LOGINAlya Safitri, guru TK pemalu dengan julukan “Dewi Galau”, hanya punya tujuh hari sebelum reuni akbar SMA. Selama ini ia masih dibayangi luka lama: kisah cinta putus-nyambung tujuh belas kali bersama Faris Aditya, si jenius matematika yang kini sukses sebagai direktur perusahaan fintech syariah. Hidup Alya terguncang ketika sebuah siniar viral menampilkan Faris dengan seorang lelaki muda yang mengaku sebagai “suaminya”. Di mata dunia, Faris sudah taken tapi di balik layar, “suami” itu hanyalah aktor bayaran untuk menutupi perjodohan paksa. Alya pun terjebak dalam drama baru, didorong oleh sahabat-sahabatnya yang meluncurkan misi “Glow Up Alya” agar ia tampil menawan di reuni. Sementara itu, rahasia demi rahasia terbuka: Maya, si pendiam yang dulu tak dianggap, ternyata menjadi dalang sekaligus penulis romansa terkenal yang sengaja merancang skenario mempertemukan kembali pasangan-pasangan lama. Konspirasi ini membuat Alya dan Faris harus menghadapi masa lalu mereka yang penuh gengsi, luka, dan cinta yang belum selesai. Dalam hitungan hari, Alya dipaksa memilih: tetap bertahan dalam bayang-bayang masa lalu, atau menerima kenyataan bahwa cinta sejati kadang tiba-tiba menjadi milikmu di saat paling tak terduga. Dengan bumbu humor persahabatan, drama keluarga, serta intrik sosial media yang membuat segalanya viral, kisah ini menghadirkan tawa, air mata, dan keyakinan bahwa kesempatan kedua selalu ada asal berani membuka hati.
View MoreAlya tidak bisa tidur. Sudah jam dua pagi, tapi matanya masih terbuka lebar menatap langit-langit kamar kostnya yang mulai mengelupas di beberapa bagian. Ponsel pintarnya bergetar lagi. Notifikasi dari grup W******p "SMA Tanpa Drama" yang ironisnya selalu penuh drama.
"Ya Allah, kenapa mereka masih bangun semua?" gumamnya sambil membuka aplikasi.
Jempolnya bergerak menelusuri ratusan pesan yang masuk. Beberapa mengandung tautan siniar yang sedang ramai dibicarakan. Alya mengernyitkan dahi. Nama yang muncul di thumbnail siniar itu membuat jantungnya berdegup lebih kencang.
Faris Aditya.
"Si Genius Autis" SMA dulu. Mantan pacarnya. Lebih tepatnya, mantan pacar yang ke-17 kalinya.
Luna, sahabat dekatnya yang berprofesi sebagai detektif swasta, mengirim tangkapan layar yang membuat Alya nyaris menjatuhkan ponselnya.
"GILA! FARIS NGAKU GAY DI SINIAR! DIA PUNYA SUAMI!"
Alya langsung mendudukkan diri. Jantungnya berdegup tak karuan.
"Hah? Serius? Masa sih?" jemarinya bergetar saat mengetik balasan.
Rentetan notifikasi muncul bersamaan. Grup yang sudah tenang selama bertahun-tahun mendadak heboh.
Nadia: "Udah denger siniar terbaru Teknologi Besok? Faris jadi bintang tamunya!"
Indah: "Sebagai psikolog, aku diagnosa dia selama ini menekan orientasinya. Pantesan dulu aneh banget pacaran sama Alya."
Wulan: "Heh, jangan sembarangan diagnosa! Itu bisa kena somasi tau!"
Alya mendengus membaca pesan Indah. Temannya itu memang hobi mendiagnosa orang sembarangan meski ijazah psikologinya asli.
Dengan ragu, Alya menekan tautan siniar yang dikirim Luna. Suara Faris langsung terdengar dari ponselnya, masih sama seperti dulu, hanya terdengar lebih dewasa dan lebih percaya diri.
"...ya, saya dulu sering gagal dalam hubungan. Putus nyambung berkali-kali dengan cinta pertama saya. Tujuh belas kali, tepatnya. Sekarang saya sudah menemukan kebahagiaan sejati."
Alya memutar matanya. "Tujuh belas kali? Yang benar dong. Lima belas kali kali."
Dia lalu teringat. Ah, benar juga. Dua kali putus balikan terakhir terjadi setelah mereka lulus SMA, saat sama-sama kuliah di kota berbeda. Yang terakhir saat Faris mendapat beasiswa S2 ke luar negeri dan memutuskan hubungan mereka tanpa diskusi.
"Jadi sekarang Anda sudah menikah ya, Pak Faris?" tanya pewawancara.
Ada jeda sejenak sebelum Faris menjawab. "Ya, saya sudah menemukan seseorang yang memahami saya sepenuhnya."
"Bisa ceritakan bagaimana Anda bertemu dengan... suami Anda?"
Alya nyaris tersedak air liurnya sendiri.
"Suami?!"
Dia cepat-cepat mengecilkan volume, takut tetangga kostnya terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul 02.17, tapi Alya tahu dia tidak akan bisa tidur setelah ini.
Faris menjawab dengan tawa kecil yang terdengar... canggung? "Kami bertemu di sebuah proyek kolaborasi. Dia bekerja di industri kreatif. Sangat berbeda dengan dunia saya yang penuh angka dan kode."
Alya merasa seperti disiram air es. Delapan tahun berlalu sejak perpisahan terakhir mereka. Delapan tahun dia mencoba move on. Delapan tahun mencoba membangun kehidupan tanpa bayangan Faris. Dan sekarang, lelaki itu tiba-tiba muncul kembali dengan pengakuan yang membuatnya meragukan seluruh masa lalu mereka.
Tujuh belas kali putus balikan, jika dihitung, total waktu pacaran mereka hampir tiga tahun. Bagaimana mungkin selama itu Faris tidak pernah menyinggung orientasi seksualnya?
"Tahu gak, aku selalu curiga," tulis Nadia di grup. "Inget pas prom night? Dia lebih sibuk ngobrol matematika sama Bimo daripada dansa sama Alya."
Alya mendengus. "Kamu aja yang iri karena Bimo gak ngajak kamu dansa," balasnya.
"HAHAHA IYA DONG. Makanya rela-relain buka salon pagi-pagi buat dandanin kamu buat reuni nanti. Biar si Faris nyesel udah ninggalin kamu buat cowok!"
Alya terdiam menatap pesan itu. Reuni. Dia hampir lupa. Seminggu lagi adalah reuni akbar angkatan mereka, perayaan sepuluh tahun kelulusan SMA. Awalnya Alya ragu untuk datang, tapi Luna sudah terlanjur membeli tiket untuknya dengan alasan "wajib hadir atau kena somasi."
Wulan memang sudah menularkan kebiasaan mengancam somasi ke teman-temannya.
Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi dari Luna.
"Sayang, udah liat foto suaminya Faris? Nih."
Luna mengirimkan tangkapan layar dari I*******m. Faris berdiri di sebuah kafe bersama seorang lelaki tampan yang lebih muda. Mereka tidak bergandengan atau melakukan hal romantis apapun, tapi caption di bawahnya cukup jelas: "Coffee morning with the better half."
Separuh jiwa yang lebih baik.
Alya merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Bukan cemburu. Bukan marah. Entah apa. Mungkin shock. Atau mungkin... lega? Selama ini dia selalu berpikir ada yang salah dengan dirinya hingga hubungan mereka tidak pernah bertahan lama.
"Dia ganteng ya," balas Alya, berusaha terdengar santai.
"Ganteng sih, tapi lebih ganteng Faris."
Alya tersenyum kecil. Luna memang selalu bisa membaca perasaannya.
"Btw, kalau kamu penasaran, namanya Dika. Model dan aktor teater. Umurnya 25 tahun. Mereka ketemu sekitar 6 bulan lalu."
Alya menggelengkan kepala. Kemampuan investigasi Luna kadang mengerikan.
"Gimana kamu bisa tahu semua itu?"
"Hello? Detektif, ingat? Lagian ini semua ada di internet kok. Faris kan sekarang orang terkenal. Direktur utama perusahaan teknologi finansial syariah yang sedang naik daun."
Alya membuka I*******m dan mencari akun Faris. Terakhir kali dia mengintai akun itu sekitar dua tahun lalu, saat iseng mencari tahu kabar mantan-mantannya. Waktu itu, Faris hanya mengunggah foto-foto proyek dan pemandangan, tanpa tanda-tanda kehidupan percintaan.
Kini, lima unggahan teratas dipenuhi foto bersama lelaki yang sama. Dika. Kebanyakan di lokasi publik, kadang dengan rekan kerja, tak ada yang terlalu intim. Tapi jelas mereka dekat.
"Lu, menurut kamu mereka beneran... pasangan?" Alya mengetik dengan ragu.
"Belum bisa konfirmasi 100%, tapi semua tanda mengarah ke sana. Kenapa? Masih ada rasa?"
Alya mendengus. "Gak lah. Cuma... kaget aja."
"Oh ayolah. Kamu masih simpan semua suratnya kan? Bahkan yang pertama kamu laminating."
Wajah Alya memanas. "Kok kamu bisa tahu?!"
"Alya sayang, kita udah temenan berapa tahun? Waktu kamu pindah kost dua tahun lalu, aku bantuin beres-beres, ingat? Aku lihat kotak merah di bawah tempat tidur."
Alya menutup wajahnya dengan bantal dan mengerang pelan. Malu rasanya ketahuan masih menyimpan barang-barang dari mantan. Tapi surat-surat itu terlalu berharga untuk dibuang. Faris mungkin payah dalam mengekspresikan perasaan secara verbal, tapi tulisan tangannya selalu puitis dan dalam.
Ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan di grup.
Indah: "PENTING! Baru ketemu artikel psikologi tentang pasangan yang putus nyambung berkali-kali. Ada yang disebut trauma bonding! Alya, jangan-jangan kamu dulu kecanduan sama siklusnya, bukan sama Farisnya!"
Wulan: "Astaga Indah, bisa gak sih gak diagnosa orang sembarangan? Mau aku somasi?"
Indah: "Eh ini serius! Alya, kamu harus hadapi Faris di reuni untuk closure yang sesungguhnya!"
Luna: "SETUJU! Tim glow up Alya siap beraksi! Nadia, salon kamu buka jam berapa besok? Wulan, bikinin surat intimidasi palsu buat mantan-mantan Alya yang lain biar gak ganggu misi kita!"
Alya tertawa kecil membaca interaksi teman-temannya. Mereka memang gila, tapi mereka selalu ada untuknya.
"Guys, udah malem. Besok aja kita bahas, oke?" Alya mengetik, berharap bisa mengalihkan topik.
"BESOK KITA KUMPUL DI SALON NADIA JAM 10!" balas Luna dengan huruf kapital. "WAJIB HADIR ATAU KENA SOMASI!"
"Aku ada kelas mengajar sampai jam 12," balas Alya.
"Gak ada alasan! Ini misi penting! Kamu harus tampil maksimal di reuni nanti!" Luna menambahkan stiker wanita yang sedang menunjuk-nunjuk dengan galak.
Alya menghela napas. Dia tahu percuma berdebat dengan Luna jika temannya itu sudah punya misi.
"Baiklah. Tapi aku tidak mau macam-macam dengan rambutku."
"Tenang, aku cuma mau kasih perawatan. Sekalian facial dan luluran. Gratis kok, anggap aja hadiah karena kamu udah tahan jadi guru TK dengan gaji segitu," balas Nadia.
Alya tersenyum. Temannya itu memang sudah sukses dengan salon kecantikannya. Jauh berbeda dengan Alya yang memilih menjadi guru TK dengan penghasilan pas-pasan. Tapi Alya tidak pernah menyesal. Dia mencintai pekerjaannya.
"Besok juga kita rundingkan strategi lengkap. Operasi 'Bikin Faris Menyesal' resmi dimulai!" tulis Luna.
Alya memutar mata, tapi tidak bisa menahan senyum. Teman-temannya memang berlebihan, tapi dia tahu mereka melakukan ini karena sayang padanya.
Namun saat hendak meletakkan ponselnya, satu notifikasi baru muncul. Bukan dari grup, melainkan notifikasi I*******m.
"farisaditya02 menyukai foto Anda."
Jantung Alya serasa berhenti berdetak. Foto yang disukai Faris adalah foto yang diunggahnya tiga tahun lalu, saat wisuda S2-nya. Itu berarti Faris baru saja melihat-lihat profilnya.
"Ngapain dia stalking aku malem-malem begini?" gumam Alya bingung.
Tangannya sedikit gemetar saat membuka profil Faris lagi. Status aktivitasnya menunjukkan "Aktif sekarang".
Tanpa pikir panjang, Alya mengetik komentar di foto terakhir Faris bersama "suami"-nya.
"Cute couple!"
Segera setelah menekan tombol kirim, Alya melempar ponselnya ke ujung tempat tidur, merutuki dirinya sendiri.
"Ya Allah, apa yang baru saja kulakukan?!"
Dia cepat-cepat mengambil ponselnya lagi, berniat menghapus komentar itu. Tapi terlambat. Notifikasi baru sudah muncul.
"farisaditya02 menyukai komentar Anda."
Dan yang lebih mengejutkan lagi:
"farisaditya02 membalas komentar Anda: 'Terima kasih, Alya. Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?'"
Alya merasakan wajahnya memanas. Setelah delapan tahun, ini pertama kalinya mereka berkomunikasi langsung. Dan mengapa harus tentang "suami"-nya?
Sebelum dia sempat memutuskan apakah akan membalas atau tidak, ponselnya bergetar lagi. Kali ini pesan pribadi di I*******m.
Dari Faris.
"Hai Alya. Maaf mengganggumu malam-malam begini. Aku dengar kamu akan datang ke reuni minggu depan. Aku juga akan datang. Dengan Dika. Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu."
Alya menatap pesan itu dengan mulut sedikit terbuka. Hal penting apa? Dan mengapa harus menunggu reuni? Kenapa tidak sekarang saja?
Dengan jantung berdebar, Alya mengetik balasan.
"Hai Faris. Iya, aku akan datang. Hal penting apa?"
Jawaban datang nyaris seketika.
"Lebih baik dibicarakan langsung. Terlalu rumit untuk dijelaskan lewat pesan."
Alya menggigit bibir. Kepalanya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apa Faris ingin meminta maaf? Atau justru ingin mengklarifikasi masa lalu mereka? Atau mungkin... tidak, tidak mungkin.
"Baiklah. Sampai jumpa di reuni kalau begitu."
"Sampai jumpa, Alya. Selamat malam."
Alya meletakkan ponselnya di meja samping tempat tidur dan berbaring menatap langit-langit. Tubuhnya di tempat tidur, tapi pikirannya melayang ke masa lalu, ke tujuh belas kali putus balikan yang penuh drama, ke surat-surat cinta yang masih tersimpan rapi dalam kotak merah di bawah tempat tidurnya.
Delapan tahun dia berusaha move on, dan hanya butuh satu malam untuk menghancurkan semua usahanya.
Tiba-tiba ponselnya bergetar lagi. Alya mengerang, mengira itu pesan dari Faris lagi. Tapi ternyata dari Luna.
"EMERGENCY! FARIS BARU SAJA KOMEN DI FOTO KAMU! Dan kamu komen di foto dia! Apa yang terjadi?! Telepon aku SEKARANG!"
Alya menutup wajahnya dengan bantal. Tentu saja Luna akan tahu. Dia bahkan mungkin sudah mengaktifkan notifikasi untuk semua aktivitas Faris dan Alya di media sosial.
Alya memutuskan untuk mengabaikan pesan Luna. Dia akan menghadapi interogasi besok. Sekarang, dia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya.
Namun, saat matanya mulai terasa berat, ponselnya bergetar sekali lagi. Dengan enggan, Alya mengintip notifikasi yang masuk.
Luna mengirimkan tangkapan layar dari T*****r. Sebuah cuitan viral dari akun gosip yang menampilkan komentar Alya di foto Faris dan balasan Faris. Captionnya berbunyi: "BREAKING: Faris Aditya, CEO gay, masih berhubungan dengan mantan pacar perempuannya! Segitiga cinta?"
"Ya Allah," Alya mengerang dan mematikan ponselnya sepenuhnya.
Dia tahu besok akan menjadi hari yang panjang. Seminggu menjelang reuni, dan hidupnya sudah berubah menjadi drama sabun yang tak pernah dia inginkan.
Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah perasaan yang tidak bisa dia sangkal. Sebuah perasaan yang membuatnya takut.
Rasa penasaran. Dan mungkin... mungkin... secercah harapan.
Rizky memegang erat kemudi mobilnya, jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang. Jalanan Jakarta yang macet di sore hari menjadi lawan yang menyebalkan dalam misinya menemukan Maya. Mobilnya bergerak maju sedikit demi sedikit, terlalu lambat untuk kegelisahan hatinya."Ya Allah, beri aku kesabaran," doanya dalam hati, mengusap wajahnya yang lelah.Notifikasi ponselnya berbunyi. Pesan dari Faiz, santrinya yang setia.Faiz: Ustadz, Kak Alya dan teman-temannya menemukan notebook Kak Maya. Katanya, Kak Maya sebenarnya ada di perpustakaan kota, bukan di atap sekolah.Perpustakaan kota? Rizky mengerutkan kening. Kenapa Maya menulis tempat yang salah dalam suratnya?Dan mendadak, seperti petir di siang bolong, pemahaman menghantamnya. Maya sedang mengujinya. Menguji apakah Rizky cukup mengenalnya untuk tahu di mana dia sebenarnya berada.Sebuah senyum kecil muncul di wajah Rizky. Tentu saja. Maya dan drama-dramanya. Maya dan kebu
Rizky memandang ke luar jendela hotel dengan gelisah. Jam dinding menunjukkan pukul empat sore, tapi sosok istrinya belum juga terlihat. Pesan-pesannya tidak dibalas. Teleponnya tidak diangkat. Maya seolah menghilang ditelan bumi."Maya, kamu di mana?" gumamnya cemas, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan tidak sabar.Rizky memutar kembali kejadian beberapa jam terakhir dalam benaknya. Setelah lamaran dramatis Faris yang diakhiri dengan jawaban "ya" dari Alya, suasana reuni berubah menjadi perayaan ganda. Semua orang bersukacita, memberi selamat kepada dua pasangan bahagia. Foto-foto diambil, kue dipotong, dan tarian-tarian spontan bermunculan di lantai dansa.Saat itu, Maya masih ada di sampingnya, tersenyum bahagia menyaksikan lamunan sahabatnya berjalan lancar. Mereka bahkan masih sempat berdansa sebagai suami istri baru di tengah lantai dansa, diiringi sorakan teman-teman. Lalu tiba-tiba Maya pamit ke toilet, dan sejak itu tidak kembali.Awalnya Rizky
Faris memarkir mobilnya di garasi rumah, mematikan mesin, dan duduk diam selama beberapa saat. Pikirannya berputar-putar seperti angin puting beliung, mencoba mencerna semua kejadian hari ini. Dari ayahnya yang masuk rumah sakit, perjodohan yang dibatalkan, hingga Alya yang kembali dalam hidupnya. Dan yang paling mengejutkan: Maya dan Rizky yang akan menikah besok.Terlalu banyak hal terjadi dalam waktu terlalu singkat."Fokus, Faris," ia berbisik pada diri sendiri. "Satu langkah satu langkah."Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan kotak kecil beludru biru yang baru diambilnya dari brankas bank sore tadi. Dengan hati-hati, ia membuka kotak itu. Cincin emas putih dengan berlian kecil sederhana namun elegan berkilau di bawah lampu garasi. Cincin pertunangan ibunya, yang telah dijanjikan untuk Alya.Faris menutup kotak itu dan memasukkannya kembali ke dalam saku. Besok. Besok adalah waktunya. Setelah bertahun-tahun menunggu, setelah tujuh belas kali putus
Rumah Sakit Medika Jaya terlihat lebih ramai sore itu. Alya melangkah masuk melalui pintu utama, satu tangan membawa rantang berisi rendang buatan ibunya, satu tangan lagi memegang buket bunga sederhana. Ia mengenakan gamis biru muda pilihan ibunya, dengan jilbab senada yang dihiasi bordir tipis."Cantik banget!" Luna bersiul begitu melihat Alya di lobi rumah sakit."Berlebihan," Alya memutar mata, tapi tersenyum juga."Serius, deh. Siapa yang mau menjenguk orang sakit berdandan secantik ini?" Luna menggoda."Ibuku yang memaksa," Alya mengaku. "Katanya harus membuat kesan baik pada calon mertua.""Wah, ibumu sudah bicara soal mertua? Cepat sekali!""Begitulah. Lebih excited daripada aku sendiri."Luna terkekeh. "Ibu-ibu memang begitu. Ngomong-ngomong, yang lain sudah di dalam.""Yang lain?" Alya mengangkat alis. "Siapa saja yang datang?""Nadia, Indah, dan Wulan sudah di kafetaria. Mereka tidak mau mengganggu momen kelua
Faris mengusap wajahnya yang lelah. Sudah hampir 24 jam ia tidak tidur, terjaga di samping ranjang ayahnya. Untunglah dokter memberikan kabar baik pagi ini. Serangan jantung yang dialami ayahnya tergolong ringan, dan dengan perawatan yang tepat, beliau bisa pulang dalam dua atau tiga hari."Kamu butuh istirahat, Nak," Bu Farah menyentuh lembut bahu putranya. "Ibu bisa jaga Ayah. Kamu pulang saja dulu, mandi, ganti baju, makan yang benar."Faris menggeleng pelan. "Aku masih ingin di sini, Bu.""Keras kepala seperti biasa," Bu Farah tersenyum kecil. "Sama seperti ayahmu."Mereka berdua menatap Pak Ahmad yang tertidur pulas berkat obat penenang. Alat monitor di sampingnya menunjukkan detak jantung yang stabil. Syukurlah."Jadi," Bu Farah memulai dengan nada yang terlalu ringan, "Alya ya?"Faris menghela napas. Sudah menduga pertanyaan ini akan datang. "Iya, Bu. Alya.""Ibu senang dia kembali dalam hidupmu.""Benarkah?" Faris menat
Alya membuka mata dengan sentakan cepat. Jantungnya berdegup kencang, detak nadinya terasa di telinga. Ia menatap langit-langit kamar kostnya yang sudah mengelupas di beberapa bagian, berusaha mengatur napas."Ya Allah, apa yang sudah kulakukan semalam?" bisiknya pada diri sendiri, satu tangan menutupi wajah.Kenangan semalam membanjiri pikirannya. Pertemuan dengan Faris. Pembicaraan jujur tentang hubungan mereka. Keberanian yang entah datang dari mana untuk mengungkapkan perasaan. Dan Faris... Faris meresponnya dengan..."Aaaaaaaa!" Alya berteriak ke bantalnya, antara malu dan tidak percaya. "Kenapa aku bisa bilang 'mau coba untuk yang ke-18'? Memangnya aku ini apa? Masokis cinta?"Ia meraih ponsel pintarnya dengan tangan gemetar. Tiga puluh tujuh notifikasi WhatsApp. Dua belas dari grup "Geng Muka Tembok," grup sahabat-sahabatnya. Sisanya dari obrolan pribadi. Belum lagi notifikasi Instagram dan aplikasi lainnya.Dengan keberanian setipis kertas,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments