Share

Bab 3

Author: Rexa Pariaman
Begitu keluar dari kantor Neva, hati Ewan terasa sangat tertekan. Dia bahkan hampir menangis. Bukan hanya Mona telah direbut oleh Dylan, keduanya bahkan bersekongkol untuk memfitnahnya.

Yang lebih menyakitkan lagi, Neva bisa-bisanya percaya pada mereka berdua dan menurunkannya menjadi perawat.

Apa itu perawat? Terus terang saja, itu sama dengan pembantu. Pekerjaannya setiap hari adalah mencuci muka dan kaki pasien, menyuapi makan, membersihkan tubuh, mencuci pakaian, dan mengurus buang air besar maupun kecil pasien ....

Padahal Ewan adalah lulusan unggulan dari akademi kedokteran. Kalau sekarang harus mengerjakan hal-hal seperti itu, bukankah lima tahun kuliah kedokterannya menjadi sia-sia?

Ewan sadar bahwa akar masalah semua ini adalah karena dia tidak mempunyai kekuasaan maupun pengaruh. Makanya, dia sampai mengalami nasib seperti ini.

Ewan mengepalkan tinjunya erat-erat dan berucap dalam hati, 'Kalau aku anak orang kaya, Mona nggak akan mengkhianatiku. Dylan juga nggak akan berani memukulku. Neva bahkan nggak akan menurunkanku jadi perawat.'

'Intinya karena aku miskin dan nggak punya kekuatan, makanya aku diperlakukan seperti ini. Dalam hidup ini, aku harus bangkit dan jadi orang hebat. Aku akan membuat semua orang yang pernah meremehkanku tunduk di bawah kakiku!' sumpah Ewan dalam hatinya.

Ting!

Pintu lift terbuka. Ewan melangkah masuk dan seketika mencium aroma parfum yang familier. Saat mengangkat kepala, dia melihat Dylan dan Mona sudah berdiri di dalam lift.

Luka di hidung Dylan masih terlihat jelas. Itu adalah bekas pukulan dari Ewan di kontrakan Mona sebelumnya. Seperti pepatah, musuh memang ditakdirkan sering bertemu.

Secara naluriah, Ewan ingin keluar lagi. Dia enggan berada dalam satu lift dengan pasangan berengsek itu.

Hanya saja belum sempat bergerak, Dylan malah menyeringai seolah melihat pertunjukan lucu. "Eh, bukannya ini Ewan? Kebetulan banget ya!"

Mona memelototi Ewan dengan jijik. Dia bertanya, "Kenapa di mana-mana harus ketemu kamu sih? Sial banget!"

Ewan memilih diam dan mengabaikan mereka. Bagi dia, tak ada gunanya bicara dengan pasangan berengsek ini. Tanpa dia sadari, justru sikap diam itulah yang membuat Dylan merasa sangat kesal.

Dylan berbicara dengan nada tajam, "Ewan, aku nggak akan melepaskanmu begitu saja. Hari ini, kamu masih beruntung karena ada Neva si jalang itu yang membelamu. Kalau nggak, kamu pasti sudah diusir dari rumah sakit. Kamu bahkan nggak ada kesempatan buat jadi perawat!"

Ewan bertanya, "Apa hubungannya ini sama Bu Neva?"

"Hmph! Kalau bukan karena Neva yang membelamu di depan Departemen Urusan Medis dan bilang bakal bertanggung jawab kalau kamu bikin masalah lagi, kamu pikir Departemen Urusan Medis masih akan membiarkanmu tetap di sini?" ujar Dylan.

Dylan menatap ke arah Ewan dengan curiga, lalu melanjutkan, "Aku nggak ngerti, kamu sama Neva itu punya hubungan apa sih? Kenapa dia bisa begitu membelamu? Jangan-jangan, kalian punya hubungan khusus?"

"Kamu nggak perlu tahu!" jawab Ewan dengan ketus.

"Kamu ...." Dylan mengangkat tangan dan hendak memukul Ewan.

"Jangan gegabah!" Mona buru-buru menahan tangan Dylan, lalu membisik, "Di dalam lift, ada CCTV. Kalau terekam, kamu bisa kena masalah."

Dylan akhirnya menurunkan tangan. Dia mendengus dingin sebelum berucap, "Ewan, selama kamu masih di rumah sakit ini, aku pasti nggak akan membiarkanmu hidup tenang."

Ewan tidak memedulikan Dylan. Dalam pikirannya, dia sedang memikirkan hal lain. 'Ternyata aku salah sangka sama Bu Neva. Kalau bukan karena dia yang membelaku, aku mungkin sudah dipecat dari rumah sakit.' Seketika, hatinya terasa sedikit hangat.

Melihat Ewan tidak merespons apa-apa, Dylan pun melirik ke arah Mona lalu bertanya, "Dulu, kenapa kamu bisa suka sama pecundang seperti dia?"

"Namanya juga dibutakan cinta," jawab Mona sinis.

"Benar juga. Kalau nggak dibutakan cinta, mana mungkin kamu akan memilih pecundang seperti dia. Oh ya. Mona, hotel esek-esek yang terakhir itu enak ya. Nanti, kita ke sana lagi yuk?" tanya Dylan.

Mona membalas, "Dasar nakal. Siang-siang gini, kamu sudah berpikir yang aneh-aneh."

Dylan malah bertanya, "Memangnya kamu nggak suka? Seingatku, waktu itu kamu jerit-jerit hampir setengah jam ...."

Ucapan mereka makin lama makin tidak tahu malu. Amarah Ewan pun mulai naik. Pasangan berengsek ini memang sengaja berbicara seperti itu di depannya untuk memancing emosinya.

Ewan nyaris menghajar mereka karena tidak tahan. Namun pada akhirnya, dia tetap menahan diri. Dia tahu begitu dia main tangan, CCTV lift akan merekam semuanya.

Nantinya, Dylan pasti akan membawa rekaman CCTV untuk melapor ke Departemen Urusan Medis. Pada saat itu, bahkan Neva pun tidak akan bisa menyelamatkannya lagi. Pada akhirnya, Ewan pasti akan dipecat dari rumah sakit dan hidupnya akan hancur total.

Ewan pun diam-diam membatin, 'Orang bijak bisa menunggu sepuluh tahun untuk balas dendam. Jadi, apa salahnya aku menahan diri sebentar?'

Begitu lift sampai di lantai satu, langsung terlihat lobi rumah sakit. Saat itu, lobi sangat ramai. Orang-orang mengantre untuk pendaftaran, pengambilan obat, dan pembayaran.

Dylan melirik Ewan dengan dingin. Dalam hati, dia berucap, 'Kita lihat saja sampai kapan kamu bisa tahan.'

Ewan juga merasakan tatapan dingin Dylan. Dia merasa ada yang tidak beres sehingga mempercepat langkah dan bersiap untuk segera pergi.

Namun, Dylan tiba-tiba mengadangnya dan memasang ekspresi ramah yang palsu. Dia berujar, "Ewan, jangan buru-buru pergi dong!"

"Kamu mau apa?" tanya Ewan dengan waspada.

"Aku mau apa? Sebentar lagi, kamu akan tahu," ujar Dylan sambil tersenyum licik. Kemudian, dia berkata dengan suara lantang, "Semuanya, sini lihat! Aku mau kenalkan seseorang pada kalian!"

Dalam sekejap, banyak orang tertarik oleh suara Dylan dan menoleh ke arahnya.

Dylan menunjuk Ewan dengan jarinya sambil memberi tahu semua orang, "Dia namanya Ewan, dokter magang di rumah sakit ini. Tapi, dia punya niat jahat. Dia menjiplak rekam medisku. Setelah ketahuan olehku, dia malah menyerangku."

"Kalian lihat luka di hidungku, 'kan? Itu karena dipukul sama dia. Sekarang, dia sudah dipindahkan menjadi perawat. Kalian semua harus ingat wajahnya ya. Kalau cari perawat, jangan sampai pilih dia. Kalau sampai kalian dipukul, jangan salahkan aku karena nggak mengingatkan lho," tambah Dylan.

Berhubung tidak tahu kejadian sebenarnya, para pasien dan keluarga yang mendengar ucapan Dylan pun ikut mencaci di lobi.

"Kenapa rumah sakit top seperti Rumah Sakit Papandaya bisa terima orang seperti itu?"

"Dia ini bahaya buat pasien!"

"Menurutku, orang seperti ini seharusnya dikeluarkan dari rumah sakit!"

Orang-orang mulai menghujat. Ewan tahu persis bahwa dalam situasi seperti ini, apa pun yang dia katakan atau lakukan pasti tidak akan dipercaya. Dia pun hanya menatap Dylan dengan dingin dan hendak pergi.

Namun, Dylan kembali mengadangnya dan melanjutkan, "Kenapa? Mau kabur karena merasa bersalah? Semuanya, aku bakal kasih tahu sebuah rahasia besar!"

Begitu mendengar kata "rahasia", Ewan langsung sadar apa yang hendak dikatakan Dylan. Dia sontak memaki, "Dylan, kamu jangan keterlaluan!"

Dylan malah tersenyum jahat, lalu berkata dengan suara keras, "Semuanya, biar kuberi tahu, Ewan ini sebenarnya anak haram yang punya ibu, tapi nggak punya ayah!"

Seiring dengan ucapan Dylan, keramaian langsung heboh.

"Nggak disangka, ternyata Ewan itu anak haram!"

"Pantas saja berani menjiplak rekam medis Dokter Dylan dan bahkan memukulnya. Ternyata dia memang nggak dididik dengan baik!"

"Anak haram seperti dia memang pantas diusir dari rumah sakit!"

Orang-orang lanjut berkomentar buruk. Kini, mereka memandang Ewan dengan tatapan penuh ejekan dan hinaan.

Wajah Ewan memerah karena marah dan malu. Dia menatap Dylan lekat-lekat, seolah ingin membakarnya dengan tatapan tersebut.

Dylan tidak menghentikan penghinaannya terhadap Ewan. Dia malah maju dan menampar pipi Ewan dengan keras, lalu berkata dengan sombong, "Aku memang mau menindasmu. Memangnya kenapa?"

Ewan sontak dipenuhi amarah. Kedua tangannya terkepal erat. Dylan si berengsek itu menginjak-injak harga dirinya di depan banyak orang. Tindakannya ini sudah keterlaluan. Namun Ewan juga tahu bahwa begitu melawan secara fisik, dia pasti akan dipecat dari rumah sakit.

Rumah Sakit Papandaya adalah rumah sakit terbaik di Kota Papandaya. Kalau dipecat dari sini, reputasi Ewan akan hancur. Rumah sakit mana yang masih berani menerimanya?

'Semua ini gara-gara aku nggak punya kekuasaan dan pengaruh. Kalau nggak, mana mungkin Dylan berani begitu sombong? Kalau saja aku ....' Tiba-tiba, sebuah pikiran terlintas di benak Ewan. Mungkin, dia bisa mencobanya?

Begitu ide itu muncul, Ewan langsung membentak lantang, "Dylan, kamu memutarbalikkan fakta seperti itu, apa nggak takut kena azab?"

Dylan membalas sinis, "Azab apanya? Aku bahkan nggak takut sama dewa!"

Brak!

Belum selesai berbicara, tiba-tiba kepala Dylan terbentur keras dan mengucurkan darah.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bambang Irianto
ok ...........gambarlah benda
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
satu balasan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 834

    Di lapangan latihan.Ewan melangkah keluar. Saat jaraknya tinggal lima meter dari kumpulan mayat hidup, dia berhenti. Tatapannya menyapu wajah mereka satu per satu, lalu dia mengangkat tangan kanannya.Dia mengaitkan jari ke arah mereka dan berkata dengan nada menghina, "Sampah! Kemarilah dan terimalah kematian kalian!"Nada suara Ewan penuh dengan ejekan yang membara. Benar-benar sombong.Sekelompok mayat hidup itu seakan-akan dipancing amarahnya. Mereka mengepalkan tangan dan mengeluarkan raungan garang. "Awuuu!"Salah satu mayat hidup tak tahan lagi dan berlari menyerang Ewan. Namun, baru saja sampai di depannya ....Bam! Satu pukulan dari Ewan langsung mengenai lawan. Tubuh raksasa itu hancur berantakan, daging dan tulangnya hancur.Melihat adegan itu, para prajurit pasukan khusus menjadi bersemangat sampai wajah mereka memerah. Mereka berteriak sekeras-kerasnya."Dewa Perang!""Dewa Perang!""Dewa Perang!"Suara mereka menggelegar seperti guntur, seolah-olah hendak mengguncang sel

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 833

    "Seratus persen."Mendengar itu, Tandi pun mengembuskan napas lega. Kalau semua mayat hidup itu bisa diselesaikan oleh Ewan, itu berarti para prajurit pasukan khusus akan aman. Setidaknya, mereka tidak perlu melakukan pengorbanan yang sia-sia.Ewan berkata, "Menyingkirkan mayat hidup itu mudah. Yang aku khawatirkan adalah musuh masih punya rencana lain."Tandi langsung paham maksud Ewan. "Maksudmu jenderal itu?"Ewan mengangguk ringan. "Alasan kenapa kita bisa sampai ke sini dengan begitu lancar, pasti karena diatur oleh orang itu. Tujuannya jelas, yaitu menjebak kita di sini, lalu membasmi kita sekaligus.""Aku seharusnya mendengarkanmu dan mundur lebih awal," kata Tandi dengan nada menyesal."Sekarang sudah terlambat membicarakan itu. Kita selesaikan dulu masalah di depan mata. Soal yang berikutnya, nanti baru kita hadapi." Usai berbicara, Ewan melangkah sendirian menuju arah kumpulan mayat hidup.Melihat tindakan Ewan, para prajurit pasukan khusus langsung merasa terharu. Mereka tah

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 832

    Bam! Saat dinding menutup, Ewan secepat kilat melayangkan tinju.Buk! Tinju menghantam dinding, mengeluarkan bunyi teredam. Namun, dinding itu tak bergerak sedikit pun.Ewan tampak kaget. Harus diingat, tubuh mayat hidup sekeras besi dan tinjunya bisa menghancurkan mereka. Namun, dinding ini malah tidak bergetar sedikit pun. Bisa dilihat betapa kerasnya dinding ini.Wajah Ewan segera berubah muram. "Kita jatuh ke dalam jebakan musuh," kata Ewan dengan suara berat.Wajah Tandi tampak serius. Dia segera memerintahkan pasukan, "Cari cara, buka dinding ini.""Siap!" Beberapa prajurit segera maju ke dinding.Logan berkata, "Tandi, Ewan, kalian nggak perlu terlalu panik. Kita sudah di sini, santai saja. Kalau memang musuh mau membunuh kita, lihat dulu apakah mereka sanggup. Lagi pula, jumlah kita banyak ....""Cukup," sela Tandi, lalu menoleh ke prajurit yang mendekat. "Gimana? Bisa dibuka?""Nggak bisa dibuka, Komandan.""Sial!" Tandi mengumpat, lalu berkata, "Kalau begitu, kita cuma bisa m

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 831

    "Kamu cepat tangkap. Mau belajar hal lain nggak?" tanya sang Jenderal yang sudah meraih tangan wanita itu."Mau," jawab wanita itu tanpa ragu sambil mengangguk."Hahaha, bagus. Aku akan segera mengajarkanmu." Setelah berkata begitu, sang Jenderal tiba-tiba membentak, "Berlutut!"Wanita itu kaget hingga tubuhnya bergetar. Dia langsung berlutut di lantai. Wajahnya pucat saat berkata, "Jenderal, tolong jangan bunuh aku. Aku ...."Jenderal meraba wajahnya, lalu mencubit dagunya dan tersenyum menyipitkan mata. "Kamu cantik begitu, mana mungkin aku tega membunuhmu?""Kalau begitu, maksud Jenderal ....""Kamu tadi bilang ingin belajar, 'kan? Aku ajari," kata sang Jenderal, lalu dengan kasar menekan kepala wanita itu sambil memerintah, "Buka mulut!"Wanita itu langsung paham niat sang Jenderal. Dia tersenyum manis kepadanya. "Ternyata Jenderal, suka yang begini. Kenapa nggak bilang dari tadi? Aku akan melayani Jenderal ...."Dalam waktu singkat, ruangan kantor berubah menjadi tempat mesum. San

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 830

    Setelah Tandi memberikan perintah, dua prajurit segera memasang sebuah katrol di tepi lubang, agar para pasukan bisa turun ke dalam menggunakan tali."Hati-hati, semuanya," ujar Ewan mengingatkan, lalu dia menggenggam tali dan tubuhnya meluncur turun ke dalam lubang.Yang lain segera mengikuti.Ewan bergerak dengan sangat hati-hati. Walaupun kecepatannya tidak cepat, dia sama sekali tidak berani lengah. Demi menghindari mengejutkan musuh, tidak ada seorang pun yang menyalakan alat penerangan.Tiga puluh detik kemudian, kakinya menyentuh tanah. Sekelilingnya gelap gulita dan sunyi, tidak terdengar sedikit pun suara.Ewan segera mengaktifkan mata batinnya, menatap ke sekeliling, tetapi tidak menemukan satu pun makhluk hidup, termasuk para mayat hidup itu.Tak lama kemudian, semua orang pun mendarat satu per satu di belakangnya."Ada penemuan?" Tandi bertanya dengan pelan."Nggak ada," jawab Ewan. Pandangannya tetap waspada memeriksa sekeliling.Logan menimpali, "Aku curiga para mayat hid

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 829

    "Menghunus pedang dan menunggang kuda untuk membasmi para iblis!""Ada pepatah, jadi prajurit itu tak takut mati. Takut mati berarti jangan jadi prajurit!""Tanah air yang membesarkan kita. Sekarang saatnya kita mencurahkan darah demi membalas budi kepada tanah air.""Akan kuambil busur seindah bulan purnama, menatap barat laut, menembak serigala di langit! Kalau mayat hidup itu adalah serigala, kita akan musnahkan mereka!""Katakan padaku, apa kalian punya keyakinan?""Punya!" Prajurit pasukan khusus itu serempak meneriakkan jawaban. Agar tidak menakuti musuh, semua orang menahan sorakan mereka agar tidak terdengar berlebihan.Ewan melirik Tandi dengan sedikit rasa kagum. Dia tiba-tiba sadar, Tandi bisa menjadi perwira Aula Raja Maut pada usia 30-an bukan hanya karena latar keluarga, tetapi juga kemampuan pribadinya. Walaupun mengetahui akan menghadapi musuh sekuat mayat hidup dan ancaman tak dikenal, dia tetap tenang. Sungguh berwibawa."Baik! Kita akan bergerak dalam 30 detik!" Tand

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status