Wajah-wajah puas terlihat di antara pasukan Moon Kingdom karena berhasil merebut Ghorbo.
Mereka mengulas senyum bahagia, meski ada beberapa yang menangis haru dan sebagian menangis sedih karena kehilangan rekan seperjuangan, akan tetapi semua seakan sudah terbalas dengan kemenangan yang mereka dapat. Silvia tersenyum dan menatap Aaron yang tampak biasa saja.
"Hey berbahagialah. Kita memenangkan pertarungan ini," katanya pada Aaron yang terlihat menekuk wajah. Pangeran itu memperbaiki posisi Silvia yang tadi setengah duduk menjadi menyandar padanya. Gadis itu hendak protes.
"Kali ini jangan membantah. Kau masih sangat lemah," katanya dan melemparkan tatapan penuh perintah pada pasukannya sebelum mengatakan, "Ayo kita kembali! Dan bawa mereka yang terluka, serta kumpulkan pedang yang masih tersisa!" Suara Aaron terdengar lantang agar bisa didengar semua ksatrianya.
"Siap!" jawab mereka bersamaan dan langsung mengerjakan perintah Aaron.
Pasuk
Sepasang mata indah membuka perlahan, bola matanya begerak menyapu langit-langit tenda berwarna kuning kusam di atasnya. Bibir merah cherry miliknya meringis, bergumam tak jelas. Ia merasa sakit di bahu kiri, serta beberapa bagian tubuh lainnya. Dengan gerakan lambat ia berusaha bangkit dari tempatnya. Gadis itu—Vivian— melihat cemas ke pintu masuk tenda—berharap seseorang ada di luar sana. Dia sangat ingin keluar, tapi entah apa yang membuatnya tak mampu menggerakkan seluruh tubuh.“Kau sudah bangun?” Aaron menyingkap pintu tenda yang ditutupi kain putih polos nan panjang. Matanya menangkap tubuh Vivian yang setengah duduk di atas tempatnya berbaring.Gadis itu hanya mengangguk lalu kembali menatap ke bawah. Aaron mendekat perlahan, tapi tidak membantunya bangkit. Pria itu berjongkok di hadapannya.“Bagaimana dengan lukamu?” tanyanya, melihat bahu kiri Vivian yang ditutupi gaunnya.“Luka?” Vi
Pasukan Moon Kingdom meninggalkan perkemahan di sore harinya. Barisan pasukan itu begitu rapi. Tampak Aaron yang memimpin rombongan. Ia menunggangi kuda hitam miliknya dengan pandangan menatap lurus ke depan, sedangkan Vivian duduk manis di depannya. Gadis itu tadinya protes saat Aaron mengatakan mereka akan menaiki kuda yang sama, ia ingin setidaknya satu kuda dengan Jemy, tetapi pria itu tentu tidak bisa menjaga Vivian jika kondisinya masih sangat lemah seperti saat ini. Aaron lebih dapat dipercaya untuk menjaganya dalam keadaan mendesak, jika mereka mendapat serangan tiba-tiba.“Jaga tubuhmu tetap seimbang, Vivian. Perhatianku bukan hanya padamu, tetapi seluruh rombongan ini. Jika kau terus bergerak gelisah di tempatmu, maka yakinlah aku akan menyuruhmu menaiki kuda putih Silvia sendirian.” Aaron menatap Vivian tajam dengan nada mengancam.Vivian bergidik ngeri mendengar itu. ia tidak berani melirik Aaron dan memilih duduk tenang di atas kuda, sambil mem
Raja Fous tersenyum puas di tengah ruangan berisi ratusan ksatria, ia baru saja menyelesaikan pidato kemenangan yang berhasil merebut kembali Ghorbo dari tangan Kaum Gouwok. Suara sorak sorai memuja dirinya menggema di ruangan besar dengan bangku beton yang melingkar tujuh. Raja Dimitri juga tak kalah senang. Senyum yang jarang ia perlihatkan kini ikut menghiasi wajahnya yang kaku.“Ini adalah kemenangan besar kita. Mari berpesta untuk merayakannya! Besok malam akan ada pesta kemenangan dan kalian semua diundang!” Seru Raja Fous menjamu para ksatria. Jemy menatap kumpulan itu dengan sinis, ia tak habis pikir, bagaimana mungkin mereka bisa berpesta untuk merayakan seseuatu yang kecil, sedangkan bencana besar masih ada di depan mata. Aaron hanya duduk diam sedari tadi, ia tidak berminat dan langsung berdiri meninggalkan tempat itu.“Kau akan keluar?” tanya Jemy yang ikut menyusul.Aaron berhenti dan menatap Jemy sekilas.“Ya,&r
Pesta besar-besaran diadakan di Istana Moon Kingdom. Kelima raja aliansi itu berkumpul di meja bundar khusus. Gelak tawa dan riuh rendah suara ksatria yang ada dalam ruangan besar, dimana pesta itu diadakan kini menggema hingga ke seluruh ruang-ruang istana. Mereka menari dengan diiringi musik di tengah ruangan, tetapi tidak ada yang boleh bernyanyi karena nyanyian adalah larangan walau musik dan tarian masih diperbolehkan.Jemy sengaja menghindar dari sana dan memilih berkumpul bersama Aaron, Daren, Morio, dan Jackuen. Sedangkan Jrender terlihat tenggelam dengan minuman bon—sejenis minuman keras yang pahit, tinggi alkohol—di meja seberang.“Nikmatilah pesta ini, jangan terus menekuk wajahmu seperti itu, kita tidak akan tahu kapan memenangkan perang lagi dan membuat pesta seperti sekarang,” kata Teo yang menawarkan bon miliknya.Jemy menggeleng. “Tidak terima kasih. Sudah lama aku tidak minum.” Tolaknya halus
Tetes air terdengar menggema dalam lorong gelap dengan penerangan minim dari celah dinding yang pucat. Ada jerit serta tangis samar terdengar hingga ke dalam bilik jeruji penjara besi berisi tubuh putih yang terbaring tak sadarkan diri. Lantainya yang dingin terasa menyengat kulit, membuat kulit putih pucat itu menjadi memerah. Seorang pria siap berjaga di luar penjara. Ia waspada, menatap nyalang pada tubuh lemah yang ada di baliknya. Matanya terus awas, seolah tidak akan lepas, takut tubuh itu terbangun dan menyerangnya. Kabar keganasan Pearl Girl telah terdengar hingga ke seluruh dunia. Tidak ada yang tidak tahu berita kemenangan Moon Kingdom di Ghorbo.“Sam!” Seorang pria tinggi berisi mendatangi pria yang sedari tadi berjaga di depan penjara besi. Mendengar namanya dipanggil, ia berbalik dan mengangguk, memberi respon.“Tinggalkan saja gadis itu. Kita disuruh berkumpul oleh Tuan Muda,” ajaknya.“Bagaimana jika dia sium
Jemy memukul meja berkali-kali. Ia menatap Raja Dimitri dan yang lainnya. Wajahnya benar-benar menunjukkan emosi yang sejak tadi menguasai. Matanya berpindah dari satu wajah ke wajah lainnya. Ia tak puas dan merasa tertipu.“Ini jelas-jelas penghianatan! Apa kalian tidak bisa mencari dalang dari semua ini?” bentaknya pada jejeran prajurit yang duduk berbaris di ruangan besar itu.“Kami tahu Jemy. Tidak hanya kau yang merasa tertipu, tetapi aku juga. Sebagai seorang Raja yang menjadi pemimpin dari aliansi ini, akulah yang paling merasa dirugikan. Seperti ditusuk dari belakang oleh ksatria yang kupercaya,” kata Raja Dimitri dengan intonasi tenang. Mengurangi keributan serta kekalutan emosi yang telah memenuhi ruangan itu sejak mereka mengadakan pertemuan.“Ini sudah hari ketiga, tapi kita belum menemukan petunjuk keberadaan puteriku! Aku ingin kau menyeret orang-orang yang bersembunyi dari balik baju aliansimu untuk dipenggal
Vivian menatap pantulan dirinya di atas air sungai jernih yang mengalir tenang menyusuri lekukan di antara pepohonan di sisinya. Dia termenung, mematut diri dalam diam. Melihat pantulan wajahnya yang tampak mati, seputih kertas, seolah tak bernyawa. Tangannya gemetar, dia menekan kedua tangannya yang tak lagi terkendali. Tubuhnya begitu lelah, bajunya penuh akan noda darah. Bukan darah miliknya, namun darah mereka. Orang-orang yang telah membangunkan Silvia.Ia terlalu takut menghadapi apa pun. Batinnya tersiksa dan kepalanya berpikir tanpa jeda. Berulang kali merapalkan kata mati seperti kaset rusak. Sudah lelah ia menangis, tak ada satu bagian tubuhnya yang luput dari ketersiksaan. Suaranya telah habis, serak karena berteriak. Hanya rasa lelah yang tersisa, dan dia tak sanggup walau sekedar mengangkat tubuhnya."Istirahatlah, aku akan mencari sesuatu untuk kita berdua." Seorang pria menghampiri Vivian yang berlutut di tepi sungai."Aku tidak lapar, Sa
Aaron mengepak perlengkapan ke atas kuda hitamnya dan menaikkan Vivian setelah selesai berkemas. Ada kecanggungan saat Vivian duduk bersama Aaron dalam satu tunggangan, meskipun mereka sering berkuda bersama sebelumnya, namun kali ini berbeda. Percakapan yang mereka lakukan malam tadi membuka jalinan emosi keduanya.Aaron memilih menjaga Vivian dengan caranya sendiri dan memperlakukannya seperti pertama kali mereka bertemu. Dia tahu bahwa Vivian membuat pembatas dengannya. Aaron bisa membaca bahasa tubuh orang lain, itu kemampuan langka yang sangat mengganggu saat seperti ini.Pagi itu mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Moon Kingdom, membawa si Tuan Puteri dalam pengawalan. Aaron menuntun pasukannya, berada di barisan terdepan, menunjukkan bahwa dialah pemimpin di sana. Sekarang, jumlah mereka menjadi tiga puluh, bersama Vivian dan Sam. Sedangkan tiga orang dari pasukan Zambela ikut serta sebagai saksi di hadapan petinggi aliansi atas penghianatan