ewan terdiam sambil memandang Mona. Hatinya benar-benar hancur. Bagaimana bisa wanita yang begitu dia cintai berubah menjadi seperti ini?

Dylan memeluk pinggang Mona dan menatap Ewan sambil tertawa. Pria itu bertanya, "Eh, mau lihat pertunjukan langsung nggak? Aku dan Mona bisa peragakan di depanmu lho."

"Lihat apanya!" maki Ewan. Dia langsung melayangkan tinju ke wajah Dylan.

Buk!

Hidung Dylan langsung berdarah. Dia sontak memaki, "Berengsek! Berani pukul aku? Aku akan menghabisimu!"

Dylan lalu membalas dengan pukulan bertubi-tubi ke tubuh Ewan. Tingginya 190 sentimeter, bahkan satu kepala lebih tinggi dari Ewan. Biasanya, dia juga rajin gym sehingga badannya sangat besar dan kuat. Ewan sama sekali bukan tandingannya. Tidak butuh waktu lama, dia sudah jatuh tersungkur ke lantai.

"Anak haram macam kamu beraninya melawanku? Sudah bosan hidup ya?" maki Dylan. Setelah memukul beberapa kali dan merasa lelah, dia akhirnya menginjak tangan Ewan dengan keras hingga mematahkan dua jarinya.

"Aaargh ...." Ewan menjerit kesakitan dan pingsan seketika.

"Lemah banget. Begini doang sudah tumbang. Dasar pecundang!" marah Dylan. Dia meludah ke arah tubuh Ewan, tanpa menyadari bahwa saat itu setetes darah dari jari Ewan meresap ke dalam gelang giok putih ....
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (9)
goodnovel comment avatar
Neneng Nilawaty
setlh baca sedikit hampir sm dgn cerita, pakai gelang giok juga, TPI ini cerita sdh punya anak dn anaknya sekarat..
goodnovel comment avatar
Santi Latara
lumayan oke
goodnovel comment avatar
Elio Jono
gasss terus... seru nih
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1182

    Tempat bencana?Mendengar ucapan Nazar, alis Ewan terangkat sedikit, sadar bahwa kemungkinan mereka akan menghadapi masalah berikutnya.Samudra agak bingung dan bertanya, "Bukannya Paman bilang ini adalah tanah naga sejati? Kenapa sekarang berubah jadi tempat bencana?"Ekspresi Nazar menjadi serius. Dia menjawab, "Tanah naga sejati punya susunan alam yang luar biasa. Secara normal, tempat seperti ini seharusnya memiliki aliran energi yang kuat dan penuh kehidupan, sebuah tanah fengsui tingkat tertinggi yang sangat langka.""Sekarang kalau berubah seperti ini, hanya ada satu alasan. Itu karena tanah naga sejati ini sudah diambil alih oleh seseorang.""Diambil alih?" Samudra semakin bingung. "Maksudnya apa?"Nazar menyahut, "Singkatnya, sudah ada orang yang dikubur di sini."Wajah Samudra langsung menjadi masam. Dia bergumam, "Aku tadinya mau mengubur Paman di sini. Sekarang sepertinya Akademi Nagendra nggak bakal punya kesempatan melahirkan naga sejati lagi."Buk! Nazar mengetuk kepala

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1181

    "Paman, aku benar-benar nggak memfitnahmu. Tadi Paman memeluk patung batu itu dan menciumnya dengan liar, seolah-olah menganggap patung itu sebagai perempuan ...."Duk! Nazar mengetuk kepala Samudra keras-keras dan membentak, "Katakan, kamu nggak melihat apa-apa.""Nggak, aku melihatnya."Plak! Nazar memukul kepala plontos Samudra dan membentaknya lagi, "Aku kasih kamu satu kesempatan terakhir untuk menyusun kalimat. Kamu nggak melihat apa-apa.""Paman, aku melihatnya. Aku melihat semuanya," kata Samudra dengan ekspresi serius. "Yang aku bilang itu benar, kenapa Paman nggak percaya?""Kamu ini bodoh sekali. Mau bikin aku mati karena kesal ya?" Nazar mengibaskan lengan bajunya dan pergi.Samudra merasa bingung, lalu bertanya, "Dokter Ewan, Paman kenapa?"Ewan tertawa. "Jangan hiraukan dia. Dia memang ada penyakit di otaknya.""Mm, aku juga curiga Paman sakit dan cukup parah. Dokter Ewan, bisa sembuhin Paman?"Ewan sungguh kehabisan kata-kata.Dua ratus meter itu mereka lewati dengan san

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1180

    "Dasar bocah, ba ... bagaimana kamu bisa keluar?" Nazar terkejut dan langsung bertanya.Ewan menyahut, "Tentu saja aku jalan keluar pakai kaki. Masa kamu nggak lihat?""Kamu nggak mengalami ilusi?""Nggak."Seketika, wajah Nazar menjadi sangat masam.'Leluhur, kenapa kamu sengaja mengincarku? Sialan, dasar dewa tua menyebalkan!' Nazar mengumpat Tarsa dalam hati.Ujian pertama, kabut racun, Ewan dan Samudra melaluinya dengan mudah. Nazar sendiri harus memakai satu lembar Jimat Penyelamat baru bisa lolos.Ujian kedua, semut pemakan jiwa, Ewan dan Samudra hanya melontarkan satu kalimat, lalu semut-semut itu langsung kabur. Sementara dia sendiri terjebak dalam bahaya besar dan akhirnya terpaksa memakai Teknik Melarikan Diri, lalu muntah darah dan pingsan, bahkan hampir mati.Ujian ketiga, dia terperangkap dalam ilusi, bukan hanya melepas pakaiannya, bahkan akhirnya harus mengandalkan Ajaran Lima Petir baru bisa menghancurkan ilusi itu.Adapun Ewan dan Samudra, Samudra hanya membaca tujuh k

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1179

    "Nazar, kamu bilang apa? Coba buka mata dan lihat, aku benar-benar Raisa-mu." Saat berbicara, tubuh mungil dan dada Raisa bergoyang, tampak begitu memikat."Cuma ilusi. Mana mungkin bisa mengurung seorang pendeta sepertiku." Nazar mengambil selangkah dan langsung muncul di udara. Kemudian, dia menggigit ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanannya, menyatukan kedua jari itu seperti pedang. Dia mengacungkannya dan menggambar sembarangan di udara."Langit suci, bumi suci, kiri berada di Bintang Selatan, kanan berada di Tujuh Bintang. Yang melawan mati, yang menurut hidup. Petir Langit Kesembilan, terwujudlah!"Begitu suara itu terdengar, dari dua jari Nazar menyembur dua garis darah yang melayang di udara, lalu berputar-putar hingga membentuk satu simbol besar petir."Ajaran Lima Petir!" Ekspresi Raisa berubah drastis. Dia menunjuk Nazar sambil memaki, "Nazar, kamu kejam sekali! Kamu benar-benar mau membunuhku dengan Ajaran Lima Petir? Meskipun jadi hantu, aku nggak akan melepaskanmu!"

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1178

    Raisa berdiri di sana tanpa sehelai benang pun. Wajahnya sedikit malu-malu, memadukan pesona seorang wanita dewasa dan rasa malu seorang gadis muda secara sempurna, membuat orang sulit memalingkan mata.Kulitnya seputih salju, juga harum dan bening. Benar-benar wanita yang luar biasa!Nazar menelan ludah dengan susah payah.Raisa menatap Nazar tanpa berkedip. Suaranya selembut air. "Seumur hidup ini aku nggak menginginkan apa pun, hanya ingin menikmati satu malam bersamamu. Selama kamu setuju dengan permintaanku ini, aku akan memberitahumu posisi Pedang Mahaguru."Nazar menarik napas panjang dan menyahut, "Raisa, kamu seharusnya tahu, aku adalah pendeta Tao. Kalau aku melakukannya denganmu, itu akan melanggar aturan. Lebih baik kamu ajukan permintaan yang lain.""Aku sudah tahu kamu pasti akan bilang begitu." Raisa memelototinya sebentar, lalu meneruskan, "Pendeta itu meninggalkan sebuah pil dan memintaku menyerahkannya kepadamu.""Pilnya di mana?" tanya Nazar segera.Raisa berbalik, m

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1177

    "Leluhur, kamu pasti nggak nyangka, 'kan? Formasi Batu memang misterius, tapi ini terlalu gampang bagiku.""Sayang sekali, kamu nggak bisa melihat sendiri murid memecahkan formasi ini. Benar-benar penyesalan besar."Usai berbicara, Nazar kembali mengambil selangkah ke depan. Seketika, pemandangan di hadapannya berubah drastis.Yang dia lihat bukan lagi 18 manusia batu, melainkan sebuah ruangan bergaya kuno, dengan sebuah ranjang kayu di dalamnya.Di atas ranjang duduk seorang wanita muda. Lebih tepatnya, seorang wanita muda yang sangat cantik.Kulitnya putih dan halus, tubuhnya dibalut gaun tradisional ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Sangat menggoda.Wanita itu memandang Nazar. Mata indahnya penuh dengan kesedihan."Raisa!" seru Nazar dengan kaget, lalu bertanya, "Ini di mana? Kenapa kamu ada di sini?""Kamu ini laki-laki tak berhati! Masih punya muka untuk menemuiku? Pergi!" Setelah memaki, air mata wanita itu mengalir.Sepuluh tahun yang lalu, di bawah Akademi Nagendra terjadi

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status