"Shit!" Aku mendesis ketika kopi panas menyengat luka di bibirku. Luka dari gadis latin sial semalam. Luka dari gadis yang muncul lalu pergi seenaknya.
Gadis tolol yang seharusnya tidak kulihat semalam. Gadis itu mungkin lesbian atau apa. Kalau normal, mana mungkin dia menolakku?
Aku tidak menyombong. Tanya saja pada semua perempuan yang ada di New York. Siapa yang tidak menginginkanku? Aku memiliki semua mimpi perempuan Amerika.
Kau lihat gedung termegah di New York? Rockwood Buildings. Sebuah gedung yang menggenggam perekonomian dunia. Kalau buku ekonomimu mengatakan perekonomian dunia berada di Wall Street atau White House, bisa kau bakar buku itu sekarang. Kalau bukan karena gedung ini, Rusia sudah sejak lama menjatuhkan nuklirnya di kota New York.
Bagi kalangan terbatas, sudah bukan rahasia lagi bahwa kebijakan ekonomi dunia ditentukan dari gedung-gedung New York. Undang-undang yang dititipkan untuk memperlancar bisnis kami sudah sangat banyak. Undang-undang itu seperti berlian dalam balai lelang. Siapa yang mau mengeluarkan uang banyak, dia akan mendapatkan jatahnya. Dengan sedikit pemanis, juru bicara pemerintah akan membuat rakyat percaya bahwa undang-undang yang dibuat adalah untuk kepentingan negara. Kami, konglomerat yang ada di balik meja hanya tersenyum menyaksikan negara yang perlahan-lahan menjadi milik kami dan rakyat menjadi pion-pion catur dan penghasil uang kami.
Kini, setelah Zeus Rockwood, akulah yang mengatur perekonomian itu. Kalau aku tidak suka dengan seorang tokoh politik dalam senat atau kementrian, tunggu saja, akam ada kasus atau kematian mendadak yang menimpanya. Yah, paling tidak sakit, lah.
Aku kejam?
Tidak, Sayang. Aku tidak kejam. Aku hanya melakukan yang seharusnya dilakukan, mengatur orang-orang yang ada dalam permainan agar aku bisa memenangkannya. Semua orang melakukannya.
Tidak ada yang ingin mati konyol seperti Napoleon Bonaparte. Dia sudah begitu gagah menganggap dirinya orang paling berkuasa di Eropa. Dia tidak sadsr kalau dia hanya pion catur kecil yang telah disiapkan oleh kekuatan yang lebih besar. Akhirnya, saat pemain catur itu bosan dan sadar kalau pion kecilnya memberontak, Napoleon dikeluarkan dari permainan. Ini cara yang tepat dan cepat untuk menyelamatkan pemain.
"Jangan menunggu sampai anjingmu menggigit tanganmu, Adam," kata ayahku saat Jahanam Morrison itu menghajarku dari belakang. "Seharusnya kau tahu kalau dia berbahaya. Seharusnya kau singkirkan dia sejak dulu."
Ya, aku tahu aku salah. Si Jahanam itu memang cerdik sekali memanfaatkan belas kasihku. Itu adalah pelajaran berharga buatku. Tidak akan lagi aku mempercayai orang lain. Tidak akan pernah, bahkan jika orang itu adalah perempuan bertubuh indah seperti gadis semalam.
Oh, Tuhan. Kenapa aku tidak bisa melupakannya?
Setiap wajah gadis itu nampak di kepalaku, kemaluanku langsung memberi reaksi. Aku menginginkannya. Aku benar-benar menginginkannya
"Selamat pagi, Mr. Rockwood." Seorang gadis, salah satu karyawanku, mengedipkan mata ketika keluar dari elevator. Aku berpaling untuk melihat pantat mungilnya yang menggemaskan. Hanya melihat.
Jangan bodoh! Aku tidak bernafsu padanya secantik apa pun dia. Ayahku mengajarkan untuk tidak bercinta di tempat kerja.
"Jangan kencing di tempatmu makan!"
Quote itu yang membuat pekerja di gedung ini masuk dalam daftar perempuan yang tidak ingin kutiduri. Tentu saja, selain teman-teman Venus dan teman-teman ibuku. Aku tidak mau mengambil risiko dihabisi Venus kalau ada salah satu dari temannya yang menceritakan kemaluanku.
Dia sudah pernah mengancamku, "Kalau berani kau tiduri temanku atau teman-teman Mommy, aku bersumpah akan memasukkan kelereng ke lubang kemaluanmu satu demi satu."
Tidak. Venus tidak sedang bercanda. Venus tidak pernah bercanda dengan sumpahnya. Ibuku mengajarkannya tumbuh menjadi gadis yang tegas dan memegang komitmen sampai hampir kukira dia akan menjadi biarawati setelah lulus kuliah. Bayangkan, dia tidak membiarkan sembarang orang menyentuh tubuhnya.
Pacarnya dulu, Greg Sommerton yang memiliki tambang minyak di Nevada sampai stres karena Venus tidak mengizinkannya menidurinya. Saat kutanya, dia hanya berkata, "ini tubuhku. Aku yang berhak memutuskan siapa yang boleh menyentuhnya. Aku tidak dikendalikan siapa pun. Kau bisa berharap gadis-gadis murahan menawarkan tubuhnya. Tidak denganku, Adam. Ratu tidak membiarkan sembarang orang menyentuhnya."
"Aku juga tidak membiarkan sembarang orang menyentuh tubuhku," kataku dengan senyum penuh keanggunan.
"Adam sayang, tubuhmu sudah jadi konsumsi publik. Kamu ingat saat kamu telanjang di halaman depan majalah People?" Venus membelalakkan matanya.
"Hampir, Sister. Hampir. Aku menutup kemaluanku dengan buku."
Dia mengibaskan tangan dengan tampang bosan. "Ah, siapa yang peduli dengan kemaluan itu? Aku saja malu adik lelaki yang punya klitoris," katanya sambil berlalu pergi.
Dia bercanda, tentu saja. Dia memang suka mengejekku. Tanya saja pada siapa pun yang pernah tidur denganku. Milikku ini yang paling luar biasa. Selain itu, aku punya jam terbang tinggi dan kemampuan bermanuver yang tidak bisa diragukan lagi. Dalam satu gerakan, aku akan membawamu ke surga. Aku yakin, setelah masuk ke surgaku, kau akan lupa jalan pulang.
Aku bersyukur melihat jumlah perempuan di dunia ini sangat banyak. Aku bisa terus berganti perempuan setiap saat aku mau tanpa harus menyentuh orang yang sama. Jika masih boleh mengutip kata-kata Drey Syailendra yang dulu pernah menjadi temanku itu, aku dengan senang hati mengulang nasihatnya, "kembali pada orang yang sama adalah kedunguan. Itu menunjukkan kalau kau tidak memiliki kapabilitas sebagai laki-laki. Ayolah! Perempuan itu banyak sekali. Buat apa kau menghabiskan waktu untuk satu orang yang bisa menghancurkan hatimu?"
Nasihatnya yang lain yang membuatku benar-benar mengerti tentang orang lain adalah, "banyak perempuan itu nikmat. Satu perempuan itu bisa membuatmu gila."
Kucamkan baik-baik nasihat ini dalam kepalaku. Tentu saja aku tidak ingin jadi gila lagu karena perempuan. Kehilangan sundal Lewis itu saja membuatku mabuk selama berhari-hari. Berapa jam waktu yang kuhabiskan dengan sia-sia untuk menangisinya?
Sungguh sangat tidak produktif sekali.
Sekarang, aku mengerti kalau perempuan hanya untuk bersenang-senang. Mencari perempuan seperti ibuku yang bisa mendampingi ayahku itu bukan hal yang mudah. Ibu dari teman-temanku juga bukan perempuan yang baik. Ibu saudara iparku, Abe Black adalah perempuan paling membosankankan di dunia. Dia hanya tersenyum saat ada yang nenyuruhnya tersenyum dan marah saat ada yang mengharuskannya marah. Hidupnya diatur sedemikian rupa oleh keluarganya sejak kecil.
Ibu Steve Thompson, temanku, pengacara terbaik di Amerika, merupakan perempuan ambisius yang menyuruh anaknya melakukan inses agar kekuasaan dan kekayaan keluarga mereka tak tergoyahkan. Ibu Drey Syailendra itu pelacur. Dia tidur dengan banyak sekali orang di California. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan ayahnya sampai mempertahankan perempuan itu. Hubunganku dengan Drey juga berantakan karena ibunya. Saat aku mabuk dalam sebuah pesta, ibunya memperkosaku. Dia mengoral kemaluanku di kamarku.
Drey menghajarku habis-habisan karena ini. Walau sudah kujelaskan padanya, dia tetap tidak peduli. Hubungan kami yang dulunya lebih kental dari darah, kini seperti orang asing. Saat bertemu dalam berbagai acara Drey sama sekali tidak mau membalas sapaanku. Dia menganggapku tidak ada, bahkan saat penyelenggara acara meminta kami berada dalam panggung atau meja yang sama, dia memilih pulang.
Aku mengerti perasaannya. Aku juga pasti akan melakukan hal yang sama kalau ada yang meniduri ibuku.
Kurasa memang sudah habis perempuan yang seperti ibuku itu. Oleh karenya, jangan salahkan aku kalau aku memilih untuk melajang selamanya dan menggunakan perempuan sebagai pewarna malamku saja.
"Oh! Mr. Rockwood yang perkasa. Selamat pagi!"
Nah, itu. Satu-satunya perempuan selain ibuku dan Venus yang bisa memerintahku sesuka hatinya.
***
"Holy," sapaku ceria. Kurentangkan tanganku selebar-lebarnya untuk menyambutnya.Perempuan itu tidak tersenyum sama sekali. Wajahnya sedingin patung batu. Dagunya terangkat menunjukkan kalau dia tidak sedang ingin beramah-tamah padaku."Masing hangover? Kau terlambat satu jam, Mr. Rockwood." Tangannya dilipat di dada dengan penuh emosi. Orang lain yang tidak mengenalnya mungkin akan menganggap ini sebagai gestur biasa, gestur yang cocok untuk perempuan berumur tiga puluhan dengan tubuh ramping dan dandanan modis seperti dia. Tidak bagiku. Ini tanda aku harus bersembunyi dalam bunker. Holy siap mengamuk."Jauh lebih baik. Bugar dan sehat. Kau lihat birunya mataku yang seindah langit musim panas ini? Seks membuatku merasa muda sepuluh tahun," ucapku jujur. Aku benar-benar dalam kondisi paling prima sekarang."Aspirin?""Done." Kujulurkan gelas kopi panas kepadanya. "Aku sudah mu
"Lupakan soal kehidupan pribadimu. Sekarang, kau harus memikirkan kehidupan bisnis kita," ucapnya sambil menghubungkan tablet dengan monitor besar."Apa pun yang kau inginkan, Holy." Kusandarkan bahuku di kursi dengan santai."Kau tahu, kita punya reputasi yang buruk karena perilakumu. Jadi, yang akan kita lakukan sekarang adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat kepadamu."Aku memutar mata dengan bosan. "Memberikan bantuan kepada anak-anak di negara konflik? membantu membangun rumah roboh? Ikut berperang di negeri antah berantah? Menjadi Brad Pitt? Sebut saja!""Tidak seburuk itu. Kau hanya perlu menjadi mentor di Rockwood Apprentice.""Mentor? Kau pikir aku ini siapa? Setiap tahun selalu ada peserta magang. Kenapa harus aku yang menjadi mentor?" Holy pasti bercanda."Tapi sekarang berbeda, Adam. Ini akan menjadi reality show di RTN, perusahaan televisi Rockwood. Me
"Apa sih maumu?!" Suara Holy mendesis ketika kami sampai di elevator. Aku tidak menoleh kepadanya. Bisa kubayangkan wajah murkanya. Itu sangat tidak enak dilihat. Sebanyak apa pun dia melakukan operasi plastik, amarah akan membuat wajahmu tidak enak dipandang. Ya, seperti holy sekarang.Lagipula, aku masih memikirkan gadis di ruang rapat tadi. Saat aku meninggalkan ruangan, dia melihatku, mengikuti mataku. Tatapannya bukan tatapan menggoda, tapi kecewa. Dia seperti anak yang tidak mendapatkan hadiah yang diinginkan. Besar sekali keinginan dalam diriku untuk berhenti dan menciumnya, memberikan apa pun yang diinginkannya.Apa mungkin dia menyesal atas apa yang terjadi semalam? Apa dia ternyata menginginkanku? Apa dia ingin kembali padaku?"Tugasmu memberikan sambutan untuk mereka, bukan membicarakan masalah pribadimu. 'Menjilat bokong'? Bokong siapa yang harus kujilat sampai harus menjadi sekretaris sialmu, Mr. Rockwoo
"Ha!" Abe membentangkan tangannya dengan berlebihan. Senyumnya mengembang dengan suara menggelegar mengejutkan di depan pintuku. "Adam! Aku senang melihatmu masih hidup, Brother!"Aku mengangkat jari tengah--kedua jari tengahku--tinggi-tinggi untuknya."Aku dan Venus tidak akan heran kalau kau overdosis setelah pesta semalam," ucapnya lagi sambil terkekeh dan menepuk bahuku dengan keakraban keparatnyaApa dia pikir kalimatnya lucu? Imut? Menggemaskan?Apa dia tidak tahu kalau aku sedang berhadapan dengan Holy? Apa menurutnya omelan Holy dan istrinya masih kurang untukku?"Jangan tertawa, Abe. Yang mulia Adam Rockwood akan menghabisimu soal proyek untuk anak magang." Holy mendahuluiku. Tampangnya bukan untuk membelaku, tapi untuk mengejekku.Abe menaikkan alis. "Cattleya Aguilar?"Entah ada apa dengan nama itu. Ketika mendengarnya, tubuhku merinding. Seperti ada a
Pikiranku sama sekali tidak berada di tempatnya ketika Abe menjelaskan tentang apa yang ingin dilakukannya pada Hausser. Aku hanya duduk diam dengan tangan menyanggah dagu dan mata tertutup, berlagak memusatkan pikiranku padanya. Inilah satu-satunya cara untuk menghindari Abe Black. Dia itu pintar sekali membaca mimik wajah. Dari gerakan mata saja dia tahu kapan orang berbohong. Kemampuan Abe memang masih berada di bawah kemampuan Steve Thompson yang memang setiap hari menghadapi penjahat dalam pekerjaannya. Tetap saja, aku tidak mau Abe tahu apa yang kupikirkan.Suara ketukan pintu yang hampir bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan membuatku terlonjak. Gadis itu berdiri takut-takut di depan pintu dengan senyum yang dipaksakan. Dia tidak menatapku. Dia menatap lurus pada Abe seolah aku tidak ada di ruangan itu.Dan, kuharap tidak ada yang mendengar suara jantungku."Cattleya cantik, kau mengejutkan kami," ucap Abe dengan s
Adam Rockwood adalah seorang laki-laki penuh tekad. Sekali memegang prinsip, selamanya dia akan menggenggamnya. Sekalipun harus diseret keliling dunia dengan seekor kuda, ia akan tetap memperjuangkan apa yang dianggapnya benar.Aku adalah orang yang tahu benar apa yang kulakukan.Aku bisa menjadi sangat agresif untuk memperjuangkan keinginanku. Aku tidak pernah kalah. Aku menolak untuk kalah. Aku bisa bergulat dengan takdir dan aku akan memenangkannya. Takdir tidak punya kegigihan yang setara denganku.Inilah yang membuatku disebut Sang Pemangsa.Di mana saja, aku sangat mendominasi. Aku tidak suka ada orang lain yang menjadi pusat perhatian. Aku-lah superstar. Aku akan melakukan segala cara untuk melakukannya.Namun sekarang, semua itu seperti noda lengket di karpet. Tidak ada artinya selain kotoran.Pikiranku seperti keping puzzle yang berantakan.
Oke. Baiklah. Kuakui kalau ini fase paling aneh di dalam hidupku. Sebenarnya, aku malu mengakuinya. Sungguh. Namun, fase ini penting sekali untuk kuceritakan, seharusnya malah harus kuulang-ulang sampai hafal benar setiap detailnya. Siapa tahu anak cucuku nanti bisa mendapatkan sesuatu dari pengalaman ini. Fase ini adalah awal dalam kejadian besar di dalam hidupku. Tidak. Aku tidak bohong atau membual. Aku juga tidak sedang mabuk. Lihat wajahku? Ya, aku tahu aku memang tampan. Maksudku, lihat wajahku yang normal ini. Tidak ada tanda-tanda kalau aku sedang teler, kan? Aku tidak menggunakan obat jenis apa pun seharian ini dan hanya minum sedikit martini pada makan siang tadi. Hanya sedikit, sumpah. Kuawali fase ini dengan mondar-mandir seperti vacum cleaner ke penjuru ruangan di penthouse-ku. Aku tidak bisa menceritakan dengan detail kepadamu tentang kegelisahan yang kurasakan, hanya saja, seperti ada beban berat
Makan malam di rumah keluarga Black memang merupakan makan malam rutin. Sebagai saudara yang telah ditinggalkan kedua orangtua yang ingin hidup tenang di pedesaan, kami harus benar-benar akrab dan saling menjaga. Ini alasan Venus menginisiasi makan malam rutin sebulan sekali ini. Namun, acara yang seharusnya sakral ini jadi lebih seperti perkumpulan orang-orang yang ingin merisakku. Saudara-saudaraku yang jahat itu meledekku habis-habisan sampai rasanya aku ingin sekali membakar mereka. Bahan utama ledekan selalu saja tentang masa kecilku yang mereka anggap terlalu manja untuk ukuran Rockwood. Memangnya harusnya bagaimana? Apa aku harus dilempar ke hutan? Apa aku salah kalau masih menyusu pada ibuku hingga usia lima tahun? Aku masih kecil dan tidak punya pilihan selain menurut pada perempuan yang melahirkan dan mengasuhku itu. Tentu s