LOGIN"Akhirnya datang juga putri tidur kita!" seru Wulan ketika Alya memasuki salon Nadia.
"Maaf, maaf, ada sedikit urusan," kata Alya sambil melempar senyum ke teman-temannya.
Luna, Nadia, Indah, dan Wulan sudah berkumpul. Salon Nadia sengaja ditutup untuk umum pagi itu, khusus untuk "operasi spesial" mereka.
"Urusan apa nih? Mencurigakan banget," goda Luna sambil menaik-naikkan alisnya.
"Bukan apa-apa," Alya menggeleng. "Jadi, apa rencana kita hari ini?"
"Jadi," Nadia mengambil alih, suaranya berubah serius seperti komandan perang, "hari ini adalah final preparation. Besok adalah D-day, dan kita harus memastikan kamu tampil maksimal."
"Aku sudah siapkan analisis psikologis tentang apa yang paling menarik perhatian laki-laki secara visual," tambah Indah, membuka buku catatannya. "Berdasarkan penelitian terbaru, warna merah adalah warna yang paling menarik perhatian p
"Faris," kata Dika, berdiri. "Maaf, tapi aku tidak bisa melanjutkan sandiwara ini.""Kamu..." Faris menatap Alya, kemudian Dika, dan kembali ke Alya. "Kamu sudah memberitahunya?""Ya," jawab Dika tegas. "Dia berhak tahu, Faris."Faris terlihat seperti ingin marah, tapi kemudian bahunya merosot. "Aku... aku tidak tahu harus bilang apa."Alya juga berdiri, menatap Faris dengan mata berkaca-kaca. "Kenapa, Faris? Kenapa kamu harus berbohong seperti ini?""Aku..." Faris menatap Alya, ada kesedihan dan penyesalan di matanya. "Aku takut, Alya. Takut kalau aku bilang aku masih mencintaimu, kamu akan menolakku lagi. Kita sudah 17 kali putus-nyambung. Apa yang membuat kali ini berbeda?""Mungkin karena kita sudah dewasa sekarang? Mungkin karena kita sudah belajar dari kesalahan?" Alya tidak tahu dari mana keberanian ini muncul. "Atau mungkin karena aku juga masih mencintai
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang ketika mereka akhirnya selesai dengan "sesi percobaan" untuk besok. Rambut Alya sudah dimodel dengan extension yang terlihat natural, makeup trial sudah selesai dan difoto untuk referensi besok, dan baju yang akan dipakai sudah dipilih: dress midi berwarna biru langit dengan detail sulaman halus di bagian dada."Perfect!" seru Nadia, puas dengan hasil karyanya. "Besok tinggal eksekusi aja, dan kamu akan jadi ratu pesta!""Makasih, semuanya," kata Alya tulus. "Aku nggak tahu harus bilang apa lagi.""Udah, nggak usah lebay," kata Wulan. "Ini tuh tugas kita sebagai sahabat.""Betul," angguk Indah. "Dari segi psikologis, dukungan sosial adalah faktor penting dalam membangun kepercayaan diri.""Nah, sekarang karena kita sudah selesai dengan persiapan, gimana kalau kita makan siang bareng?" usul Luna.Semua setuju dan mereka bersiap
"Akhirnya datang juga putri tidur kita!" seru Wulan ketika Alya memasuki salon Nadia."Maaf, maaf, ada sedikit urusan," kata Alya sambil melempar senyum ke teman-temannya.Luna, Nadia, Indah, dan Wulan sudah berkumpul. Salon Nadia sengaja ditutup untuk umum pagi itu, khusus untuk "operasi spesial" mereka."Urusan apa nih? Mencurigakan banget," goda Luna sambil menaik-naikkan alisnya."Bukan apa-apa," Alya menggeleng. "Jadi, apa rencana kita hari ini?""Jadi," Nadia mengambil alih, suaranya berubah serius seperti komandan perang, "hari ini adalah final preparation. Besok adalah D-day, dan kita harus memastikan kamu tampil maksimal.""Aku sudah siapkan analisis psikologis tentang apa yang paling menarik perhatian laki-laki secara visual," tambah Indah, membuka buku catatannya. "Berdasarkan penelitian terbaru, warna merah adalah warna yang paling menarik perhatian p
Alya membuka mata saat sinar matahari menerobos tirai jendela kamarnya. Satu jam lagi weker akan berbunyi, tapi entah kenapa dia sudah terbangun lebih awal. Mungkin karena hari ini adalah hari penting, satu hari sebelum kumpul besar angkatan mereka. Alya meraih ponsel pintarnya dan melihat notifikasi yang sudah membanjiri layar. Grup "SMA Tanpa Drama" semakin ramai, terutama setelah pertemuan mereka semalam di kafe."Ya Allah, udah jam berapa ini?" gumamnya sambil melihat jam. Pukul enam pagi. "Masih sempat salat Subuh."Setelah menyelesaikan salat, Alya kembali mengecek ponselnya. Ada pesan pribadi dari Luna."Hei, udah bangun? Jangan lupa jam 9 kita ketemu di salon Nadia. Operasi final make over sebelum besok."Alya tersenyum. Dia tidak menyangka teman-temannya akan seantusias ini untuk membantu penampilannya. Padahal, seharusnya semua ini sudah tidak penting lagi. Faris sudah punya
Maya duduk sendiri di sudut Kafe Nostalgia, memperhatikan efek domino dari rencana yang telah ia susun selama berbulan-bulan. Notebook-nya terbuka di hadapannya, penuh dengan coretan, diagram hubungan, dan catatan tentang semua teman lamanya. Beberapa nama sudah dicentang: Faris dan Alya, pasangan pertama yang berhasil dipersatukan kembali. Dirinya dan Rizky, yang akhirnya mengungkapkan status pernikahan mereka. Kini matanya tertuju pada nama-nama lain yang belum tercentang: Nadia dan Bimo, Luna dan seseorang yang masih bertanda tanya, Indah dan beberapa kemungkinan pasangan."Merencanakan konspirasi berikutnya?"Suara itu mengejutkan Maya. Ia mendongak dan mendapati Rizky berdiri di sampingnya, memegang dua cangkir kopi. Dengan cepat, Maya menutup notebooknya."Hanya mengecek perkembangan," Maya tersenyum misterius. "Duduklah, suamiku. Kita sudah tidak perlu berpura-pura lagi sekarang."
Faris merasakan jantungnya berdebar kencang saat ia dan Alya bergegas kembali memasuki Kafe Nostalgia. Tangan mereka masih bertautan, seolah takut kehilangan satu sama lain lagi. Dika berjalan di depan, membimbing mereka melewati kerumunan teman-teman lama yang kini tampak berkumpul di dekat panggung kecil."Apa yang terjadi?" Alya berbisik pada Faris, matanya menyapu ruangan yang mendadak riuh."Entahlah," Faris menggeleng. "Tapi sepertinya ada hubungannya dengan Maya dan Rizky."Ketika mereka akhirnya berhasil menerobos kerumunan, pemandangan di depan mereka membuat keduanya terkesiap. Di atas panggung kecil, Rizky berdiri dengan gugup, mikrofon di tangan, sementara Maya duduk di kursi di sampingnya dengan wajah pucat. Di depan mereka, Luna berdiri dengan notebook milik Maya di tangannya, ekspresinya campuran antara kaget dan penuh kemenangan."...jadi," Luna sedang berbicara, suaranya menggema melalui pengeras suara, "setelah menemukan notebook ini yan







