"Aku melakukannya, semua hanya untuk bersamamu. Jika aku berkata yang sebenarnya, bisakah dia tetap tinggal disisiku?"
Odelia duduk gelisah ditempatnya. Keringat yang semula tak pernah ada, kini bercucuran tak hentinya membayangkan jika dirinya saat ini berada ditempat asing yang tak diketahui oleh siapapun, termasuk dirinya. Ditambah dengan sepasang mata yang memandanginya penuh selidik sembari menyandarkan tubuhnya pada sudut meja yang diyakininya sebagai meja kerja.
"Kau gugup?' Tanya Rea yang menyadari keadaan wanita itu. dari cara duduknya ia bisa menebak bahwa Odelia merasa tak nyaman dengan tatapannya.
Odelia terhenyak pelan sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya cepat. "Aku baik-baik saja."
Rea meng
“Aku mohon ijinkan aku tetap bersamamu. Sebesar apapun kesalahanku, aku akan membuat diriku kembali berguna untukmu. Tolong maafkanlah aku.”Jean disana, duduk gelisah menunggu istrinya yang sudah hampir satu jam belum juga menyelesaikan urusannya dengan Rea. Ia gelisah, khawatir Rea akan mengatakan hal yang tidak-tidak pada Odelia. Ia takut semua kemanisan ini akan berakhir, begitu cepat sebelum ia mampu menyadarinya.Lelaki bermata kelabu itu begitu menikmati kehidupannya. Belum pernah rasanya ia ketakutan akan sebuah kematian. Ada sesuatu yang menahannya untuk tetap tinggal. Ketika ia mulai bertanya, maka wajah Odelia-lah yang muncul dibenaknya. Ia begitu takut meninggalkan wanita itu,
"Adela."Suara parau Odelia mmecah keheningan diantara mereka yang tak berlangsung lama. Ia mematung ditempatnya saat melihat kehadiran wanita yang tak pernah disangkanya itu secara mendadak. Siapa yang mampu memprediksikan jika Adela datang kembali ke tempat ini setelah sekian lama. Terakhir, Odelia menerima tatapan mematikan dan ancaman kematian dari wanita yang merupakan kakaknya itu. Hingga kini Odelia masih tak mengerti alasan dibalik kebencian kakaknya itu. Hanya saja, Adela selalu mengumpatinya dengan sebutan anak haram.Dengan segera Odelia kembali mengembalikan kesadarannya. Ia menegakkan bahunya. Ia tak bisa lagi terlihat lemah didepan wanita itu. Odelia kini memiliki keberanian. Keyakinan bahwa Jean akan ada disisinya, tentu membuatnya tak ragu membalas semua perkataan kakaknya. Dia tak sendiri lagi. Odelia memiliki Jea
"Aku yang kotor, aku yang hina, aku yang hanya sampah. Biarkanlah aku menyimpan rasa ini. Biarkan aku tetap mencintaimu seperti dulu. Meskipun aku tahu bahwa memintamu untuk memaafkanmu adalah tindakan yang paling tak tahu malu.""Aku takut." Ucapnya parau. Jean tak berdusta.Sepasang mata kelabu milik pria itu berhasil membuat Odelia terperangah. Tak ada yang lebih kelam dari pada kedua mata milik lelaki itu. Odelia menatapnya lama lebih dari biasanya. Ia berusaha mencari titik kedustaan disana. Namun sungguh, hanya sebuah ketakutan yang ia sendiri tak tahu yang ada disana.Jean ketakutan. Seluruh tubuh pria itu bisa dirasakannya terguncang hebat. Ia tak tahu apa yang membuat pria itu begitu merasa ketakutan. Jean yang kini berada dihadapannya seperti bukanla
apakah beribu maaf dapat menghapusnya segala kesalahanku. Aku hanya tak ingin kau terluka, karena itu adalah satu hal yang tak bisa kucegah.""Mama!""Kau tak pantas berteriak seperti itu pada ibumu, Jeanattan." Riska memelototi anak sulungnya itu. siapa sangka Jean-nya yang dulu begitu penurut kini berubah menjadi sangat keterlaluan saat dirinya mengatakan bahwa Martha adalah calon istrinya. bukankah mereka sebelumnya adalah sepasang kekasih?Martha menceritakan semuanya. Wanita itu memberitahukannya semua fakta yang sama, seperti yang pernah ia dapatkan dari seorang detektif sewaannya. Keduanya memang sepasang kekasih bahkan sampai Jean menikahi wanita jalang itu. Riska hanya memiliki peran untuk mempersatukan mereka disini. peran sesungguhnya yang ia lakoni
"Bunga terakhir, kupersembahkan kepada yang terindah. Sebagai satu tanda cintaku untuknya..."Siang itu mungkin menjadi hari yang panas, penuh kepenantan dan kelelahan. Matahari yang terik membasahi bumi tanpa ampun. Tak membiarkan siapa pun lolos dari cengkramannya. Nampak beberapa orang yang berlalu lalang di jalanan sana tanpa pelindung, mengeluh kesah karena kekejaman sang cahaya.Namun tidak pada sosok yang saat ini masih senang berkeliaran disekitar area taman bermain. Dengan riang wanita itu berlari kesana kemari hingga membuat lelaki yang setia mengikutinya dari belakang berteriak kencang mengingatkannya. Wanita yang mengenakan dress kuning tanpa lengan itu tak hentinya bersorak gembira saat pertama kali menginjakkan kakinya ditempat ini. Tak peduli seberapa keras protes yang diarahkan Jean kepadanya.
Bilaku teruskan semua ini, hatiku akan makin menggilaimu. Perpisahan ini lebih baik adanya.TIGA BULAN KEMUDIANMatahari sudah mulai lelah mengeluarkan sinarnya. Terang pun tersembunyi dibalik kegelapan malam, seakan enggan untuk kembali bersinar. Siapapun mungkin memilih untuk pulang ke rumah mereka. Menikmati suasana hangat dirumah. Meski hal itu pun juga dilakukan oleh wanita yang tengah berbadan dua itu, namun wanita itu tahu bahwa di rumahnya takkan ada yang menyambutnya. Ia hanya akan kembali ke tempat dimana ia bisa menghabiskan malam dengan keheningan. Hanya itu yang bisa ia lakukan dimalam-malam tidurnya. Sendiri.Odelia saat itu baru saja pulang dari restoran tempat ia bekerja, berjalan dengan pelan ke arah sebuah gang sempit dan kumuh di pingg
Jangan sampai Tuhan mendengar sumpahmu. Kau akan sakit, karma Tuhan lebih menyakitkan dari pada kesakitan yang kau perbuat. Aku akan menanti itu. Lihat dan rasakan sakit yang sama, seperti yang pernah kurasakan.Di rumah megah, tepatnya di ruang makan terlihat dua orang yang sedang menikmati sarapan pagi mereka dengan hikmat. Hening dan tanpa suara, bahkan dentingan sendok dan garpu hampir tak terdengar disana. Pagi itu terlihat hening dan kosong dirumah itu, meski mereka memiliki selusin pekerja rumah tangga.Sosok lelaki dengan perawakan tua terus menyuapkan sendoknya tanpa mengalihkan tatapannya dari piring yang berisi makanan itu. Tanpa ia sadari atau tidak, ada satu sosok yang menatapnya menuntut akan dibalasnya tatapan itu. Namun nihil. Pria tua tadi hanya diam tanpa berniat untuk menjeda acara sara
Aku tak sanggup menahannya. Aku terdiam, bukan berarti aku baik-baik saja. Aku hanya bisa memandangmu dari sini, dari sudut yang tak mungkin kau temukan. Aku tersiksa, aku ingin memelukmu seperti dulu, aku ingin membawamu dalam pelukanku. Tapi, aku tahu itu adalah hal yang paling mustahil karena kau pasti telah membenciku."Aku sungguh merindukanmu, aku mencintaimu Lia."Odelia termenung dalam kesendiriannya. Suara sama yang khas itu masih sering terdengar dalam telinganya, sampai masuk ke dalam mimpi panjangnya. Odelia tak menapik bahwa setiap malam dirinya selalu mendamba pemilik suara itu nyata berada disampingnya. Ia begitu merindukan dekapan hangat yang selalu dirasakannya saat bersama pria itu.Apa mau dikata ....