Share

Bab 8

Author: Rexa Pariaman
Tampak bekas luka wanita itu sedang menghilang dengan kecepatan yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Tak sampai tiga puluh detik, bekas luka itu benar-benar hilang. Bahkan, benang jahit yang tadinya terlihat ikut hilang.

Saat melihat betis wanita itu, kulitnya kembali seperti semula. Halus seperti giok, bercahaya seperti porselen.

"Apa ... apa yang sebenarnya terjadi?" Beberapa dokter magang yang sebelumnya mengejek Ewan tercengang.

Roni juga melongo. Selama bertahun-tahun praktik sebagai dokter, ini pertama kalinya dia melihat hal seperti itu.

"Gimana caramu melakukannya?" Roni tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

"Kamu sudah melihatnya sendiri, 'kan?" tanya Ewan balik.

"Masa iya benar-benar karena jimat Akademi Sidoar?" Roni masih tidak percaya.

Ewan menjawab dengan serius, "Aku sudah bilang dari awal, jimat Akademi Sidoar bukan takhayul, tapi teknik rahasia yang ajaib."

"Tapi ...."

"Kamu belum selesai juga?" Wanita itu menyela dengan tak sabar, "Ini bukan urusanmu lagi. Kamu boleh pergi sekarang."

"Kalau begitu, aku pamit. Kalau ada masalah, panggil saja aku." Sebelum keluar dari ruangan, Roni sempat melirik Ewan dengan tatapan dingin.

Di koridor, para dokter magang terlihat kesal.

"Guru, Ewan jelas-jelas penipu. Orang seperti ini harus segera dikeluarkan dari rumah sakit."

"Benar, setitik noda bisa merusak keseluruhan. Kalau dia terus di sini, bisa jadi bencana untuk rumah sakit."

"Guru adalah dokter penanggung jawab pasien tadi. Kalau terjadi apa-apa pada pasien, Guru yang harus tanggung jawab."

"Tutup mulut kalian!" Roni membentak, lalu bertanya dengan wajah suram. "Kalian tahu Dylan ada di mana?"

"Tadi waktu aku ke ruang rawat, aku lihat dia ke pos perawat," jawab salah satu dokter magang.

"Oke. Kalian kembali bekerja."

Setelah mereka pergi, Roni berdiri diam beberapa saat, lalu berjalan ke arah pos perawat.

....

Di dalam ruang rawat, wanita itu menopang dagunya dengan kedua tangan. Matanya yang besar dan berkilau terus menatap Ewan.

Ewan merasa sekujur tubuhnya tidak nyaman.

"Aku lagi mikir, kamu sudah memberiku bantuan besar, gimana aku harus berterima kasih ya? Gimana kalau aku cium kamu?" usul wanita itu sambil mengedipkan mata, bulu matanya pun bergetar manja. Benar-benar cantik.

Wajah Ewan langsung memerah. Dia buru-buru menimpali, "Bu, jangan begitu."

"Terus, kamu mau aku gimana? Menyerahkan diriku kepadamu?" Wanita itu melemparkan ciuman terbang sambil mengedipkan mata kepada Ewan.

Jantung Ewan berdebar kencang. Dia segera mengalihkan pandangannya. Wanita ini benar-benar seperti iblis penggoda.

"Kamu ini pemalu sekali sih? Belum pernah dekat sama cewek ya? Nggak mungkin deh. Kamu 'kan dokter, pasti sering ketemu pasien wanita." Wanita itu terkekeh-kekeh. "Apa karena aku lebih cantik dari semua cewek yang pernah kamu temui?"

Wajah Ewan semakin merah. Harus diakui, wanita ini memang yang paling cantik dari semua wanita yang pernah dia temui. Hanya dengan tatapan saja sudah membuat hati bergetar.

"Sudah, aku nggak godain kamu lagi." Wanita itu menyingkirkan ekspresi nakalnya sebelum berucap, "Ewan, perkenalkan, namaku Lisa."

Lisa? Ewan menatapnya. Wanita ini memang cantik, tetapi .... Hais! Ewan menghela napas.

"Kenapa kamu menghela napas? Kamu rasa namaku jelek?" tanya Lisa dengan heran.

"Menurutku, kamu lebih cocok dipanggil Siluman Penggoda." Begitu ucapan itu dilontarkan, Ewan langsung menyesal. Jika wanita ini marah dan tidak mau menerimanya sebagai perawat, habislah dirinya.

Namun, Lisa sama sekali tidak marah, malah tertawa. "Kamu pintar juga. Memang banyak orang panggil aku begitu."

"Serius?" Ewan meneruskan, "Tapi, panggilan itu sebenarnya masih kurang tepat."

"Kenapa?"

"Soalnya kamu lebih cantik dari siluman."

Lisa tertawa manja, matanya dipenuhi minat saat menatap Ewan. Dia berucap, "Katakan saja apa yang kamu mau dariku."

Ewan sedikit malu, tak menyangka triknya begitu mudah ditebak. "Bu, aku ingin jadi perawatmu."

"Cuma itu?" Lisa tampak kaget.

"Ya." Ewan mengangguk. "Aku sebenarnya dokter bedah yang sedang dalam masa uji coba, tapi dijebak seseorang dan dipindahkan ke pos perawat. Kalau aku gagal jadi perawatmu, aku bisa kehilangan pekerjaan."

Lisa tampak bingung. "Dengan kemampuanmu, kehilangan pekerjaan ini bukan masalah."

"Aku mencintai dunia medis. Aku ingin menjadi dokter yang mulia," ucap Ewan dengan sungguh-sungguh.

Lisa mengamati Ewan dengan kagum dan serius, lalu menyahut sambil tersenyum, "Aku suka pria yang punya mimpi. Mulai sekarang, kamu jadi perawatku! Perlu kontrak?"

"Aku ambil dulu kontraknya!" Ewan cepat-cepat keluar dari ruang rawat.

"Pemuda ini cukup menarik." Lisa tertawa, lalu mengambil ponsel dan menelepon asistennya. Dengan nada memerintah, dia berujar, "Dinda, di Rumah Sakit Papandaya ada perawat bernama Ewan. Cari tahu tentang dia. Tiga menit lagi aku mau datanya."

"Baik, Bu." Terdengar suara merdu dari ujung telepon.

Tidak sampai tiga menit, Lisa menerima data, membacanya dengan saksama, lalu mengernyit. "Anak haram? Pacarnya direbut? Menjiplak rekam medis? Ternyata pemuda ini punya banyak kisah."

Tok, tok. Suara ketukan pintu menyela pikirannya. Dia mendongak, lalu melihat seorang dokter muda masuk.

"Siapa kamu?" tanya Lisa.

"Bu, aku Dylan, dokter bedah di rumah sakit ini. Aku dengar kamu mau jadikan Ewan sebagai perawatmu?" Ketika berbicara, Dylan diam-diam melirik Lisa.

"Apa yang mau kamu sampaikan?" tanya Lisa dengan nada datar.

"Aku ingin memberitahumu kalau kamu nggak bisa menjadikan Ewan perawatmu."

"Kenapa?"

"Dia itu dokter bedah magang yang malas, nggak bertanggung jawab, bahkan menjiplak rekam medisku. Orang nggak bertanggung jawab seperti dia nggak pantas dijadikan perawat. Kalau nggak ...."

Sebelum Dylan selesai berbicara, Ewan kembali. "Ngapain kamu di sini?" Ewan sontak memasang wajah serius.

"Bukan urusanmu." Dylan bersikap arogan.

Lisa tertawa. "Tadi Dokter Dylan bilang kamu malas, nggak bertanggung jawab, bahkan menjiplak rekam medisnya. Dia minta aku jangan jadikan kamu perawatku."

"Dylan, kenapa kamu terus menjatuhkanku?" Ewan marah.

"Karena aku muak lihat kamu. Apa alasan itu cukup?" Dylan berkata kepada Lisa, "Bu, tolong pertimbangkan dengan serius saranku."

"Kalau aku tetap mau Ewan menjadi perawatku?" Lisa tersenyum.

Dylan termangu. "Kalau kamu bersikeras dan terjadi sesuatu padamu, rumah sakit nggak akan bertanggung jawab."

"Kalau aku sampai kenapa-napa, rumah sakit ini sanggup tanggung jawab?" Senyuman Lisa hilang, aura kuat terpancar darinya. Saat ini, dia seperti seorang ratu.

Dylan terkejut melihatnya. Direktur rumah sakit sekalipun belum tentu memiliki aura sekuat itu. Siapa sebenarnya wanita ini?

"Ewan," panggil Lisa. Ewan menatapnya.

Lisa berkata, "Hari ini, aku akan ajarkan satu hal tentang hidup. Di dunia ini, kalau kamu mundur selangkah, belum tentu orang lain akan mundur juga. Justru bisa jadi kamu dianggap lemah dan terus diinjak. Kebaikan bisa dianggap kelemahan. Itulah kenyataan."

Ewan merenung.

"Kamu paham maksudku?" tanya Lisa beberapa detik kemudian.

Ewan mengangguk. "Aku paham."

"Kalau begitu, tunggu apa lagi?"

Ewan menarik napas dalam-dalam, menatap Dylan dengan dingin.

Tatapan itu membuat Dylan sangat kesal. Dia pun membentak, "Apa yang kamu lihat! Dasar anak haram ...."

Plak! Sebuah tamparan keras tiba-tiba mendarat di wajah Dylan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rasman Az Londy
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Co Co
cukup bgus
goodnovel comment avatar
Abdul Nasir
satu nasehat yang baik dan tepat sasaran.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1182

    Tempat bencana?Mendengar ucapan Nazar, alis Ewan terangkat sedikit, sadar bahwa kemungkinan mereka akan menghadapi masalah berikutnya.Samudra agak bingung dan bertanya, "Bukannya Paman bilang ini adalah tanah naga sejati? Kenapa sekarang berubah jadi tempat bencana?"Ekspresi Nazar menjadi serius. Dia menjawab, "Tanah naga sejati punya susunan alam yang luar biasa. Secara normal, tempat seperti ini seharusnya memiliki aliran energi yang kuat dan penuh kehidupan, sebuah tanah fengsui tingkat tertinggi yang sangat langka.""Sekarang kalau berubah seperti ini, hanya ada satu alasan. Itu karena tanah naga sejati ini sudah diambil alih oleh seseorang.""Diambil alih?" Samudra semakin bingung. "Maksudnya apa?"Nazar menyahut, "Singkatnya, sudah ada orang yang dikubur di sini."Wajah Samudra langsung menjadi masam. Dia bergumam, "Aku tadinya mau mengubur Paman di sini. Sekarang sepertinya Akademi Nagendra nggak bakal punya kesempatan melahirkan naga sejati lagi."Buk! Nazar mengetuk kepala

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1181

    "Paman, aku benar-benar nggak memfitnahmu. Tadi Paman memeluk patung batu itu dan menciumnya dengan liar, seolah-olah menganggap patung itu sebagai perempuan ...."Duk! Nazar mengetuk kepala Samudra keras-keras dan membentak, "Katakan, kamu nggak melihat apa-apa.""Nggak, aku melihatnya."Plak! Nazar memukul kepala plontos Samudra dan membentaknya lagi, "Aku kasih kamu satu kesempatan terakhir untuk menyusun kalimat. Kamu nggak melihat apa-apa.""Paman, aku melihatnya. Aku melihat semuanya," kata Samudra dengan ekspresi serius. "Yang aku bilang itu benar, kenapa Paman nggak percaya?""Kamu ini bodoh sekali. Mau bikin aku mati karena kesal ya?" Nazar mengibaskan lengan bajunya dan pergi.Samudra merasa bingung, lalu bertanya, "Dokter Ewan, Paman kenapa?"Ewan tertawa. "Jangan hiraukan dia. Dia memang ada penyakit di otaknya.""Mm, aku juga curiga Paman sakit dan cukup parah. Dokter Ewan, bisa sembuhin Paman?"Ewan sungguh kehabisan kata-kata.Dua ratus meter itu mereka lewati dengan san

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1180

    "Dasar bocah, ba ... bagaimana kamu bisa keluar?" Nazar terkejut dan langsung bertanya.Ewan menyahut, "Tentu saja aku jalan keluar pakai kaki. Masa kamu nggak lihat?""Kamu nggak mengalami ilusi?""Nggak."Seketika, wajah Nazar menjadi sangat masam.'Leluhur, kenapa kamu sengaja mengincarku? Sialan, dasar dewa tua menyebalkan!' Nazar mengumpat Tarsa dalam hati.Ujian pertama, kabut racun, Ewan dan Samudra melaluinya dengan mudah. Nazar sendiri harus memakai satu lembar Jimat Penyelamat baru bisa lolos.Ujian kedua, semut pemakan jiwa, Ewan dan Samudra hanya melontarkan satu kalimat, lalu semut-semut itu langsung kabur. Sementara dia sendiri terjebak dalam bahaya besar dan akhirnya terpaksa memakai Teknik Melarikan Diri, lalu muntah darah dan pingsan, bahkan hampir mati.Ujian ketiga, dia terperangkap dalam ilusi, bukan hanya melepas pakaiannya, bahkan akhirnya harus mengandalkan Ajaran Lima Petir baru bisa menghancurkan ilusi itu.Adapun Ewan dan Samudra, Samudra hanya membaca tujuh k

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1179

    "Nazar, kamu bilang apa? Coba buka mata dan lihat, aku benar-benar Raisa-mu." Saat berbicara, tubuh mungil dan dada Raisa bergoyang, tampak begitu memikat."Cuma ilusi. Mana mungkin bisa mengurung seorang pendeta sepertiku." Nazar mengambil selangkah dan langsung muncul di udara. Kemudian, dia menggigit ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanannya, menyatukan kedua jari itu seperti pedang. Dia mengacungkannya dan menggambar sembarangan di udara."Langit suci, bumi suci, kiri berada di Bintang Selatan, kanan berada di Tujuh Bintang. Yang melawan mati, yang menurut hidup. Petir Langit Kesembilan, terwujudlah!"Begitu suara itu terdengar, dari dua jari Nazar menyembur dua garis darah yang melayang di udara, lalu berputar-putar hingga membentuk satu simbol besar petir."Ajaran Lima Petir!" Ekspresi Raisa berubah drastis. Dia menunjuk Nazar sambil memaki, "Nazar, kamu kejam sekali! Kamu benar-benar mau membunuhku dengan Ajaran Lima Petir? Meskipun jadi hantu, aku nggak akan melepaskanmu!"

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1178

    Raisa berdiri di sana tanpa sehelai benang pun. Wajahnya sedikit malu-malu, memadukan pesona seorang wanita dewasa dan rasa malu seorang gadis muda secara sempurna, membuat orang sulit memalingkan mata.Kulitnya seputih salju, juga harum dan bening. Benar-benar wanita yang luar biasa!Nazar menelan ludah dengan susah payah.Raisa menatap Nazar tanpa berkedip. Suaranya selembut air. "Seumur hidup ini aku nggak menginginkan apa pun, hanya ingin menikmati satu malam bersamamu. Selama kamu setuju dengan permintaanku ini, aku akan memberitahumu posisi Pedang Mahaguru."Nazar menarik napas panjang dan menyahut, "Raisa, kamu seharusnya tahu, aku adalah pendeta Tao. Kalau aku melakukannya denganmu, itu akan melanggar aturan. Lebih baik kamu ajukan permintaan yang lain.""Aku sudah tahu kamu pasti akan bilang begitu." Raisa memelototinya sebentar, lalu meneruskan, "Pendeta itu meninggalkan sebuah pil dan memintaku menyerahkannya kepadamu.""Pilnya di mana?" tanya Nazar segera.Raisa berbalik, m

  • Dokter Sakti Penguasa Dunia   Bab 1177

    "Leluhur, kamu pasti nggak nyangka, 'kan? Formasi Batu memang misterius, tapi ini terlalu gampang bagiku.""Sayang sekali, kamu nggak bisa melihat sendiri murid memecahkan formasi ini. Benar-benar penyesalan besar."Usai berbicara, Nazar kembali mengambil selangkah ke depan. Seketika, pemandangan di hadapannya berubah drastis.Yang dia lihat bukan lagi 18 manusia batu, melainkan sebuah ruangan bergaya kuno, dengan sebuah ranjang kayu di dalamnya.Di atas ranjang duduk seorang wanita muda. Lebih tepatnya, seorang wanita muda yang sangat cantik.Kulitnya putih dan halus, tubuhnya dibalut gaun tradisional ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Sangat menggoda.Wanita itu memandang Nazar. Mata indahnya penuh dengan kesedihan."Raisa!" seru Nazar dengan kaget, lalu bertanya, "Ini di mana? Kenapa kamu ada di sini?""Kamu ini laki-laki tak berhati! Masih punya muka untuk menemuiku? Pergi!" Setelah memaki, air mata wanita itu mengalir.Sepuluh tahun yang lalu, di bawah Akademi Nagendra terjadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status