"Lang, Han. Bangun! Udah sampe." Om Fauzan membangunkanku.Aku membuka mata, melihat mobil sudah berhenti di depan sebuah rumah. Kuhela napas. Akhirnya setelah beberapa kali terjebak macet, kami sampai juga di tempat tujuan.Kulirik Reyhan. Ia masih tertidur pulas di sampingku. "Han, bangun," ucapku sembari menggoyangkan tubuhnya. Kugoyangkan tubuhnya lebih keras. Ia pun akhirnya membuka mata."Udah sampe?" tanyanya sambil melirik ke luar."Udah.""Ayo, turun!" Om Fauzan membuka pintu, lalu turun dari mobil. Aku dan Reyhan pun ikut turun, meski kami masih sangat mengantuk - efek begadang.Saat kami berdiri di depan pagar,ada seorang pria berjalan mendekat. Umurnya tidak terlalu tua. Sepertinya tidak beda jauh dengan Om Fauzan. Ia mengembangkan senyum pada kami."Assalamualaikum, Mas Nasir." Om Fauzan mengucapkan salam."Walaikumsalam," sahut Pak Nasir. Kemudian bola matanya mengarah padaku. Seketika itu senyumannya memudar, berganti dengan tatapan tajam. "Pagi-pagi gini datang bawa ro
Aku menutup gordin, lalu mengambil kursi untuk menghalangi gordin itu bergerak. "Ngapain lu, Lang?" tegur Ega."Takut Zombienya pada lompat ke balkon," balasku."Mana bisa!""Bisa! Gua ngalamin soalnya si rumah Om gua.""Serius lu, Lang?" tanya Reyhan."Iya! Awalnya gua liat di jalanan, terus gak lama dia ngetok jendela. Padahal gua ada di lantai dua.""Hiy." Reyhan melompat ke atas kasur. Aku pun mengikutinya. Sementara Ega terlihat lebih santai dan masih kurang percaya."Makanannya baru sampe mana?" tanya Ega.Reyhan melihat ponselnya. "Bentar lagi nyampe kayanya.""Duh kalau dicegat Zombie gimana?" ucapku."Trobos aja!" sahut Ega. "Yang jadi pertanyaan itu, siapa yang mau ngambil ke bawah.""Lu aja, Ga. Kan gak bisa liat mereka," balasku."Kalau pas di depan tiba-tiba bisa liat gimana?""Pasrah kan pada Allah.""Gak gitu juga kali.""Santai, nanti ada pembantu gua yang ambil," ucap Reyhan."Nah gitu."Sekitar sepuluh menit kemudian, pesanan makanan pun datang. "Coba intip, Lang. Ad
"Gimana ini, Lang?" Ega sama paniknya denganku."Gua juga baru pertama liat orang kesurupan," sahutku, sambil mengawasi pergerakan Reyhan dengan mengarahkan flashlight ke tubuhnya."Sama, gua kira kaya yang di youtube. Aing maung gitu. Ini sih beda! Ramean pula!""Ini gara-gara ada yang gak suka kita ngirim doa ke para korban.""Siapa?""SAYA!" sahut Reyhan."Nah loh dia nyaut," balasku."Han, nyebut Han.""Nyebut apaa, Ga?" tanyaku."Apaan kek!"Tek!Dua lampu di depan lapangan menyala. Kini aku dapat menyaksikan beberapa orang sedang kesurupan. Ada pula warga yang memilih berlari ke rumah. Pak Ustad dan beberapa warga terlihat kewalahan untuk menyadarkan orang yang kesurupan."Pak tolong!" teriakku memanggil Pak Ustad. Ia sempat melihat sebentar, setelah itu kembali menyadarkan seorang wanita yang sedang menangis meraung-raung.Ku tatap Reyhan, kulitnya yang putih terlihat memerah. "Han." Kuraih tangannya. Ia malah menggenggam tanganku. Kemudian, mengembangan senyum yang begitu mena
"Jangan ngedeket!" Aku mencegah para korban kecelakaan itu mendekat."Lang," panggil Ibu. Tak berselang lama terlihat tangan ibu ke luar dari mobil yang sudah tak berbentuk. Ibu merangkak perlahan, mendekatiku.Tangisku pecah, tak tega melihat tubuhnya yang dipenuhi darah. Kepalanya pun terkulai lemas. Namun, ia tetap berusaha menggapaiku. Menggapai kakiku. "Tolong ibu, Lang."Aku menengadah, menatap langit. Tak sanggup melihat ibu. "Gilang harus gimana, Bu," ucapku, berusaha menahan air mata.HAAAAAA"Bawa ibu pergi dari sini, Lang."Terdengar suara menggema dari dalam hutan. Saking besarnya, suara itu sampai menggerakan pepohonan. Daun-daun kering pun berguguran.Terbang ke arahku."Tolong ibu, Lang. Ibu udah gak kuat."Aku menurunkan pandangan, menatap ibu. Meski wajahnya sangat sulit dikenali, tapi aku masih bisa melihat wajah aslinya dengan jelas. "Gilang bakal lakuin apapun buat bantu ibu," ucapku.DUG! DUG!Ada suara hentakan kaki dari arah hutan. Kemudian, angin berhembus kenc
Semua potongan Pizza sudah habis dimakan. Kini tinggal menunggu Reyhan bercerita. "Ayo, Han!" tagihku."Oke, bentar." Reyhan meneguk minuman soda, kemudian mulai bercerita. "Semuanya gara-gara si Haji Rofi itu bikin toko bangunan gak jauh dari tempat bokap gua. Itu ... bikin toko bangunan bokap jadi sepi.Banyak pelanggan-pelanggan bokap yang pindah juga. Ternyata, si Haji Rofi sengaja ngasih harga murah gitu.""Itu bukannya udah biasa dalam persaingan bisnis ya, Ha," balasku."Iya sih.""Terus tentang pesugihannya mana?" tanya Ega."Sabar dulu napa. Kan baru prolognya.""Langsung aja ke intinya, Han," pintaku."Nah, bokap gua juga ikut nurunin harga. Pelanggan lama sempet pada balik lagi, tapi usaha bokap gua jadi kacau.""Kacau gimana?""Banyak pekerja toko yang kecelakaan. Kecelakaannya kaya gak wajar gitu lah. Akhirnya, bokap konsultasi lah ke Kyai gitu, katanya emang dikerjain seseorang. Terduga pelakunya udah pasti si Haji Rofi," ucap Reyhan."Terus bokap lu gimana?" tanyaku."Y
Aku menoleh ke kanan, ada trotoar.Tanpa berpikir panjang, langsung menompat ke sana.BRUG!Motor menabrak bagian belakang truk. Sementara aku tersungkur dan meringis kesakitan karena membentur trotoar. Telepak tangan ini terasa perih. Ada luka lecet yang cukup lebar.Supir truk berjalan mendekat dan memarahiku. Aku pun hanya bisa meminta maaf, sambil menahan rasa sakit. Warga mulai berdatangan. Aku menjelaskan kalau rem motornya tiba-tiba blong. Namun, penjelasanku itu tidak diterima sang supir. Ia malah meminta ganti rugi. Kuambil dua lembar uang seratus ribuan. Ia protes karena uangnya kurang, tapi akhirnya diterima juga. Setelah itu, ia pergi bersama truknya. Sementara aku, masih duduk di trotoar.Beberapa orang remaja terlihat memindahkan motorku ke pinggir jalan. Sementara itu, seorang warga membantuku berdiri dan berjalan ke depan toko yang masih tutup. Aku menghela napas panjang saat melihat bagian depan motor yang rusak parah. Tak terbayang jika tadi tidak melompat."Motornya