Share

Bab 5 : Sisi Terapuh

"Mama! Ralin lagi nyetir lho!" Protesku karena sejak tadi dari parkiran toko sampai dekat rumah topik bahasan mama hanya Mas Nazril.

"Ya Mama juga lihat kalau lagi nyetir. Baik banget ya teman kamu itu."

"Hmm!"

"Seru ngobrol sama dia, untung tadi ada teman kamu kalau enggak pasti Mama milihnya sampai malam!" kata mama sambil tertawa geli, diam-diam aku juga bersyukur karena tadi mama dibantuin milih sama Mas Nazril. Kalau enggak, mungkin saat ini mama masih betah nangkring di sana.

Dan aku beneran takjub sama mamaku sendiri, sejak awal aku ikut kasih pertimbangan milih laptop enggak pernah diterima sampai aku bosen. Nah giliran Mas Nazril yang kasih masukan terus kasih dua pilihan mama langsung pilih salah satunya tanpa pikir panjang. Sudah begitu dapat diskon lagi, katanya Mas Nazril punya voucher enggak kepakai.

"Kapan-kapan kalau Nazril jemput Ilyas suruh mampir ya!"

"Ya Mama bilang saja ke Bu Asri atau siapa, Ralin kan enggak setiap saat di sana!"

"Ck! Ya kamu chat dia lah Sayang!! Masa enggak punya nomornya."

Aku masih berkonsentrasi memakirkan mobil di garasi rumah, mama lalu turun dengan menenteng laptop kesayangannya.

"Belum nge-save Ma! Nanti Ralin cari di grup!"

Aku membuka jilbabku dengan asal lalu menghempaskan diri ke sofa ruang tengah, mama membuka laptop barunya beserta aksesoris yang sekalian dibeli tadi sedangkan AC nya akan diantar besok sekalian dipasang. Aku baru ingat kalau belum menyimpan nomor Mas Nazril. Aku coba cari di WAG dokter lalu segera aku save.

Saat aku iseng melihat-lihat status, muncul status dari Mas Nazril dia memposting tingkah lucu Ilyas yang sedang menangis entah minta apa anak itu.

Eh? Berarti dia sudah simpan nomorku kan kalau statusnya sudah muncul?

"Kenapa senyum-senyum Lin?"

"Ah enggak Ma, lagi chat sama Gisel!" Memang ada pesan masuk dari Gisel tapi belum aku buka.

"Eh iya apa kabar tuh anak? Kapan pulang?"

"Bulan depan wisuda Ma, terus pulang kampung katanya!"

"Suruh cepat pulang Mama kangen, kalau enggak ada dia kamu jadi enggak pernah jalan kemana-mana. Mentok cuma sampai depan rumah."

Aku mendengus mendengar ucapan mama. Tapi bener juga sih, semenjak Gisel ambil S2 di Australia aku enggak pernah jalan-jalan lagi kalau libur. Gisel adalah satu-satunya sahabatku sejak kecil. Dulu kita tetanggaan sebelum aku dan mama pindah ke rumah ini. Dan aku nyaman sama dia. Gisel dan keluarganya selalu ada terutama di saat aku dan mama sedang terpuruk.

*****

Hari ini aku jaga pagi dan seperti biasa menjalankan tugas sesuai rutinitas. Visit ke setiap kamar pasien, melengkapi rekam medis dan biasanya kalau ada waktu senggang suka bantuin perawat melipat kassa.

"Dokter Nazril itu saudaranya Prof. Danu ya?" tanya Mbak Anggi ke dr. Reza.

"Bukan kayaknya Mbak! Setauku dulu muridnya atau apa begitu tapi keren loh dia Mbak. Yang aku dengar dari anak-anak OK, Prof. Danu seringnya minta Nazril yang jadi asisten operasi. Kata anak-anak kerjaannya memang keren banget!"

"Iya sih Dok, katanya juga Prof. Danu sendiri yang minta dr.Nazril untuk masuk sini."

Aku memilih menyimak obrolan yang sedang trending di sini.

"Enggak mau nambahin informasi Dok? Diem-diem bae?" tanya Mbak Anggi sambil menyenggol bahuku.

"Aku enggak kenal Mbak sama dia sebelumya, info yang aku punya ya cuma dia temanan lama sama Mas Edo!"

Mbak Anggi dan Reza kompak menertawakanku. Biarlah membuat orang bahagia itu ada pahalanya kata mama.

Siangnya aku dan Mbak Anggi memilih mengisi perut dengan semangkok soto di kantin, kita juga sudah gabung dengan UGD Squad, ada Putri, Teguh dan juga Mas Edo.

Mas Nazril 

Sudah makan siang?

Ada angin apa tiba-tiba orang ini mengirimiku pesan?

Me

Ini bareng teman-teman di kantin.

Mas Nazril

Oh ya sudah lain kali, saya mau ajak ke CBA.

Me

On duty MasEnggak bisa keluar kan!

Mas Nazril

Ya maksudnya pulang kerja Raliiiiiiiin!!

Reflek aku tertawa membayangkan wajahnya, sekarang aku paham kalau dia sedang greget pasti panggil namanya panjaaang banget.

"Orang kalau lihat hp terus tertawa sendiri itu tandanya kalau enggak dapat undian berarti jatuh cinta!" ujar Mas Edo.

Aku memincingkan mata "Teori dari mana Mas??" 

"Dari Nazril!" jawabnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Aku hanya mengangkat bahu, mencoba enggak terpengaruh dengan godaan Mas Edo.

Tapi ya namanya Mas Edo enggak akan puas kalau belum bikin orang malu. Beruntung hpku bunyi dan aku meminta izin menyingkir. Tapi saat menyadari siapa yang telpon, aku malah memilih jadi bahan ledekan Mas Edo saja.

"Halo Pa!"

"Kalau kamu libur ke rumah! Papa mau bicara!"

Aku menghela nafas. "Ralin masih lama liburnya! Ralin juga lagi sibuk pa!"

"Mau Sampai kapan kamu terus membangkang? Contoh kakak kamu itu, selalu nurut apa kata papa!!"

Aku menjauhkan hpku dari telinga karena mendengar nada papa mulai meninggi sambil menggigit bibirku menahan cairan bening yang sebentar lagi akan meleleh.

"Papa Tunggu!" Hanya itu yang aku dengar sebelum panggilannya terputus.

Aku meremas baju depanku mencoba menahan rasa nyeri yang baru saja menghujam hatiku.

"Lin.. Are You okay?

Aku meneggakkan tubuh lalu secepat mungkin menghapus air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipiku. Saat ini aku berdiri di pojok luar ruang sterilisasi yang cukup sepi.

"I'm okay Mas!" Jawabku sambil berusaha tersenyum pada Mas Nazril yang berjalan mendekatiku.

"Yakin?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk lagi untuk meyakinkannya. Mas Nazril masih diam menungguku.

"Menangislah!"

Hanya dengan satu kata darinya tiba-tiba semua jenis emosi yang ada di hatiku membuncah, sedih, marah, kesepian, rendah diri, tersisih, haru dan semuanya. Lututku lemas sehingga membuatku jongkok, aku menyembunyikan wajahku di antara kedua lututku. Aku menangis hebat, entak kenapa aku merasa terharu dengan perbuatan sepele Mas Nazril. Perbuatan yang selama ini tidak aku dapatkan dari oranglain selain mama dan Gisel.

Aku siap jika Mas Nazril mau menjauhiku seperti teman-temanku selama ini setelah tahu sisi rapuhku. Aku sudah hafal rasanya ditinggalkan oleh orang-orang yang aku sayangi. Apalagi ini Mas Nazril yang aku kenal belum lama ini, aku tidak peduli terlihat lemah di depannya karena saat ini aku hanya ingin menangis agar dadaku tidak sesak lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status