Share

6. Fire in Hawai (18+)

Gila!

Sinting!

Dan entah kata apa lagi yang mampu menafsirkan dengan padat dan jelas apa yang tengah dirasakan dua insan disana, kewarasan sudah diambang batas, logika yang dielu-elukan tak lagi menjadi tolak ukur perbuatan. Semuanya berantakan, bersama dengan decap basah yang terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan.

Maria benar-benar membawa Edgar ke dalam ruang tidur tempatnya menginap.

Akal Maria memang sudah hilang, karena pikir saja, gadis mana yang mampu bercumbu dengan laki-laki lain sementara kemarin ia meratapi cinta yang baru saja patah? Dan lihat bagaimana berhasratnya Maria meremas surai coklat milik lelaki yang tengah menciumnya.

Edgar begitu keras dan dominan.

Edgar melerai tautan yang terjalin antara bibirnya dengan milik Maria, mencaritahu sebagaimana ekspresi wajah cantik Maria dibuatnya, karena dibandingkan apapun Edgar mengakui dengan sangat kalau tidak ada wajah yang lebih cantik dari wajah Maria.

Matanya yang sayu menyorot mendamba, bibirnya terbuka ingin dijamah, percikan mawar hadir dipuncak pipinya yang putih.

“Lo emang jadi diem kalo lagi sange?” celetuk Maria tiba-tiba, gadis ayu yang kini bermain dengan kancing baju Edgar itu berkata dengan nada menggoda.

Tanpa menjawab Edgar mencium kembali mulut yang tak punya sopan santun itu, menghukumnya dengan sebuah gigitan kecil yang memabukan.

Tak cukup. Edgar melanjutkan kecupan pada sisi wajah Maria, mengulum cuping telinga sang gadis yang berhasil membuat desah itu terdengar lagi, melanjutkan jelajah pada leher dan turun kembali pada tulang selangka. Menghantarkan segenap remang.

Apalagi ketika Edgar merebahkan tubuh Maria keatas ranjang.

Tidak mungkin tidak tau, mereka sudah sejauh ini tidak mungkin hanya sekedar make out saja, Maria juga sudah kepalang basah, satu bagian dirinya tak berhenti berkedut ingin dijamah.

“Balik kapan?” bisik Edgar degan suara yang serak dan seksi, ketika matanya menangkap pemandangan koper Maria disana. Tangan laki-laki itu menurunkan tali gaun yang dikenakan Maria sementara mulutnya masih sibuk mengecup mesra.

Maria mendongak, matanya terpejam, merasakan betapa darahnya berdesir ketika kecupan itu telah sampai pada puncak dadanya.

“B-besok,” balas Maria amat lirih.

Edgar tidak menghentikan kegiatannya sedetik pun. Pria itu masih bergerilya diatas tubuh Maria, turun dan lebih turun lagi. “Lo mabuk, princess?”

No! Emmh.” teriak Maria tertahan ketika merasakan hela napas Edgar dibawah sana.

Nyatanya Maria memang tidak mabuk sama sekali kendati kewarasannya sudah mulai menipis.

Lebih-lebih ketika tangan berotot milik Edgar perlahan merayap dari ujung kaki, betis, hingga pahanya. Memberi afeksi yang membuat debar jantung menggila.

“Mau gue gambar mawar disini?” tanya Edgar dengan suara yang masih sama serak, mata tajam milik lelaki itu menusuk amat dalam. Mengecup paha dalam Maria. Area dimana Maria berniat membuat tattoo Mawar sebelumnya.

Maria menunduk, melihat apa yang dilakukan Edgar disana, dan gadis itu tidak bisa tak membuka mulut ketika Edgar menyentuh dirinya yang paling berharga.

“Nggak disini aja?” ujar Edgar serak sembari menyentuh Maria yang sensitive, menekannya, membuat sang gadis memekik, kakinya otomatis merapat. Merasakan pilu menjalar pada tiap titik sendi ditubuh.

Edgar membuka kaki Maria lagi, merangkak dan menekan lututnya diantara paha sang gadis, menjadi saksi betapa kedutan disana terasa amat nyata. Ingin cepat-cepat dituntaskan.

Edgar menatap tubuh telanjang Maria dengan penuh pemujaan, teramat sangat cantik, putih yang dibumbui percikan merah muda. Satu tangan Edgar mengelus pinggang ramping Maria, sementara tangan lainnya menumpu berat badannya sendiri.

Memangut kembali bibir bernikotin milik sang gadis, mengecap penuh penghayatan.

What do you like?” tanya Edgar.

Maria membuka mata, tipis, bulu matanya yang lentik menjadi saksi betapa gadis itu merasa kelopak matanya memberat. Sulit untuk tetap terbuka. Menatap dua manik Edgar yang menghitam ditutupi gairah.

“Just show me everything,” lirih Maria sembari mengalungkan tangan dileher Edgar, gadis itu membuka kaki lebih lebar layaknya jalang yang membutuhkan belaian.

Dan Edgar tentu tidak akan menyianyiakan kesempatan indah itu, sebagaimana gerbang itu terbuka untuknya, ia tidak menunda untuk menurunkan celana menggunakan satu tangan. Menekuk kaki Maria lebih tinggi sebelum memposisikan diri.

Maria bisa merasakan dirinya bertemu dengan bukti keras milik Edgar.

Mata gadis itu seketika membola saat tiba-tiba mengingat sesuatu.

“Kondom, kon—hhh.”

Terlambat.

Sudah terbenam.

Membuat sesak menjalar, menghantarkan pilu yang amat sangat.

Maria meremat pundak telanjang Edgar, gadis itu menggigit bibirnya sendiri, merasakan desakan yang perlahan datang, berubah tempo, dan menghadirkan rintihan pilu dari dua belah bibir Maria.

Edgar pun memejam ketika merasakan betapa hangatnya Maria, menelan tanpa sisa, meremat erat bersama dengan rintihan tertahan.

Please me,” ujar Edgar serak, napas panas pria itu mengenai kulit leher Maria, mengendurkan diri saat merasa Maria mencengram lebih erat. Bergerak amat pelan, mengeluarkan miliknya sebelum ia membuat gerakan naik turun dipermukaan luar milik Maria, kemudian memasukannya lagi, mengulang itu berkali-kali.

Maria memekik frustasi. “Ed!”

Nyilu itu ia rasa hingga ujung kepala. Maria mengakui kalau Edgar benar-benar mampu memanjakan wanita tanpa memikirkan kepuasaannya sendiri, membuat Maria membuka kaki lebih lebar, melempar dirinya kesamping dengan punggung melengkung tak tahan.

“Hm?”

Edgar menikmati itu.

Semuanya yang ada pada gadis dibawahnya.

Please…” rintih Maria saat siksaan itu tak lagi bisa ditahannya.

Sadar atau tidak. Namun satu garis senyum hadir di bibir Edgar.

My pleasure, princess,” geram Edgar sebelum melanjutkan apa yang sudah seharusnya ia lakukan.

Menekan dalam-dalam, menghantarkan pelepasan Maria untuk ke dua kalinya, hingga akhirnya tiba giliran puncak laki-laki itu tiba.

Shit!” umpat Maria saat merasakan sesuatu mengalir dari belah pahanya. Edgar mengeluarkannya didalam.

Tak menghiraukan umpatan gadis itu Edgar merubah posisi mereka, membuat Maria diatasnya, melanjutkan semua kegiatan itu hingga malam panas yang panjang berubah menjadi pagi dengan sinar fajar terang.

Edgar menggeliat, mengusap dua matanya yang kesilauan. Sebelum memiringkan tubuh, meraba sisi ranjang di sebelahnya yang dingin dan kosong.

Dua mata Edgar tak menunda untuk terbuka. Tidak menemukan siapapun disana. Pria itu langsung terduduk, sadar kalau koper Maria yang semula ada di samping dinding sana sudah tak ada ditempatnya.

Sadar kalau ia telah ditinggalkan.

Edgar mengacak rambutnya kasar. Apa Edgar melakukan hal yang kurang Maria suka hingga gadis itu meninggalkannya tanpa mengatakan apapun? Apa kurang memuaskan? Kenapa pagi ini Edgar malah merasa merana seperti perjaka yang baru hilang pertama?

Nyatanya sebelum ini tidak ada gadis yang berhasil membuat Edgar merasa demikian. Maria berbeda. Edgar bahkan hilang control karenanya, menjadi gila dengan bercinta semalaman, mendesah hingga bibir mereka lebam.

Dan dengan itu. Edgar sadar sesuatu. Ia benar-benar menaruh minat pada gadis ayu dengan suarai kekuningan itu.

Maria Foster berhasil membuat Edgar Bagaskara menjadi setengah gila.

Edgar bersumpah, saat Edgar pulang nanti Maria akan jadi miliknya.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status