Share

Bab 10

Penulis: Rexa Pariaman
Swish .... Ewan melesat seperti kuda liar yang lepas kendali, langsung mencengkeram leher Dylan.

"Berani-beraninya kamu menindas ibuku. Kamu cari mati!" Ewan berteriak penuh amarah.

Aruna adalah orang yang paling berharga baginya di dunia ini. Dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya.

Buk! Dylan menendang perut Ewan sekuat tenaga, tetapi Ewan tidak terpental. Sebaliknya, kekuatan di lengan Ewan sangat besar hingga Dylan merasa sekujur tubuhnya lemas.

"Ewan, kalau kamu memang punya nyali, bunuh saja aku!" teriak Dylan dengan marah.

"Kamu kira aku nggak berani?" Ewan mempererat cengkeramannya. Seketika, wajah Dylan memerah dan napasnya nyaris terhenti.

Mona buru-buru memekik, "Ewan, lepaskan Dylan sekarang juga!"

"Minggir kamu!" bentak Ewan tanpa sungkan sedikit pun. Di matanya saat ini, Mona dan Dylan sama-sama bajingan.

"Ka ... kamu ...!" Mona begitu marah dan cemas. Dia pun menoleh ke Aruna. "Bibi, cepat bujuk Ewan. Kalau Dylan sampai kenapa-napa, Ewan bisa dipenjara!"

Aruna akhirnya tersadar. Dia berdiri dan mencengkeram lengan Ewan erat-erat. "Nak, cepat lepaskan Dokter Dylan."

"Ibu, dia menindasmu. Aku nggak akan membiarkannya begitu saja!" Ewan menimpali dengan keras kepala.

"Dokter Dylan nggak menyakitiku, aku melakukannya atas kemauanku sendiri. Cepat lepaskan dia!"

"Aku nggak mau."

Air mata mulai mengalir di mata Aruna. "Nak, kamu bahkan nggak mau mendengarkan ibumu?"

Ewan menoleh, melihat air mata di mata ibunya. Hatinya bergetar, lalu akhirnya dia melepaskan genggamannya dengan enggan.

"Uhuk, uhuk ...." Dylan batuk keras cukup lama sebelum bisa bernapas lega. Kemudian, dia berujar dengan wajah suram, "Lihat sendiri, 'kan? Di siang bolong, anakmu nyaris membunuhku. Menurutmu, apa pantas orang seperti ini tetap bekerja di rumah sakit?"

Mona juga memelototi Ewan dengan kesal. "Ewan, sekarang kamu sudah hebat ya? Dylan bukan orang yang bisa kamu singgung! Cepat minta maaf!"

"Minta maaf kepalamu!" Ewan memelototi Mona dan membalas dengan dingin, "Kamu tahu betul gimana ibuku memperlakukanmu. Tapi, hari ini kamu malah bersekongkol dengan Dylan untuk menindasnya. Apa pantas kamu disebut manusia?"

"Aku nggak menindas Bibi! Tanya saja sendiri kalau nggak percaya!"

Aruna melerai dari samping, "Ewan, Mona nggak menyakitiku. Aku melakukannya dengan sukarela."

"Ibu ...."

"Ewan, dengar itu. Aku nggak menindas ibumu. Dia sendiri yang memutuskan untuk berlutut!" kata Dylan. "Dan kamu berani menyerangku? Aku nggak akan diam saja!"

Ewan hendak membalas, tetapi Aruna buru-buru menariknya ke belakang. "Dokter Dylan, maafkan kami."

"Ewan tadi nggak tahu keadaan sebenarnya. Dia salah sangka dan mengira aku ditindas, jadi dia bertindak impulsif. Tolong maklumi dia."

"Ini ada sedikit uang, anggap saja kompensasi untuk kerugianmu." Aruna mengeluarkan 2 juta dari dompetnya, lalu menunduk dan menyerahkannya dengan rendah diri.

Plak! Dylan menampar wajah Aruna dengan keras.

"Dokter Dylan, kamu ...!"

Plak! Tamparan kedua terdengar keras.

"Cuma segini? Kamu kira aku pengemis?" Dylan berkata dengan sombong, "Dengar ya, meskipun kamu kasih aku 2 miliar, aku tetap nggak akan melepaskan anakmu!"

"Berani-beraninya kamu menampar ibuku, kau memang cari mati!" Ewan mengepalkan tangannya. Dengan amarah yang membara, dia hendak menyerang.

"Ewan, jangan gegabah!" Aruna mencengkeram erat lengan Ewan.

"Ibu! Bajingan ini sudah keterlaluan! Di depan mataku, dia masih berani menyakitimu. Hari ini aku akan ...."

"Diam!" Aruna membentak keras, lalu memaksakan senyuman ke Dylan. "Dokter Dylan, maafkan kami. Aku akan menasihati Ewan dan akan membawanya ke rumahmu untuk meminta maaf."

Aruna merasa sangat terhina, tetapi demi masa depan Ewan, dia rela menahan semua. Demi mencegah Ewan bertindak nekat, dia menariknya pergi.

Namun, saat mereka baru saja berbalik, Dylan mengambil sebuah batu bata dari pot bunga. Saat Ewan sedang lengah, dia memukul punggung Ewan dari belakang.

Krak! Batu bata itu pecah menjadi dua bagian.

Dylan melongo, dalam hati mengumpat, 'Apa bocah ini sudah belajar ilmu kebal? Kenapa nggak ada luka sedikit pun?'

Sementara itu, amarah Ewan memuncak. Jika batu tadi mengenai bagian belakang kepalanya, mungkin nyawanya sudah melayang.

Di saat itu juga, kata-kata Lisa terngiang di kepalanya. "Ingat, jika seorang pria sejati ingin berdikari, dia harus bertangan besi."

Krek! Ewan berbalik dan mencengkeram leher Dylan dengan kecepatan luar biasa. Sebelum Dylan sempat bereaksi, Ewan membantingnya ke tanah.

Buk! Kepala Dylan membentur semen dan langsung berdarah. Pemandangan ini membuat Mona ketakutan sampai terpaku.

Tinggi Dylan 1,9 meter, beratnya seratus kilogram. Namun, Ewan mengangkatnya seperti mengangkat seekor ayam. Bagaimana dia bisa sekuat itu?

Mona terpana. Sebelum sempat menghentikannya, Ewan sudah berkata, "Kak Lisa benar. Yang lemah hanya akan diinjak-injak. Aku sudah terlalu banyak mengalah dan balasannya adalah kamu semakin merajalela. Seingatku, kamu menampar ibuku pakai tangan ini, 'kan?"

Ewan menatap tangan kanan Dylan.

"Apa maumu?" Dylan menyergah, "Kalau kamu sentuh aku, kamu bakal mati!"

Ewan menginjak tangan Dylan dengan keras. Gerakannya tegas tanpa ragu sedikit pun.

Krek! Suara tulang retak terdengar. Semua tulang jari di tangan kanan Dylan patah dan berlumuran darah.

"Arghhh ...!" Dylan menjerit kesakitan.

"Kamu menindasku, memfitnahku, menghinaku, menjatuhkanku, bahkan merebut Mona. Aku bisa tahan semua itu. Tapi, menyakiti ibuku? Itu nggak bisa aku terima."

Ewan mencengkeram rambut Dylan, mengangkatnya, lalu menendang lututnya. Bruk! Dylan jatuh berlutut di lantai.

"Minta maaf pada ibuku," perintah Ewan dengan nada dingin.

"Jangan mimpi ...."

Plak! Ewan menampar wajah Dylan. "Minta maaf."

"Minta maaf pada wanita tua itu? Mimpi! Lebih baik aku mati!" Dylan bersikeras.

"Kalau begitu, akan kubuat kamu cacat."

Ewan menghantam lengan Dylan dua kali hingga patah, lalu menendang lututnya dua kali lagi dengan kecepatan kilat. Krek! Krek! Terdengar jelas dua kali suara tulang lutut hancur.

"Arghhh ...!" Dylan menjerit, berusaha bangkit, tetapi keempat anggota tubuhnya sudah remuk. Dia tak mampu bergerak sedikit pun.

Bam! Ewan menginjak wajah Dylan, lalu bertanya dengan sinis, "Masih belum mau minta maaf, Dylan?"

"Cukup, Ewan!" Mona akhirnya tersadar dari keterkejutannya. Dia pun membentak, "Kamu sudah membuat masalah besar. Kamu akan dipenjara!"

"Kalau melukai orang harus masuk penjara, gimana kalau membunuh?" Wajah Ewan tampak penuh niat membunuh. Kakinya bergerak dari wajah Dylan ke lehernya. Saat berikutnya, dia menginjak dengan keras.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 50

    Di dalam kantor wakil direktur, Mona menjelaskan dugaannya kepada Tripta.Setelah mendengar semuanya, Tripta mengernyitkan dahi dan bertanya, "Jadi maksudmu, Ewan sempat menemui Dylan dan saat itu dia tampak sangat marah?""Benar," jawab Mona. "Kalau bukan karena Bu Neva, mungkin Ewan benar-benar sudah membunuhku saat itu.""Kamu 'kan mantan pacarnya, sudah pacaran sama dia cukup lama. Apa dia tega membunuhmu?" Tripta jelas tidak percaya begitu saja."Pak Tripta, aku nggak bohong. Semua yang kukatakan itu sungguhan," kata Mona dengan panik. "Aku benar-benar ketakutan saat itu.""Ceritakan padaku secara rinci, dari awal sampai akhir." Tripta pun duduk di kursinya dan mendengarkan cerita Mona dengan saksama.Lima menit kemudian.Tripta sudah memahami situasinya secara garis besar. Dia berkata, "Mona, sekarang juga kamu harus pergi mencari Ewan. Kalau hilangnya Dylan memang ada hubungannya dengan dia, kamu harus pastikan di mana Dylan sekarang.""Pak Tripta, bagaimana kalau Bapak saja yan

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 49

    "Karena aku nggak rela berpisah denganmu." Lisa menopang dagunya dengan kedua tangan dan menatap Ewan penuh kelembutan. Tatapan dari kedua mata indahnya itu begitu menggoda dan menawan.Lagi-lagi begini ....Ewan merasa agak pusing. Lisa memang sering sekali menggodanya seperti ini."Kak Lisa, ke depannya kamu harus jaga dirimu baik-baik, ya."Memikirkan bahwa dia tidak bisa lagi menemani Lisa setiap hari, Ewan merasa agak kehilangan juga. Bagaimanapun, bisa menemani wanita secantik ini setiap hari, suasana hatinya juga pasti akan membaik."Jadi kamu benar-benar nggak bisa rawat aku lagi?" Lisa kembali bertanya.Ewan menjelaskan, "Kalau sudah balik ke Departemen Bedah, aku akan sangat sibuk. Aku benar0benar nggak ada waktu lagi untuk merawatmu.""Kalau begitu, bisa nggak kamu janji satu hal padaku?""Apa itu?""Kamu harus janji untuk datang menjengukku setiap hari.""Itu ....""Bahkan permintaan kecil begitu saja kamu nggak bisa penuhi? Kamu bilang kamu nggak benci aku, tapi sepertinya

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 48

    Di dalam kamar rawat, Ewan menggunakan jimat dari Akademi Sidoar untuk menghilangkan bekas tamparan di wajah Lisa."Rasanya gimana?" tanya Ewan."Sejuk ... seperti habis pakai masker wajah," jawab Lisa."Masih sakit nggak?"Lisa menggeleng. "Nggak sakit lagi.""Kak Lisa, wanita tadi jelas bukan orang baik. Sepertinya dia nggak akan berhenti begitu saja. Menurutku, kamu sebaiknya sewa dua pengawal untuk jaga-jaga," saran Ewan.Lisa tersenyum dan berkata, "Ada kamu yang melindungiku, untuk apa aku sewa pengawal?""Aku sudah dipindahtugaskan dari posisi perawat." Begitu kata-kata itu terucap, senyum di wajah Lisa langsung lenyap."Kamu dipindah ke mana? Ke Departemen Bedah?" Lisa langsung marah. "Ini pasti ulah Neva, ya? Keterlaluan! Aku akan langsung telepon direktur rumah sakit kalian sekarang juga!"Usai bicara, Lisa langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor dengan cepat.Ewan buru-buru menjelaskan, "Kak Lisa, ini bukan salah Bu Neva. Aku sendiri yang minta dipindahkan ke Departem

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 47

    "Apa aku menghinamu? Aku cuma berkata jujur." Lisa berkata dengan wajah tak bersalah, "Bagaimanapun, Keluarga Kunantara termasuk keluarga terpandang di ibu kota. Kenapa bisa melahirkan seorang putri seperti kamu?""Demi menghormati Edho, aku cuma ingin mengingatkanmu satu hal. Jangan sampai semua yang diberikan orang tuamu hilang sia-sia, terutama harga diri.""Kamu ... kamu ... akan kuhabisi kamu!" Bak ayam jago yang hendak bertarung, Thalia menerjang ke arah Lisa dengan garang. Namun, baru saja dia mendekati ranjang pasien, Ewan langsung mencengkeram lehernya.Dalam sekejap, dia kesulitan bernapas."Kamu ... kamu mau apa?" Thalia menatap Ewan dengan ketakutan.Ewan menoleh ke arah Lisa dan bertanya, "Kak Lisa, mau dibunuh atau dikubur hidup-hidup?"Lisa langsung paham maksud Ewan, lalu menjawab dengan sungguh-sungguh, "Langsung dibunuh itu terlalu membosankan, dikubur hidup-hidup juga merepotkan .... Hmm, bagaimana kalau ditenggelamkan saja? Atau dimutilasi perlahan juga boleh. Bagai

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 46

    "Aku nggak pernah memukul wanita, tapi kamu ini pengecualian." Perkataan Ewan sangat singkat dan lugas, tetapi penuh wibawa.Lisa menoleh dan menatap Ewan dengan terkejut, lalu bertanya, "Kamu tahu siapa dia?""Siapa pun dia, itu nggak ada hubungannya denganku. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu di depan mataku." Mendengar kalimat itu, hati Lisa terenyuh.Selama bertahun-tahun ini, dia memikul semuanya sendirian. Di mata orang lain, dia adalah wanita tangguh. Namun, mereka semua lupa bahwa dia juga seorang wanita yang ingin dilindungi.Lisa tidak pernah menyangka bahwa pria yang berdiri melindunginya hari ini, ternyata adalah Ewan.Lisa berkata, "Wanita yang kamu tampar tadi itu adalah kakak dari tunanganku yang sudah meninggal. Dia berasal dari salah satu keluarga besar di ibu kota. Keluarganya sangat berpengaruh. Hanya dengan satu perintahnya saja, cukup untuk membuatmu lenyap tanpa jejak.""Lalu kenapa?" Wajah Ewan tidak terlihat gentar sedikit pun. "Seperti yang Kak Lis

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 45

    "Siapa kamu?" tanya wanita itu buru-buru."Aku pakai jubah putih begini, menurutmu aku ini siapa?" tanya Ewan dengan wajah muram dan suara berat. "Kamu ribut-ribut begini di ruang perawatan, apa nggak merasa malu?"Wajah wanita itu langsung memerah dan berubah pucat. Tatapannya seolah-olah hendak mengobarkan api amarah. Dengan status setinggi ini, sejak kapan ada dokter rendahan yang berani membentaknya seperti ini?"Kamu tahu nggak aku ini siapa?"Begitu mengucapkan kalimat ini, wanita itu langsung merasa dirinya bodoh. Kalau saja dokter muda ini tahu siapa dia, mana mungkin berani bersikap seperti ini?"Aku kasih tahu, aku ini ....""Aku nggak peduli kamu ini siapa, yang jelas nggak boleh buat keributan di sini, apalagi melukai pasienku," jawab Ewan dengan wajah tegas."Kamu ....""Silakan keluar.""Kamu mau mengusirku?" Wanita itu membelalakkan matanya menatap Ewan seakan-akan sedang melihat makhluk aneh. Dia sama sekali tidak menyangka, seorang dokter rendahan seperti ini berani me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status