Share

Chapter 9

Setelah melewati banyak tembok, Altair berdiri di pintu masuk hanya terlihat tembok biasa dengan lubang seukuran jari tangan Altair memasukkan jari tangannya namun, tidak ada respon.

Altair mencoba cara lain dengan dia mengalirkan Mana yang membalut tubuh dan memusatkan semua di jari tangan.

Mana mengalir melewati lubang jari menuju celah-celah dinding batu. Mana biru merambat ke berbagai celah dinding lalu bertemu dan terfokus dalam satu titik di hadapan Altair.

Pintu tembok tersebut menghilang perlahan dan terlihat lemari besar dengan rak-rak pembatas, di sana terdapat barang-barang kuno yang sudah ada di zaman awal terbentuknya kerajaan termasuk batu keras milik Onder de kakek ke 1000 tahun.

Altair melihat cawan berwarna merah gelap, di sekelilingnya terdapat mata batu berwarna hitam berukuran kecil. Altair bergegas mengambil cawan yang ingin segera keluar sebelum ayahnya kembali masuk kesana yang akan membuatnya terjebak entah sampai berapa lama.

Cawan yang terletak di paling atas rak dibungkus ke dalam selimut cokelat tua yang dia bawa semenjak dari kamar. Altair turun dan keluar dari menara sihir.

Altair kembali ke kamar dan mulai membuka bungkusan yang dia pegang erat sejak tadi dengan perlahan, dia melihat asap berwarna hitam mengitari cawan.

Matahari yang mulai menerang terlihat di balik jendela-jendela gorden.

“Tuan? Apakah tuan sudah bangun? Saya akan membersihkan kamar.” terdengar suara dari luar yang tidak asing untuk didengar.

“Aku sudah bangun, nanti saja kau membersihkan kamar Mary.” jawab Altair yang tengah berdiri di sebelah meja belajar.

“Bagaimana dengan sarapannya tuan? Apakah saya harus membawakannya? Atau tuan mau makan bersama?” tanyanya lagi.

“Tidak perlu. Jika aku lapar aku akan mengatakannya kepada kepala pelayan.” sambung Altair sambil melihat ke arah pintu khawatir jika Mary tiba-tiba masuk ke dalam.

“Baik tuan”

Setelah yakin Mary tidak menanyakan apapun lagi di balik pintu, Altair kembali melihat ke arah cawan yang berada di hadapannya dia mulai memberanikan diri untuk memegang dengan tangan langsung.

Cawan itu terlihat sangat tua mungkin butuh beberapa sedikit polesan agar membuatnya sedikit berkilau karena dikelilingi dengan Mana sihir, cawan yang di pegang Altair terlihat terawat meski warna yang ada di cawan terlihat tua.

Saat membalikkan cawan untuk melihat sisi-sisinya, ada benda yang terjatuh di dalamnya ternyata kalung liontin berbahan giok berwarna hijau bulat pasti terikut di dalam cawan tadi.

“Wah, bagus sekali kalung ini” ucap Altair sambil memungut kalung yang terjatuh ke bawah.

“Jadi, aku harus meletakkan darahku di dalam wadah ini sampai penuh dan makhluk magis akan datang.” sembari bergantian melihat cawan yang masih dipegang dengan tangan lain.

“Butuh berapa banyak aku harus mengumpulkan darahku ke sini?” tanya Altair sendiri.

Altair mencari sesuatu di tempat meja belajar mungkin ada alat yang bisa membantunya mengeluarkan darah. Altair menemukan sebuah pisau lipat di dalam laci meja dan mengambilnya lalu melukai tangan kiri serta memasukkan darah dalam cawan.

Darah yang dikeluarkan Altair hanya sedikit, tidak sampai memenuhi dari ¼ cawan dan itu sudah membuatnya kelelahan karena mengeluarkan Mana serta darah milik Altair.

“Bagaimana jika ayah menanyakan tentang lukaku ini?”tanya Altair sambil merobek baju yang masih dia gunakan untuk menutupi luka.

“Aku bisa saja mengatakan bahwa aku sempat terluka saat berduel namun, jika luka ini masih belum sembuh pasti dia akan mencurigainya,” jawab Altair sambi membalutkan kain di tangannya.

Altair juga harus menyembunyikan cawan ini supaya tidak ada yang bisa menemukannya terutama orang-orang masuk untuk membersihkan kamar tidur.

Perhatian Altair juga tertuju kepada kalung yang sangat cantik itu.

“Mungkin yang ini masih bisa aku sembunyikan” ucap Altair diikuti saat dia memakai kalung di lehernya.

Perasaan lembab karena tidak adanya sirkulasi udara, membuat di dalam kamar terasa gelap dan pengap Altair berjalan untuk membuka beberapa jendela di kamar.

Mengunci pintu masuk kamar dan Altair bersiap untuk membuka baju yang dari kemarin masih dia pakai perasaan kotor, bau darah serta debu membuat tubuh Altair terasa lengket dengan baju yang penuh dengan robekan.

Altair membuka pakaiannya terlihat debu serta keringat mengalir di antara tubuhnya yang kekar dan indah beberapa butiran keringat mengalir deras di atas dada serta otot perut.

Altair menuju kamar mandi dan juga langsung mengunci kamar mandi dia khawatir terjadi lagi insiden yang seperti dia lalui kemarin pagi di mana pelayan dan kepala pelayan memergokinya telanjang.

Masih ada perasaan risih untuk membuka celana yang Altair kenakan sekarang namun, bagaimanapun jika benar-benar Claretta terjebak dalam tubuh Altair untuk waktu yang cukup lama dia harus mengikuti alur cerita dan harus terbiasa dengan kehidupannya di dalam novel terutama dia harus bisa dan terbiasa menyesuaikan dengan bentuk tubuh laki-laki.

Di hadapan sebuah cermin yang kemarin dia gunakan Altair berdiri sambil melihat tubuhnya sendiri, lalu membuka sapu tangan milik Mary di lehernya.

“Sungguh? Apakah semua laki-laki memiliki tubuh yang sangat indah? Aku baru mengetahuinya,” ucap Altair sambil memegang bekas luka di lehernya.

“Aku berharap bisa kembali ke tubuhku sebelumnya dengan rambut panjang dan warna mata cokelat” ucap Altair sambil memegang pantulan dirinya yang tengah berdiri di depan cermin besar.

Sebuah sinar keluar dari kalung yang dia pakai yang Altair merubah sosoknya menjadi Claretta di dunia nyata Claretta terkejut dan senang melihat dirinya yang sudah kembali lengkap dengan tubuh perempuan.

Claretta menyadari jika kalung yang digunakan sangat berguna dengan hanya memikirkan orang yang diinginkan maka tubuhnya berubah menjadi sosok yang lain namun, tubuh Claretta sangat berbeda dengan ciri-ciri yang ada di kekaisaran dan rakyat Rhodes seperti orang asing dari kerajaan lain.

Altair menyadari seberapa bencinya orang-orang di kekaisaran Rhodes jika mengetahui orang asing  tinggal di negaranya dan jika dia memakai tubuh perempuan akan sangat susah untuk dirinya bergerak dengan lincah.

Mana dalam kalung itu mulai memudar dan Altair kembali ke wujud semula Mana yang ada dalam tubuh Altair telah habis membuat Altair hampir saja berteriak kembali karena melihat tubuh laki-laki beruntung dia menahannya dengan menutup mulut. Perasaan kesal dan jengkel muncul kembali di benak, Altair mencoba untuk menarik nafas untuk menenangkan diri.  

Perlahan Altair membuka celana yang dia kenakan dan tersembunyi sebuah celana dalam berwarna putih sedang membalut daerah vital miliknya dengan keadaan terpaksa Altair juga harus melepas celana dalam itu dengan menutup mata Altair yang tidak ingin melihat kemaluannya sendiri perlahan membuka mata dan melihat ke arah cermin setelah benar-benar tidak ada selembar kain yang menutupi tubuhnya.

“Aahhh... ereksi  laki-laki di pagi hari.” ujar Altair yang sudah mempelajari struktur tubuh pria dewasa dengan wajah datar.

Tidak ada teriakan yang keluar dari mulut seakan Claretta sudah mulai terbiasa dengan tubuh barunya namun, muka Altair memerah menahan perasaan malu, marah dan kacau membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.

Dengan mempersiapkan diri untuk menerima keadaan tubuhnya yang baru Altair berkeringat mengucur kembali dan jantung Altair berdegup dengan kencang.

Bentuk otot yang indah disana serta keringat yang mulai mengucur di antara sela-sela paha dan selangkangan. Benda itu naik turun sesuai kehendak pemiliknya.

Altair langsung berlari dan melompat masuk ke dalam kolam menghidupkan air untuk mandi lalu menuangkan sabun yang diambil secara acak untuk dilarutkan kolam mandi. Altair terlarut dalam lamunannya.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status