Share

Holy Moli

"Holy," sapaku ceria. Kurentangkan tanganku selebar-lebarnya untuk menyambutnya.

Perempuan itu tidak tersenyum sama sekali. Wajahnya sedingin patung batu. Dagunya terangkat menunjukkan kalau dia tidak sedang ingin beramah-tamah padaku.

"Masing hangover? Kau terlambat satu jam, Mr. Rockwood." Tangannya dilipat di dada dengan penuh emosi. Orang lain yang tidak mengenalnya mungkin akan menganggap ini sebagai gestur biasa, gestur yang cocok untuk perempuan berumur tiga puluhan dengan tubuh ramping dan dandanan modis seperti dia. Tidak bagiku. Ini tanda aku harus bersembunyi dalam bunker. Holy siap mengamuk.

"Jauh lebih baik. Bugar dan sehat. Kau lihat birunya mataku yang seindah langit musim panas ini? Seks membuatku merasa muda sepuluh tahun," ucapku jujur. Aku benar-benar dalam kondisi paling prima sekarang.

"Aspirin?"

"Done." Kujulurkan gelas kopi panas kepadanya. "Aku sudah muntah, sarapan, minum obat, dan mencuci kemaluanku."

Satu-satunya cara berkelit dari Holy adalah dengan mengalihkan perhatiannya. Walau seringkali tidak berhasil, tidak ada salahnya dicoba, kan?

"Penicillin?"

"Done. Ya, Tuhan, Holy! Mana mungkin aku melupakannya." 

Aku tidak akan pernah lupa dengan antibiotik itu. Dokterku sudah mewanti-wanti. Aku memang selalu memakai kondom, tapi siapa yang tahu parasit apa yang dibawa perempuan-perempuan itu. Aku tidak memakai kondom saat mereka melakukan oral seks.

Holy bergeming. "Koran?" Ia menyodorkan koran dengan headline yang membuatku mengangkat alis.

"Pesta liar di Rockwood mansion, Di tangan penggila pesta inikah masa depan Rockwood berada?" Aku tertawa setelah membaca headline pada halaman depan koran itu keras-keras. Judul itu lengkap dengan foto setengah telanjangku dengan beberapa perempuan. Mungkin saja foto itu diambil orang dari luar mansion. Semua undangan sudah diperiksa, tidak boleh ada yang membawa ponsel dan kamera.

Papparazi memang kadang sangat keterlaluan.

"Kasihan. Mereka tidak mendapat foto telanjangku. Apa maksudmu aku harus memberikan foto telanjangku, Holy?"

Dia memutar mata, lalu berjalan mendahuluiku ke arah lift.

Nah, kalau ada perempuan di luar klan Rockwood yang bisa mengaturku adalah Holy Blanks ini, perempuan afro-Amerika yang sangat cantik. Sekretarisku. Ketangguhannya untuk berkerja bersama laki-laki luar biasa. Tentu saja aku sudah membuang ketertarikanku padanya. Holy adalah perempuan yang langka. Akan sulit mencari sekretaris yang bisa melakukan setengah saja pekerjaannya. Jangan sampai seks membuatku kehilangan dirinya.

Lagipula, dia sudah menolakku. Dengan tegas dia berkata kalau dia sama sekali tidak tertarik tidur denganku atau sekadar menyenangkan kemaluanku pada wawancara kerja dulu. Ayahku langsung yang melakukan wawancara. Dia berkata, "Mr. Rokcwood, jika ada skala satu sampai sepuluh keinginan saya untuk tidur dengan anak Anda, saya akan memberikan minus seratus. Dipaksa dan disiksa pun saya tidak akan melakukannya. Sungguh, ini bukan masalah pekerjaan. Ini tentang kesehatan. Saya tidak yakin Mr. Rockwood bebas penyakit setelah ... yah, Anda tahu, tidur dengan sebegitu banyak perempuan."

Dengan bangga ayahku memberikan pekerjaan itu padanya. "Kuharap makin banyak perempuan secerdas dirimu, Miss Blanks. Belakangan ini dunia kekurangan perempuan yang begitu berdedikasi dan tahu cara mengendalikan diri," ucap ayahku dengan wajah lega. Lama kemudian aku baru sadar kalau mereka sedang menggunjingkanku dan menganggapku perusak perempuan.

Sialan!

Holy memang tidak pernah ragu untuk menjelek-jelekkanku. Sekalipun di depan orang lain dia rela memasang badan untuk melindungiku, di depan lingkaran dalam orang-orang terdekat kami dia selalu menggunakan lidahnya untuk menggores harga diriku. Seperti pagi ini, dia berkomentar, "Kenapa tidak sekalian kau lemparkan kotoran ke wajah ayahmu?"

"Aku tidak mengerti." Aku berhenti berjalan. Holy berpaling kepadaku dengan ke dua tangan di pinggang.

"Apa yang tidak kau mengerti, Adam?" Suaranya tertahan. Dia mengucapkan kalimatnya satu per satu dengan tajam.

"Kenapa mereka menyensor tubuhku? Bukankah seharusnya mereka memamerkan karya seni Tuhan yang luar biasa ini?"

Holy membelalakkan mata. Wajahnya benar-benar keras. Bibirnya berkerut marah. Ekspresi yang membuatku tergelak.

"Apa mereka takut fotoku membuat perempuan-perempuan histeris?" Aku menggodanya lagi. Kuharap dia sedang PMS agar aku bisa mempermainkan emosinya sepanjang hari.

"Adam! Apakah pernah kau berpikir berita ini akan menimbulkan sentimen negatif?" desis Holy dengan nada yang penuh kebencian.

Aku tersenyum. "Ayolah, Holy! Jangan berlebihan. Lihat saja, mereka berkali-kali mendapatkan foto telanjang Justin Bieber. Dia tetap jadi artis."

"Kau bukan Justin Bieber."

"Yah, memang. Aku jauh lebih baik darinya. Aku pewaris kerajaan Rockwood." Aku berbalik menghadap pemandangan dari lift kaca di Rockwood, melihat bentangan gedung-gedung pencakar langit di jantung kota ini. "Semua ini akan berada di bawah imperium Rockwood. Aku akan membuat ayahku bangga."

"Nah, akhirnya kau sadar, Adam. Kau penerus kerjaan bisnis ayahmu. Perusahaan-perusahaan yang ada di bawah sana akan berada di bawah nama besar Rockwood. Kalau kau terlalu banyak bermain-main, kau akan kehilangan semua. Apa kau tidak mau dengan Drey Syailendra?  Dia sudah menggeliat bangun dari tidur siangnya. Forbes sudah mencatat namanya sebagai orang terkaya di Asia, mengalahkan taipan-taipan Cina dan India. Dia bahkan menyenggol Samsung dalam saham. Aku tidak akan ragu kalau sebentar lagi dia akan bersinar di Amerika."

Aku tidak meragukan sama sekali kemampuan Syailendra itu. Dia bukan hanya cerdas, tapi juga penuh dendam. Dia sangat ingin membuktikan pada kakak-kakaknya yang telah lama merundungnya kalau dia bisa melampaui mereka. Semua yang didapatkannya itu tidak ada artinya di matanya. Dia selalu merasa kurang. Inilah yang membuatnya begitu ambisius.

"Dia memang orang gila."

"Aku suka melihatmu gila kalau bisa seperti dia. Apa yang harus kulakukan?"

Nah, Holy memang benar-benar perempuan sial yang sangat kusayangi. Kalau bukan karena dia bisa mengatur bisnisku selagi aku memikirkan hal lain, mungkin sudsh kutendang dia dari tower ini.

Pembicaraan tentang keberhasilan Drey Syailendra membuatku tidak nyaman. Aku merasa berada di zona meltdown.

"Aku tidak ingin membicarakannya," kataku saat lift berdenting membuka.

"Oh, anak bungsu Rockwood mengambek karena mendengar kebenaran tentang kehebatan rivalnya? Kabar bagus."

"Tidak, Holy. Dia bukan rivalku. Dia mantan temanku dan dia tidak lebih baik dariku. Bisa saja dia seperti Thompson yang dibantu kekuatan setan atau Blackwell yang memang benar-benar punya kekuatan setan."

"Ya, Tuhan! Susah sekali berbicara dengan orang yang tak punya otak." Holy berjalan dengan cepat menuju ruanganku. Aku berjalan di belakangnya dengan santai sambil melanjutkan membaca koran, pengalih perhatianku.

Entah siapa yang menulis koran ini. Penulisnya bisa menceritakan dengan akurat siapa saja yang ada di pestaku dan semua yang kulakukan semalam. Tentu saja dia tidak menuliskan tentang narkoba dan sejenisnya. Itu akan membuatnya dalam masalah besar. Tapi ia mengatakan berulang kali kalau itu adalah pesta paling liar yang pernah dilakukan selebritis.

Pesta paling liar? Aku bangga sekali dengan sebutan itu.

Holy mendobrak masuk ruanganku dengan kasar. "Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanyanya setelah membanting beberapa surat yang dipegangnya.

"Cari siapa penulisnya dan tenggelamkan dia di East River." Ide yang bagus, kan?

"Aku serius, Adam." Holy tidak lagi bisa menutupi kegusarannya sekarang. "Kau tidak tahu berapa banyak telepon yang kuterima pagi ini. Semua bertanya tentang kesehatan mentalmu. Kau tahu, Rockwood melayani klien-klien istimewa. Perusahaan ini sedang dalam kemajuan luar biasa. Bagaimana mungkin mereka percaya padamu kalau kelakuanmu tidak menunjukkan martabat yang seharusnya dimiliki seorang Rockwood?"

"Aku tidak menerima keluhan apa pun dari ayahku. Kalau ada orang yang boleh mengeluh atas kelakuanku, itu ayahku."

"Hah?!" Bahu Holy merosot. Dia memandangiku sebentar, lalu menggeleng putus asa. "Sampai kapan kau menjadikan ayahmu sebagai parameter? Kau sudah dewasa, Adam. Kau memiliki dunia yang sangat berbeda dengan ayahmu sekarang. Berhentilah menjadi bocah nakal yang kolokan."

Oke. Aku tersinggung. Sayangnya, aku tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk membantahnya. Aku tahu mungkin semalam sudah keterlaluan. Biasanya, aku mengundang sedikit teman saja untuk gila-gilaan. Semalam aku mengundang terlalu banyak. Mereka seperti lalat yang akan membawa terbang semua kebusukan yang dihinggapinya. Gosip menyebar seperti bau bangkai.

"Kau laki-laki hebat, Adam." Holy melembutkan suaranya. "Kau melakukan banyak hal yang menakjubkan. Bahkan lebih dari prestasi ayahmu. Bukan lebih yang begitu. Kau melakukan dengan benar. Ayahmu yang meletakkan pondasi kuat, memperbaiki semua kekurangan Rockwood selama ini dan kau meneruskan dengan sangat brilian. Tapi, kau harus tahu kalau kau juga adalah selebriti. Kau punya ratusan juta pengikut di media sosial. Semua perbuatanmu akan dinilai oleh orang lain. Aku tahu kau tidak peduli pada apa yang dipikirkan orang lain. Tapi, mereka peduli."

"Siapa?"

"Pengikutmu, Ass hole! Orang-orang yang ingin mengekor kesuksesanmu. Kau adalah bintang utara untuk jutaan orang lain, Adam. Kau adalah panutan. Bimbinglah orang lain pada hal yang baik-baik. Katakan pada mereka tentang kehebatanmu dengan jalan yang baik." Dia menggeletakkan tanlet di depanku. "Lihat bagaimana Thompson melakukan personal branding-nya? Dia sangat profesional. Aku sangat yakin kalau dia mempekerjakan seorang konsultan. Bahka Redford yang luar biasa tampan dan bajingan ini saja tidak bisa menyamai popularitasnya. Lihat, foto tangannya saja bisa menghasilkan jutaan dolar."

Holy mengetukkan jari berkuku cokelat tua di layar tablet, menunjuk foto tangan Steve yang memakai Rolex. Aku yakin, Rolex membayarnya sampai puluhan juta dolar hanya untuk foto itu. Jumlah orang yang menekan tombol hati di Instagramnya lebih dari sepuluh juta. Dia benar-benar mengagumkan. Gayanya yang selalu berkelas memang membuat orang berdecak kagum. Steve tidak pernah terlihat mabuk atau memiliki cela. Hanya aku yang tahu semua kebusukannya, sama dengan dia yang dengan rapat menyimpan semua kebusukan keluargaku.

"Aku juga bisa kalau cuma memakai Rolex." Tentu saja aku tidak mengizinkan diriku mengaku kalah dengan Steve di depan Holy, kan? "Apa kau ingat kalau aku menolak menjadi bintang iklan Jaguar?"

Holy berdecak sambil memutar mata. "Bukan menolak. Kau tidak suka dengan pemeran perempuan yang mereka siapkan. Benar-benar tidak profesional. Lihat seberapa mereka mendulang keuntungan dengan mempekerjakan orang lain! Kau bukan tak tergantikan, Mr. Rockwood. Posisimu saat ini bisa digantikan siapa saja. Ayahmu bisa saja kesal dan menggantimu dengan orang yang disukainya. Ayahmu masih memiliki kepemilikan dalam Rockwood Corp. Bayangkan, jadi apa kau kalau ayahmu ternyata meminta Drey Syailendra yang mengerjakan semua pekerjaanmu!"

Inilah yang kusuka dari Holy. Dia menunjukan kesalahanku, menghukumku lalu memberikanku petuah dengan lembut. Dia seperti ibuku. Aku sering membayangkan dia adalah saudara ibuku yang berkulit hitam.

Kuhela napas panjang. "Aku akan lebih berhati-hati nanti."

"Kuharap kau mengatakan kalau kau akan bertobat nanti," ucapnya sambil menggeleng putus asa.

"Kenapa aku harus bertobat kalau yang kulakukan membawaku ke surga."

"Venus benar. Kau memang butuh istri kejam yang bisa mencambukmu agar terus berjalan. Kau ini seperti keledai." Dia mengambil sebuah tablet dan menyalakan monitor besar di ruanganku. "Venus beberapa kali menelfonku minggu ini. Dia bertanya kepadaku apakah kau sudah memiliki seorang gadis yang benar-benar kau anggap sebagai pasangan."

Venus sialan!

"Apa yang kau katakan kepadanya?"

"Aku tidak ingin ikut campur pada kehidupan pribadimu yang menjijikan. Kukatakan kepadanya kalau lebih baik kau berenang telanjang ke Laut Artik dari pada menghabiskan dua hari dengan orang yang sama."

"Holy, aku mencintaimu," ucapku tulus yang disambut dengan suara berdecak jijik dari Holy.

Aku sudah pernah hampir menikah dengan seorang gadis yang kuanggap baik. Ternyata, dia mengkhianatiku. Bagaimana kalau aku terjebak dengan gadis pengkhianat lainnya? Kuhabiskan hari-hariku dengan monogami yang membosankan, sementara ia membuka kakinya untuk laki-laki lain? Tidak, terima kasih. Pernikahan bukan gayaku.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status