Kaya, tampan, cerdas, dan memiliki dominasi terhadap bisnis raksasa Rockwood bukanlah jaminan untuk bahagia. Ya, memang aku bisa meniduri gadis mana pun yang kumau, kapan pun aku mau. Namun, ada lubang menganga di dalam hatiku, membuat jiwaku terasa kosong. Tunanganku meninggalkanku untuk tidur dengan sahabatku. Bertahun-tahun aku percaya kalau aku tak lagi bisa mempercayai gadis lain, hingga aku bertemu dengan Cattleya. Sayangnya, dia tidak menginginkanku atau lelaku mana pun. Gadis itu tak lagi percaya pada lelaki setelah dicampakkan dan dikhianati. Gadis itu hanya menginginkan kekayaan dan diliputi ambisi untuk balas dendam. Untungnya, kami akan balas dendam pada orang yang sama.
Lihat lebih banyakApakah kau merasakannya?
Angin dingin bulan desember yang mematikan.
Aku sedang berdiri merasakan terpaan angin deras yang menghancurkan tulang. Sapuan setiap detiknya bisa mematikan kalau kau tidak memiliki tubuh setegar aku.
Bukan. Jangan merasakan angin dari pinggir trotoar tempat orang biasa berjalan kaki dengan santai dalam mantel tebal mereka. Kau tidak akan mendapatkanku di situ. Coba kau naikan pandanganmu sekitar beberapa ratus meter dari trotoar itu. Ya, di puncak Rockwood Tower yang diagungkan penduduk New York.
Sudah melihatku?
Tepat sekali. Aku laki-laki gagah yang berdiri tinggi di sana. Memang agak sulit melihatku dengan mata terpicing begitu. Kusarankan kamu memakai kacamata salju atau apalah lainnya.
Memang bukan pilihan yang bijak berdiri di tembok balkon penthouse seperti sekarang. Mengingat aku ingin mati, inilah yang kulakukan. Aku bertelanjang dada, berdiri di balkon terbuka gedung pencakar langit, berharap tidak punya jantung seperti Tony Stark agar bisa segera mengakhiri hidupku dengan mudah.
Kaki telanjangku sudah keram karena terlalu lama berdiri di pijakan yang sempit. Namun, aku belum ingin melompat. Entah bagaimana ada sesuatu yang menahanku untuk terus berdiri, menatap langit kelabu yang sepertinya sebentar lagi akan menurunkan butir halus salju.
"Kalau tidak mati, apa lagi yang bisa kulakukan, Sayang?" Aku berbicara pada sesuatu yang tidak nampak. Sebenarnya, aku ingin berbicara pada seorang gadis, tapi aku yakin dia tidak ingin menemuiku sekarang. Gadisku sudah pergi membawa jiwa yang baru beberapa hari lalu kupercaya ada dalam diriku.
"Aku merindukanmu, Sayang," bisikku lagi.
Aku menutup mata, menelan ludah yang terasa pekat di dalam mulutku, bertanya pada diri sendiri apa sekarang saat yang tepat untuk mati.
Terdengar suara gedoran pintu.
Aku terkejut. Kaki kiriku terpeleset pijakannya.
Sial!
Jika semula aku ragu untuk melompat, sekarang aku ketakutan sekali. Aku takut jatuh.
Terdengar gedoran lagi. Keras, mantap dan berulang-ulang.
Aku berdiri dengan napas terengah, berusaha mempertahankan posisi agar tidak jatuh. Tubuhku memanas. Aku bisa merasakan keringat mulai turun menggelitik punggungku.
Sekarang terdengar suara mesin. Mungkin mesin las atau bor. Mereka, siapa pun di luar sana, sedang berusaha menjebol pintuku.
Sungguh, berani taruhan, kupastikan yang ada di balik pendobrakan pintu itu adalah Venus Black, Kakakku. Perempuan keras kepala yang akan selalu mewujudkan keinginannya. Perempuan itu bisa jadi penjahat perang sekelas Hittler kalau dia mau.
Kalau dia tidak bisa mendobrak pintu itu, dia akan memanggil Avengers untuk meruntuhkan gedung ini. Pasti!
Alarm keamananku berteriak nyaring. Suara mesin las makin terdengar keras. Aku berpaling dan melihat cahaya mesin las menambah suramnya lampu alarm yang berkedip merah.
Sebentar, kita berhenti dulu di tengah adegan ini.
Aku yakin, kau bertanya-tanya tinggal di penthouse macam apa aku ini.
Ultra-modern. Ini kata yang tepat untuk mendeskripsikan penthouse ini. Setiap detailnya adalah hasil karya jenius arsitek dan engineer yang jauh melampaui apa yang bisa kau pikirkan. Tinggal di dalam penthouse ini bisa membuatmu berpikir sedang berada di dalam setting film Star Trek. Perabotan futuristik, gadget canggih, hingga warna keperakan logam yang sangat kusukai. Ben Campbell, arsitek jenius yang membuat gedung ini memastikan bagian puncaknya adalah bagian terbaik dari semua gedung yang ada di New York.
Saat pembukaannya, Trumph setengah mati iri pada gedung ini. Ayahku dengan bangga mengatakan, "jangan habiskan waktu untuk iri pada Rockwood Tower. Gedung ini tidak dibangun dengan iseng. Kau bisa saja bermimpi untuk mengungguli yang kumiliki, tapi jangan berharap bisa mewujudkannya. Kau akan kecewa."
Ayahku tidak sedang berbesar mulut. Ayahku lelaki sejati yang mengatakan apa yang memang harus dikatakannya. Gedung ini memang memiliki semua kemampuan keamanan yang tidak dimiliku siapa pun di Amerika atau di muka bumi.
Kau lihat pintuku? Kau pikir kenapa mereka sampai harus membawa mesin las dan bor untuk menjebolnya? Pintu itu terbuat dari baja berlapis. Pelat-pelat logam yang dibentuk dengan sangat halus. Aku menyukainya. Pintu itu bukan hanya besar, tapi mampu memberikan privasi yang luar biasa bagus untukku. Coba saja, mereka butuh waktu yang sangat lama untuk menghancurkannya.
Astaga! Lama sekali!
Mataku sudah terasa perih. Napasku sesak.
Baiklah. Aku memang banyak mengeluh. Memangnya kenapa? Kau tidak tahu bagaimana rasanya berdiri di sini menunggu orang-orang tolol itu menyelesaikan pekerjaan mereka.
Pintuku akhirnya terbuka dengan suara yang keras. Mereka berhasil menjebolnya.
"ADAM MARCUS ROCKWOOD!!!"
Hanya dua orang di dunia ini yang pernah meneriakkan nama lengkapku seperti itu. Pertama ibuku ketika aku pulang ke rumah dalam keadaan babak belur setelah berkelahi dengan James Oliver ketika SMU. Kedua, jelas kakakku, Venus, kapan pun dia mau.
"Ya, Tuhan! Apa yang kau lakukan?!"
Aku berpaling kepadanya. Tulang leherku bergemeletuk.
Venus, Abe dan Neptune berdiri berdekatan. Beberapa polisi membereskan perlengkapan, mematikan alarm, dan berbicara dengan radio. Aku bisa melihat mereka semua sekaligus dari balik jendela kaca besar di belakangku.
"Adam, apa yang kau lakukan?" Venus mengulangi kalimatnya dengan suara yang lebih pelan.
Neptune mengeluarkan ponsel.
"JANGAN MENGADU!" Teriakku yang membuat mereka terlonjak kaget.
Neptune, kakak tertuaku, mengangkat ponsel sampai sejajar dengan wajahnya. "Aku hanya ingin mengambil gambarmu, adikku. Siapa tahu ini posemu yang terakhir." Wajahnya berkilat senang.
Venus meninju perut Neptune. Tentu saja, Neptune tidak peduli. Dia terus menyorotkan kamera ponselnya padaku dengan wajahnya yang ceria seolah ini adalah pertunjukan.
"Ayolah, Adam! Kalau kau memang ingin lompat, lompat saja!" Abe terkekeh di sebelah Venus.
Venus meraih kerah jas Abe dan mendesiskan kata-kata yang tidak bisa kudengar. Yang jelas, setelahnya, Abe dan Neptune tergelak bersamaan.
"Kau tidak lihat kalau adik kecilmu itu lucu sekali?" Abe menunjukku dengan santai. "Kalau dia memang mau bunuh diri, kenapa dia masih ada di sini sampai kita datang? Telanjang dada? berdiri di balkon? Dia pikir dirinya Edward Cullen? Dia mau melompat ke bawah dan membuktikan kalau dia tidak bisa mati?
Venus mengacungkan telunjuk dengan mengancam di depan wajah suaminya.
Neptune memutar mata. "Edward Cullen lagi? Ayolah! Ada banyak vampir, kenapa harus Cullen?"
"Kenapa? Edward tampan dan memakai lipstik cocok untuk adikmu." Abe tertawa, disusul tawa Neptune yang sangat keras.
"TUHAN, APA KALIAN TIDAK BISA SERIUS SEDIKIT?" Venus meninggalkan mereka. "Adam, turunlah, Sayang. Kami mencintaimu."
"Kami sudah memanggil tim negosiasi, mam." Seorang polisi berseragam melapor kepada Venus.
"Astaga! Jangan kau buat malu dirimu sendiri, Adam. Cepat melompat. Kau ingin dibujuk? Kau pikir apa? Man On the Ledge? Ayolah, man!" Neptune dan Abe sama-sama terbahak.
"DIAM KALIAN!!!"
Gelegar suara Venus membuat regu kepolisian mematung dengan wajah syok.
Kalau aku bukan anggota keluarga Rockwood yang sudah tiga puluh tahun bersamanya, mungkin aku juga akan bereaksi sama.
"Kau pikir dia kenapa, hah?! Dia akan bunuh diri. Dia sudah bosan hidup. Dia putus asa." Suara Venus gemetar. Dia ketakutan.
"Ya, Tuhan! Venus, kalau dia memang benar-benar ingin mati, dia sudah melakukannya sebelum kita datang. Yang sekarang kita lakukan seharusnya adalah memunguti remahan tubuhnya di atas aspal. Adam bukan ingin mati. Adam kecil sedang menunggu diselamatkan. Dia ingin dibujuk oleh polisi cantik berdada besar. Hei, kalian mendengarku? Cari polisi dengan tipe seperti itu kalau kalian mau menyelamatkan pewaris kekayaan Rockwood," teriak Abe kepada beberapa polisi yang ada di dekatnya. Polisi-polisi itu tidak bisa menahan senyum. "Astaga! Dhaniel! Kenapa aku tidak memberi tahu dia? Dia harus tahu ini."
Neptune tergelak. Dia tidak bisa lagi menahan tawa mendengar ucapan Abe. Venus makin meradang.
Nah, apa kau pikir aku masih punya keinginan untuk mati?
***
Tentu saja Venus tidak mengizinkanku menyentuh Cattleya sama sekali. Menurutnya, Cattleya masih termasuk tamunya dan aku tidak boleh sama sekali menyentuh tamunya yang dalam keadaan mabuk. Dia meminta Daniel menggendong gadis itu ke kamar tamu. Kuharap Daniel keparat itu ingat pacarnya yang sedang mengandung anak mereka. Dari kilatan pada matanya itu terlihat betapa bejatnya pikirannya. Sebelum berbalik membawa Cattleya ke kamar saja dia masih sempat tersenyum licik padaku, memamerkan keberhasilannya. Aku sama sekali tidak memperhatikan Holy yang dengan bersemangat menceritakan betapa tololnya anak magang yang bernama Wales itu. Dia mencampur beberapa data dalam kotak kertas-kertas yang akan dihancurkan. Untung Saja Cattleya datang dan membaca lagi kertas-kertas itu. Dia langsung mencabut mesin penghancur kertas dan mulai memunguti bagian kertas yang sudah berada di dalam mesin. Holy mengatakan sesuatu tentang musibah dan kesengajaan, tapi aku tidak bisa menyim
Aku melepaskan bibirnya setelah sadar kalau kelakuanku ini bisa menyeret kemaluanku ke pengadilan keluarga Volkov. "Maaf," kataku pelan, benar-benar minta maaf dan berharap dia tidak membuat hal ini menjadi masalah panjang di antara kami. Dia tidak melihatku. Dia sibuk mengelap bibir dan wajahnya sendiri. Sepertinya dia memang menghindari bertatapan denganku. Melihat gelagatnya yang seperti itu, aku curiga ini ciuman pertamanya. Dia memang tidak terlalu banyak membalasku tadi. Dia hanya membiarkan aku melakukan yang bisa kulakukan atas bibirnya. Dia tidak mencengkeram pakaianku atau menyentuh bagian tubuhku seperti gadis-gadis lain yang berciuman denganku. Dia juga memejam dengan erat sampai matanya berkerut, seolah dia menahan sesuatu di dalam dirinya. "Teleponnya?" tanyanya dengan suara parau, sama sekali tidak menatapku. "Di sana. Silakan," kataku menunjuk telepon di atas meja kerja yang memang sering digunakan oleh para tamu sebagai jalur am
"Aku ... pulang saja. Maafkan aku." "Siapa bilang?" Abe yang pertama berdiri, kemudian Daniel. Dia menghampiri Cattleya dan mengulurkan tangan padanya. "Aku sudah mengatakan pada istriku akan memperkenalkanmu padanya. Istriku melihatmu di TV dan langsung menyukaimu. Kuharap kalian bisa menjadi teman. Ayolah, Miss Aguilar. Kami sudah menyiapkan tempat untukmu." Abe menunjuk meja makan yang sedang ditata untuk satu orang lagi di samping Venus, pada kursi kosong yang tadi ditempati Isabelle. Sebenarnya, tidak sopan memberikan kursi orang lain pada tamu yang baru datang. Namun, akan lebih tidak menyenangkan lagi kalau Cattleya harus duduk di bagian paling ujung dengan jarak dua bangku kosong antara dia dan Venus. Aku tidak menyapanya. Bukannya aku sengaja ingin berbuat jahat padanya. Aku hanya merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Aku datang ke tempat ini untuk melupakannya. Aku ingin melupakan obsesiku tentangnya. Bisa-bisanya sekarang aku mal
"Kami bertemu pada malam amal penggalangan dana untuk Rockwood Foundation. Venus dengan baik hati mengundang kedua orang tuaku untuk menghadiri malam amal itu. Kalian tahu, selama ini orang berpikir keluarga Volkov adalah keluarga yang buruk. Kami memiliki jaringan kejahatan yang dianggap kalangan atas New York sebagai biang keladi berbagai permasalahan di kota ini. Beberapa kali kulihat Mama ingin melihat kami berada dalam acara sosial atau acara lain seperti keluarga normal di New York ini. Tapi, yang mengundang kami hanyalah orang-orang dari kalangan kami sendiri. Mama sempat merasa rendah diri dan stres karena ini." Dia melihat Venus dengan mata berkaca-kaca, ekspresif sekali. "Aku tidak merasa melakukan hal yang istimewa. Aku mengundang orang tuamu karena mereka memang keluarga yang baik. Sekalipun pamanmu memiliki ... uhm ... jaringan apa kau bilang tadi? Yah, pokoknya itu. Aku tidak merasa kalian musuh kami. Jadi ... uhm ... kenapa tidak?" Venus tersenyum cang
"Terima kasih, Mr. Black. Aku tidak minum." Nova tersenyum dan mengangguk pada Abe yang menawarkan anggur pada tamu-tamunya. "Tidak minum atau tidak bisa minum untuk saat ini, Miss Volkova?" Steve bertanya dengan suara yang lembut seperti yang sering digunakannya untuk menggaet perempuan. "Aku memang tidak pernah minum, Mr. Thompson. Aku ini peminum yang payah. Aku hanya minum seteguk anggur atau sampanye pada acara tertentu dan itu sudah membuat kepalaku sakit." "Biasanya keluarga Rusia sangat suka minum dalam berbagai acara," ucap Steve lagi setelah mengucapkan terima kasih pada Abe. "Sejak kecil ibuku melarangku minum. Katanya, aku harus belajar untuk tetap sadar. Minuman itu bisa membuatku ketagihan dan kehilangan kesadaran. Aku baru boleh minum saat berumur dua puluh satu. Ternyata, aku memang tidak bisa minum. Saat natal tahun kemarin, aku hanya minum satu teguk sampanye dan harus ke dokter untuk meminta obat penahan sakit." "Andai semua
"Aku tidak akan memilihkan gadis sembarangan, Adikku. Kamu harus tahu itu. Miss Volkova bukan gadis yang bisa kau lihat di diskotek atau tempat hiburan lainnya. Dia gadis baik dan memiliki dua gelar di belakang namanya. Penampilan dan catatan kriminalnya sama bagusnya. Dia tidak pernah melanggar aturan lalu lintas atau melakukan pencurian." "Tentu tidak, Ven," kata Steve tanpa melihatnya. Dengan senyum tipis mengembang, Steve berkata lagi, "Miss Volkova adalah anak dari pengusaha perkapalan dan senjata. Dia anak pertama dari dua bersaudara dengan selisih usia lima belas tahun. Kekayaannya tanpa perlu bekerja saja sudah mencapai dua pulu juta dolar yang didapat dari pembagian saham dan investasi yang dia lakukan sejak kecil pada beberapa perusahaan milik keluarganya yang lain. Dia tidak akan pernah punya catatan kriminal lalu lintas karena dia tidak pernah menyetir. Dia juga tidak akan mungkin mencuri sesuatu karena dia hanya perlu menyebutkan barang yang dia mau dan mendapat
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen