Share

Bab 4 : Bertemu Mama

Aku memang biasa masak dan membawakan teman-temanku tapi entah kenapa belum pernah sesemangat ini menyiapkan makanan. Mungkin karena ada yang minta secara khusus, biasanya aku hanya asal bawa dan teman-teman dengan antusias menikmatinya.

Kali ini aku masak nasi bakar, ikan bakar kecap, sambal kemangi dan tentunya satu kotak salad yang aku buatkan khusus untuk Mas Nazril. Ya bukannya ada apa-apa, selama ini tidak ada yang pernah request secara khusus jadi aku seperti dapat kehormatan sendiri begitu.

"Lin, besok turun jaga kan?"

"Iya Mam, kenapa?" jawabku sambil menata makanan yang sudah selesai aku masak.

"Temanin Mama ya, mau beli AC sama laptop. Tadi Mbak Asri kasih tau AC sama laptop di daycare rusak!"

"Oke Mama, siap!"

Aku selesai menyiapkan makanan lalu memilih berbaring di sebelah mama yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Mandi sana Lin, hampir maghrib ini!"

Aku mencium pipi mama lalu bergegas naik ke kamar. Berendam sebentar untuk merilekskan otot. Selesai mandi aku jamaah sholat dengan Mama dan para penghuni rumah ini yang tak lain adalah Bik Lasmi dan suaminya.

Selesai sholat aku naik ke kamar lagi, aku punya satu ritual rahasia sebelum berangkat kerja malam ini. Namanya rahasia ya rahasia nanti suatu saat aku ceritakan.

******

Malam ini lumayan sepi, mungkin karena sedang hujan di luar. Setelah selesai visite malam ke semua kamar rawat bersama perawat, aku melipir sebentar ke kantin untuk memberikan salad pada yang pesan.

"Enak Lin!"

"Biasa saja Mas, itu kan cuma tinggal nyampur saja bahannya!"

"Ya kalau nyampurnya enggak jago jadinya enggak enak, bisa asem rasanya. Tapi ini beneran enak!"

Laki-laki ini wajahnya walaupun agak tengil tapi teduh kalau dilihat, terlihat tampan saat sedang makan seperti ini. Baiklah kapan dia tidak terlihat tampan?

"Kamu kenapa enggak buka bisnis kuliner saja sih Lin?"

"Selamat, Anda adalah orang ke 1502 yang nanya begitu Mas!"

"Haha, ya enggak kaget sih! Alasannya apa Lin?"

“Alasan apa Mas?”

“Itu, kenapa enggak buka bisnis kuliner?”

"Belum pengen Mas, enggak bisa fokus dua hal!" Itu hanya alasanku saja.

Laki-laki di depanku ini hanya mengangguk sambil meneruskan makan saladnya. Satu hal yang membuatku respect, dia tidak mencecarku dengan pertanyaan lanjutan seperti pria-pria yang selama ini mama kenalkan.

"Memang kita enggak bisa sih kepedean usaha kita akan maju sekali jalan tapi optimis juga perlu kali Lin! Apalagi kamu punya passion di sini!"

Aku menatapnya dan dia masih sibuk menghabiskan salad sambil menyingkirkan potongan buah naga yang aku campurkan. Selama ini enggak ada orang yang berkomentar seperti itu. Yang ada waktu aku jawab belum pengen buka usaha, kebanyakan dari mereka bilang

'wah iya ngapain susah-susah ya Dok! Secara dokter aliran dananya dari mana-mana.'

'anak pemilik yayasan terkenal dan apotek cabang mana-mana enggak butuh uang lagi lah!'

Dan itulah salah satunya alasan kenapa sampai saat ini aku enggak bisa dekat dengan orang. Dekat dalam artian sahabat akrab, biasanya kan kita punya sahabat satu grup yang bisa berbagi ketika susah ataupun senang. Sampai saat ini aku hanya nyaman berbagi cerita sama mama.

"Yakin saja, bismillah. Saya tau uang kamu sampai bingung mau taruh mana, tapi ya setidaknya bisa bermanfaat buat orang lain, bisa buka lapangan kerja bagi orang lain misalnya."

"Jangan berlebihan deh Mas!" jawabku sambil mengibaskan tangan ke udara.

Aku enggak tau sih mau komentar apa, dia orang pertama yang buat aku bisa punya sudut pandang lain.

"Tahu restoran CBA?" tanyanya.

"Yang khas makanan rumahan itu?" 

Dia mengangguk.

"Tau sih Mas, salah satu restoran terkenal, mama beberapa kali ngadain acara kantor di sana."

"Nah itu yang punya sama sekali enggak bisa masak, bisanya cuma makan doang!"

"Masa sih? Kok tau?"

"Ya ada pokoknya, nanti kapan-kapan saya kenalin biar kamu ada gambaran Lin. Dia saja yang cuma doyan makan bisa loh, apalagi kamu yang jago masak!"

Aku tertawa mendenganya.

"Malah ketawa!!"

"Ya iya lucu Mas, bagaimana bisa Mas Nazril bilang saya jago masak? Sedangkan baru pertama kali makan salad dari saya?"

"Banyak review dari anak-anak Raliiiiin!!"

Lagi-lagi aku tertawa melihat tingkahnya. Pantas saja Putri semangat banget kalau bahas Nazril. Bahkan dia sudah jadi trending topic di sini, kata Putri sudah ada fansclubnya.

Ya Tuhan, luang banget waktu mereka!

"Enggak suka buah naga Mas?" tanyaku karena melihat sejak tadi dia sibuk meminggirkan buah naga.

"Iya, enggak suka!"

"Kenapa? Seger kan? Selain vitaminnya, warnanya juga cantik!"

"Ya masa buaya makan naga!!"

Astagaa, perutku sudah sakit banget daritadi ketawa terus. Bener sih kata Putri, ngobrol sama Mas Nazril itu mood booster banget, pantas dia sampai lupa sama polisi gebetannya.

*****

Aku memijit pelan kakiku yang rasanya sudah tidak karuan. Kalau ada yang bilang stamina anak muda itu jauh lebih prima dari orang tua, aku rasa kurang tepat. Buktinya saat ini aku sudah menyerah tapi mama masih betah saja muter-muter cari laptop, untung saja AC nya pilih sekali langsung oke.

Sore ini setelah puas tidur aku mengantar mama ke sebuah toko elektronik yang cukup besar di kota ini. Bangunan ini ada tiga lantai, lantai pertama ada konter pulsa dan service elektronik juga ada arena bermain anak, di lantai dua ada alat-alat elektronik rumah tangga, dan paling atas ada hp dan laptop beserta aksesorisnya. Kayaknya belum lama sih toko ini jadi besar gini, waktu aku kuliah suka service laptop di sini, walaupun ramai tapi belum sebesar ini. Mama emang paling suka belanja di sini, katanya pegawainya baik-baik.

"Ma, mau cari laptop yang kaya bagaimana sih?"

"Bentar deh Lin, mama tuh cuma bisa pakainya tapi enggak tau masalah dalam-dalamnya. Ini masnya lagi jelasin ke Mama, sudah kamu tunggu sana. Atau beli es krim dulu tuh sana!"

"Mama kira Ralin anak kecil?"

"Ya sudah kalau sudah gede diam-diam saja!" Jawab mama sambil mengedipkan sebelah matanya.

Aku kembali duduk dan memilih mengeluarkan hp bermain game.

"Ralin bukan sih?"

Aku mengangkat kepala dan sedikit terkejut pasalnya enggak nyangka ketemu Mas Nazril di sini.

"Kayaknya iya sih Mas!" Jawabku dan kami tertawa bersama.

"Cari apa?"

Aku menunjuk mama yang masih sibuk bertanya ini dan itu pada pelayan toko. "Ma! Kenalin ini teman Ralin yang baru di rumah sakit. Keponakannya juga ada yang sekolah di Nurul Iman Ma!"

Mama terlihat senang sekali. Waktu itu aku sempat bertanya pada  Mas Nazril tentang Ilyas dan ternyata Ilyas adalah anak dari adiknya.

Mas Nazril menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum manis begitu juga dengan mama lalu saling menyebutkan nama.

"Tante cari laptop?"

"Iya ini, tapi bingung mau yang mana!"

"Saya boleh tahu Tante gunain laptopnya dikegiatan apa saja?"

Lalu mama dengan sangat antusias menceritakan tujuannya membeli laptop. Dengan sabar dan telaten Mas Nazril memberikan masukan untuk mama, dan terlihat jelas sekali mama menikmati obrolan itu dari caranya senyum. Well, kayaknya memang enggak ngebosenin kalau ngobrol sama orang ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status