공유

Bab 9

작가: Rexa Pariaman
Tamparan yang nyaring menggema di dalam ruang rawat. Pipi kiri Dylan membengkak dengan kecepatan yang bisa dilihat mata telanjang.

"Kamu ... kamu berani menamparku?" Dylan memelototi Ewan dengan tatapan tak percaya. Selama ini dalam pandangannya, Ewan hanyalah pecundang. Namun, sekarang ....

"Aku menahan diri bukan karena takut padamu," jelas Ewan dengan dingin.

"Akan kubunuh kamu!" Dylan mengangkat tinjunya, hendak menyerang.

"Coba kamu sentuh dia kalau berani." Suara Lisa terdengar dingin. "Kalau kamu berani sentuh Ewan, aku akan ambil nyawamu."

Dylan menoleh dan melihat Lisa menatapnya dengan dingin tanpa sedikit pun emosi. Wanita itu tidak tampak seperti bercanda.

"Sebenarnya siapa kamu?" tanya Dylan dengan suara berat.

"Aku orang yang nggak akan pernah bisa kamu ganggu." Lisa lantas melotot. "Pergi kamu!"

Sungguh berwibawa!

Dylan ragu sejenak, lalu menurunkan tinjunya dengan enggan. Sebelum tahu siapa sebenarnya Lisa, dia tidak berani gegabah. Bagaimana kalau ternyata wanita ini benar-benar tidak bisa dilawan?

"Ewan, masalah ini belum selesai. Tunggu saja." Dylan meninggalkan ruang rawat dengan langkah cepat setelah melontarkan ancaman.

Ruangan kembali tenang.

"Kak Lisa, terima kasih," ucap Ewan dengan tulus. Tindakan Lisa yang membelanya barusan benar-benar menyentuh hatinya.

"Cuma hal sepele, nggak perlu berterima kasih," timpal Lisa sambil tersenyum. "Bagaimana rasanya menampar Dylan?"

"Rasanya lega sekali!" jawab Ewan yang merasa emosinya telah terlampiaskan berkat tamparan tadi. Kemudian, dia bertanya, "Kak, apa kamu menganggapku pengecut?"

"Nggak. Kamu bukan pengecut, kamu hanya terlalu baik," sahut Lisa. "Kamu baru masuk dunia kerja, nggak ingin cari masalah, takut terlibat konflik. Karena kamu sadar kamu nggak punya uang, nggak punya koneksi, dan nggak punya latar belakang."

"Makanya, setiap kali ada masalah, kamu memilih mengalah, lebih baik disakiti daripada menyakiti. Aku sangat memahami perasaanmu itu. Tapi, aku nggak mengaguminya."

Lisa melanjutkan, "Seperti yang kubilang tadi, orang baik mudah ditindas. Terus mengalah nggak akan menyelesaikan masalah. Dylan yang terus-menerus menindasmu adalah bukti paling nyata. Ingat kata-kataku, jika seorang pria sejati ingin berdikari, dia harus bertangan besi."

Ewan tersenyum getir. "Aku paham teorinya, hanya saja ...."

"Hanya saja, kamu merasa nggak punya dukungan dan takut nggak bisa melawan mereka, 'kan?"

"Ya." Ewan mengangguk.

Lisa tersenyum. "Kenapa kamu nggak melihat dari sisi lain? Kamu nggak punya apa-apa, jadi kamu juga nggak takut kehilangan apa-apa. Kalau kamu bisa lebih berani, menurutmu mereka benar-benar berani melawanmu habis-habisan?"

Ewan tertegun.

"Di masyarakat ini, semakin kaya dan berkuasa seseorang, semakin mereka takut mati. Kalau kamu berani nekat, mereka pasti ciut." Lisa meneruskan, "Lagi pula, kamu bukan nggak punya dukungan."

"Maksudnya?"

"Mulai sekarang, aku adalah pendukungmu. Siapa pun yang berani menyakitimu akan kuhancurkan."

Ewan tidak tahu apakah Lisa serius atau bercanda, tetapi hatinya terasa hangat. "Terima kasih, Kak."

"Aku nggak suka ucapan terima kasih yang kosong begitu, bisa kasih yang nyata sedikit nggak?" Lisa mengedipkan mata sambil menatap Ewan dengan genit. "Cium aku satu kali."

Hah? Ini terlalu blak-blakan! Wajah dan telinga Ewan sampai memerah!

"Hahaha. Kamu lucu sekali, aku cuma bercanda. Serahkan kontraknya." Lisa tertawa manja.

Ewan buru-buru menyerahkan kontrak dan pena kepadanya. Tanpa melihat isi kontrak, Lisa langsung menandatanganinya.

Selesai! Ewan akhirnya bisa bernapas lega. Dengan ini, pos perawat tidak punya alasan lagi untuk memecatnya. Artinya, dia bisa tetap bekerja di rumah sakit. Selama bisa bertahan di rumah sakit, dia masih punya harapan untuk kembali ke Departemen Bedah.

"Omong-omong, apa kakiku bisa disembuhkan dengan jimat Akademi Sidoar?" tanya Lisa.

Ewan menggeleng, menjelaskan, "Memang ada teknik penyambungan tulang yang menakjubkan dari Akademi Sidoar, tapi aku belum belajar sampai sana. Lagi pula, kakimu sudah dioperasi, hanya perlu istirahat."

"Tapi, aku nggak suka berbaring di ranjang."

"Nanti aku bawa kamu jalan-jalan ke taman rumah sakit ya!"

"Serius? Ewan, kamu ini perhatian banget. Andai saja kamu pacarku," ucap Lisa sambil mengedipkan matanya dengan manja.

Lagi-lagi! Ewan benar-benar kewalahan. Kenapa wanita ini suka sekali menggoda?

"Kak Lisa, aku ke kantin dulu buat beliin kamu makanan. Kamu istirahat saja, jangan banyak gerak!" Ewan buru-buru melarikan diri.

....

Beberapa hari ini, Aruna terus memikirkan soal perjodohan Ewan. Kebetulan hari ini dia libur, jadi setelah beres-beres rumah, dia pergi ke rumah sakit untuk bertemu Mona dan membicarakan rencana pertemuan keluarga agar bisa menyatukan Mona dengan Ewan secara resmi.

Begitu tiba di depan Departemen Rawat Inap, dia melihat Mona keluar dengan seorang dokter pria muda. Dokter itu merangkul pinggang Mona, keduanya tampak sangat mesra.

Aruna yang sangat tradisional pun merasa tak nyaman melihatnya. Mona juga melihat Aruna, lalu mengernyit dan bertanya, "Bibi, ngapain ke sini?"

"Mona, Bibi mau bicara denganmu," sahut Aruna langsung ke inti.

"Bicara soal apa?"

"Bibi ingin kita atur waktu bertemu keluargamu, supaya hubunganmu dengan Ewan bisa segera disahkan."

Alis Mona semakin berkerut. "Ewan belum cerita apa-apa?"

"Cerita apa?" Aruna bingung.

"Berarti dia benar-benar belum bilang." Mona menjelaskan, "Aku dan Ewan sudah putus."

"Kalian putus?" Aruna terkejut. "Kapan? Kenapa Ewan nggak pernah cerita?"

"Mungkin dia juga belum bilang soal ini. Dia ketahuan menjiplak rekam medis Dokter Dylan, makanya dia sekarang dipindahkan ke pos perawat."

Apa? Wajah Aruna langsung pucat pasi. Sebagai ibu, yang paling dia khawatirkan adalah masa depan anaknya.

"Apa masih ada kemungkinan Ewan jadi karyawan tetap?" tanya Aruna dengan cemas.

"Kerjaan saja hampir hilang, masih mau jadi karyawan tetap? Mimpi!" Dylan tersenyum dingin di samping. "Bu, anakmu hebat ya. Jiplak rekam medisku, terus masih berani tampar aku! Kurang ajar sekali!"

"Kamu bilang Ewan menamparmu? Nggak mungkin!" Aruna tak percaya. "Ewan anak baik, nggak pernah kasar. Pasti ada salah paham."

"Salah paham apanya!" Dylan menunjuk wajah bengkaknya. "Lihat baik-baik, ini hasil tamparan anakmu!"

Mona angkat bicara, "Bibi, aku bisa jadi saksi. Memang Ewan yang menampar. Ayah Dylan adalah wakil direktur rumah sakit. Ewan nggak mungkin bisa jadi karyawan tetap."

Aruna pucat pasi. Ewan adalah satu-satunya harapannya. Sekarang .... Tidak! Ewan tidak boleh kehilangan pekerjaan!

Aruna membungkuk, memaksakan senyuman, berkata kepada Dylan, "Dokter Dylan, ini semua salah Ewan. Setelah dia pulang, aku akan nasihati dia baik-baik. Tolong kasih dia kesempatan demi aku yang sudah tua ini."

"Demi kamu?" Dylan meludahi wajah Aruna, lalu memaki, "Siapa kamu? Apa statusmu?"

"Dokter Dylan, mohon maafkan Ewan. Dia memang bersalah. Aku minta maaf atas namanya ...."

Plak! Sebelum Aruna selesai berbicara, tamparan keras mendarat di pipinya. "Kalian ini orang rendahan, mana layak kumaafkan!"

Aruna menahan sakit, lalu menoleh ke arah Mona dan memohon, "Mona, kamu pernah pacaran dengan Ewan. Tolong bujuk Dokter Dylan demi aku."

Mona menimpali dengan dingin, "Aku sudah putus dengan Ewan. Urusan dia bukan urusanku lagi."

Aruna menatap Mona dengan tatapan tak percaya.

Dylan tertawa sinis. "Bu, kalau kamu mau minta maaf, berlututlah di depanku. Setelah itu, baru kuberi Ewan kesempatan."

Bruk! Tanpa ragu, Aruna langsung berlutut. Demi masa depan anaknya, harga dirinya tidak penting.

Tak disangka, saat itu Ewan keluar dari Departemen Rawat Inap. Dia langsung melihat pemandangan itu. Matanya langsung memerah.
이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
ini mau tahu akibat menindas orang ya. tanggung saja kualatnya.
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1216

    Ewan mendorong pintu masuk dan langsung melihat dua perempuan asing duduk di sofa.Salah satunya berusia sekitar 50 tahun lebih. Dia mengenakan gaun, berdandan tebal, penuh perhiasan emas dan giok. Di lehernya tergantung liontin giok hijau, tampak anggun dan mewah.Perempuan satunya lagi berusia sekitar awal 30-an. Dia mengenakan gaun Chanel, di sampingnya terletak sebuah tas Hermès. Di jarinya terpasang cincin berlian setidaknya satu karat yang berkilau.Sekilas saja, Ewan sudah menyadari bahwa latar belakang kedua perempuan ini jelas tidak sederhana.'Sejak kapan Ibu mengenal teman-teman seperti ini? Kenapa aku nggak pernah melihat mereka sebelumnya?'Ewan merasa agak aneh. Dia melirik ke samping dan melihat Aruna duduk di kursi dekat meja, raut wajahnya terlihat canggung."Bu, aku pulang," sapa Ewan.Di wajah Aruna langsung terlintas ekspresi terkejut sekaligus senang. Dia berdiri dengan cepat dan berkata, "Bukannya hari ini kamu kerja? Ewan, kenapa nggak ke kantor?"Aruna sama seka

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1215

    Sorot mata Dinda dipenuhi kilatan dingin, nadanya tajam dan kasar."Sudahlah. Anggap saja aku nggak bilang apa-apa. Kalau Kak Lisa bangun, sampaikan padanya. Aku pulang."Ewan meletakkan sumpitnya, lalu pergi tanpa menoleh lagi.Dinda berjalan ke meja makan. Melihat setengah mangkuk mi tomat yang tersisa, wajahnya langsung mengeras. "Ewan, dasar bajingan. Kusumpahi kamu mati mengenaskan!"Sambil memaki, Dinda mengangkat mangkuk itu dan hendak membawanya ke dapur untuk dibuang. Begitu dia berbalik, dia langsung melihat Lisa berdiri di belakangnya.Tatapan Lisa saat ini terasa sangat dingin.Dinda terkejut dan hampir melompat. Dengan gugup dia bertanya, "Bu Lisa, kamu ... sejak kapan kamu bangun?""Baru saja," jawab Lisa tanpa ekspresi. "Kenapa kamu mengutuk Ewan?""Aku ... aku membuatkan mi untukmu, tapi dimakan olehnya," kata Dinda. "Aku marah.""Dia bahkan sudah memakanku, apalagi cuma semangkuk mi," kata Lisa dengan nada tajam. "Kamu ingin membunuh Ewan?""Nggak ...."Belum sempat Di

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1214

    Hati Ewan langsung menegang.Sida menelepon di tengah malam, pasti ada sesuatu yang besar terjadi.Apa yang sebenarnya terjadi?"Kak Lisa, jangan bergerak dulu. Aku angkat telepon sebentar, nanti kita lanjutkan," kata Ewan sambil menekan tombol jawab. "Sida, ada apa mencariku?"Sida langsung berterus terang, "Ewan, aku baru dapat kabar. Kakekmu sudah sekarat."Ewan malah mengembuskan napas lega, lalu bertanya, "Kamu menelepon tengah malam hanya untuk menyampaikan hal ini?""Kalau nggak, untuk apa lagi?""Aku kira ada urusan besar. Aku masih ada urusan, tutup dulu."Setelah berkata demikian, Ewan langsung mematikan telepon. Dia sama sekali tidak peduli nasib kakeknya. Dulu saat Ega mengalami musibah, Aruna membawa Ewan yang masih bayi kembali ke Keluarga Kunantara di Soharia. Alih-alih mendapat perlindungan, mereka malah diusir dari keluarga.Selama lebih dari dua puluh tahun, Keluarga Kunantara tidak pernah peduli pada nasib mereka berdua. Kalau begitu, kenapa Ewan harus peduli pada na

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1213

    "Oh ...," jawab Dinda pelan. Suaranya terdengar sedikit kecewa. Lalu, dia melanjutkan, "Bu Lisa, gimana kalau kamu ajak Ewan, kita makan barbeku sama-sama? Atau aku masakkan semangkuk mi untukmu?""Aku nggak lapar. Kamu cepat tidur," kata Lisa.Dinda masih belum menyerah. "Bu Lisa, tadi aku melihat ada kecoa di kamarmu ....""Nggak apa-apa. Ada Ewan di sini, aku nggak takut apa pun.""Bu Lisa, kalau begitu aku siapkan air hangat. Kamu rendam kaki dulu sebelum tidur.""Sudah, Dinda. Kamu ini berisik banget sih? Jangan ganggu aku dan Ewan istirahat," kata Lisa dengan nada kesal.Dinda berdiri di luar pintu, mengepalkan tinju erat-erat sampai pipinya menggembung karena marah.'Ewan. Ewan lagi! Bu Lisa sampai bilang aku berisik gara-gara Ewan. Aku ... aku benar-benar marah!'Sebelum Dinda sempat pergi, dari dalam kamar tiba-tiba terdengar suara desahan Lisa yang terengah-engah. Seketika, hati Dinda seperti hancur berkeping-keping.Air mata tak tertahankan mengalir turun."Bu Lisa, kenapa k

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1212

    Lisa mengenakan setelan kerja putih. Riasannya tampak rapi dan anggun, rambutnya tergerai di bahu, terlihat memesona.Begitu turun dari mobil sportnya, dia melihat Dinda berjalan cepat ke arahnya."Hah, sudah selarut ini kamu belum istirahat?" Lisa tampak agak terkejut.Dinda melirik Lisa. Di matanya terlintas sekilas rasa kagum yang nyaris tak tertangkap, lalu dia berkata, "Bu Lisa, kamu lapar nggak? Aku tahu ada tempat barbeku yang enak. Ayo kita makan.""Boleh," Lisa langsung setuju."Bu Lisa, tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu.""Oke."Dinda berbalik hendak masuk ke dalam rumah. Tepat saat itu, suara Ewan terdengar dari lantai dua. "Kak Lisa!"Begitu mendengar suara Ewan, Lisa langsung mendongak. Saat melihat Ewan, sorot cinta di matanya hampir meluap. Dia langsung melempar kunci mobil ke arah Dinda."Kamu saja yang pergi makan barbeku," kata Lisa.Setelah itu, Lisa berlari masuk ke vila dengan langkah tergesa-gesa.Dinda memegang kunci mobil itu dan terpaku di tempat. Baru setel

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1211

    "Apa urusannya sama kamu?" bentak Dinda dengan nada tidak ramah."Kalau kamu pernah memelihara bunga mawar, kamu pasti tahu, mawar memang indah, tapi kalau nggak disiram, nggak butuh waktu lama untuk layu.""Sebenarnya wanita itu sama seperti bunga mawar. Kalau nggak mendapatkan 'nutrisi' dari pria, mereka akan cepat layu. Jadi menurutku, kamu membutuhkan aku."Ewan berbicara dengan wajah serius, sementara sorot matanya terus berkeliling tanpa sungkan di tubuh Dinda. Hal itu membuat Dinda semakin muak."Kamu bicara panjang lebar begini, maksudmu mau mendekatiku?" kilat dingin menyala di mata Dinda.'Bajingan ini. Sudah punya Bu Lisa dan Neva masih saja nggak puas, sekarang malah berani mengincarku. Cepat atau lambat, akan aku kebiri dia.'Ewan menggeleng. "Kamu salah paham. Bukan aku yang ingin mendekatimu, tapi kamu yang membutuhkan pria.""Orang gila!" maki Dinda.Tanpa disangka, Ewan malah berkata, "Aku nggak gila, tapi kamu yang sakit.""Kamu yang sakit!""Kenapa kamu nggak percaya

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status