Share

4. Kantin Teknik

"Adeknya hantu kali."

Jeffrey terdiam sejenak, sebelum bertanya pada Lana pelan. "Lan, kamu gak ada ngomong macem macem sama Arlin kan?"

"Gak ada lah. Emang aku mau ngomong apa coba."

"Kamu.. gak ada nyinggung-nyinggung soal Arlin yang indigo itu kan?"

Lana mengangkat sebelah alisnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Jeffrey.

"Emang kenapa kalo aku bawa bawa soal itu depan Arlin? Emang bener kan? Kan kamu sendiri yang bilang sama aku."

Jeffrey menutup matanya, berusaha mengendalikan diri dengan menghela nafas dalam. Lana yang melihat raut wajah cowoknya seperti itu mau tak mau harus buka suara membela diri lebih jauh lagi sebelum gadis itu terkena semprotan dari Jeffrey.

"Je, aku gak ada nyinggung-nyinggung itu kok. Aku tadi cuma nanya gimana ceritanya kamu sama Arlin bisa kenal. That's it."

"Serius?"

"Iyaaa sayang, sumpah deh."

"Lan.. aku minta tolong, kalo bisa kamu kedepannya gak usah bawa bawa topik itu ya kalo ketemu Arlin lagi. Arlin gak suka kalo ada yang tau dia punya kemampuan kek gitu. Dia punya trauma. Kamu ngerti kan?"

"Iyaaa Jeje sayang, aku ngerti. Udah ah gak usah bahas dia lagi. Dari kemaren yang diomongin dia mulu."

Jeffrey hanya tersenyum menanggapi sambil mengelus pipi pacarnya pelan. "Btw, hp kamu gak ada di mobil aku. Kamu yakin gak ketinggalan di apartemen?"

Lana seketika tersenyum polos sambil mengeluarkan hp dari tas kecil di pangkuannya.

"Hehe, ternyata keselip di tas Je."

"Duh Lana kamu nih. Tumben banget jadi clumsy gini. Aku tadi sampe nyari ke semua jok mobil aku tau gak." protes Jeffrey sambil memasang wajah kesal.

"Maaf sayang, namanya keselip, hehe."

Jeffrey hanya tersenyum kecut lalu mengajak Lana untuk segera pulang karena cowok itu mempunyai tugas yang belum diselesaikannya. Lana hanya tertawa kecil melihat tingkah pacarnya yang sedang merajuk itu. Yah Lana sedikit merasa bersalah sih, karena sebenarnya sedari tadi, cewek itu berbohong soal hp nya yang hilang. Lana bukan perempuan bodoh yang bisa lupa dimana ia meletakkan hpnya. Gadis itu hanya ingin Jeffrey pergi meninggalkannya sejenak berdua bersama Arlin, agar Lana dapat sedikit bermain main dengan sahabat pacarnya itu.

---

"Anjir lo Than! Pelan pelan dong!" ucap Haikal saat merasakan tubuhnya ditabrak oleh Nathan yang baru saja mendudukkan bokongnya di sebelah Haikal dengan rusuh.

"Ah lemah lu Kal. Udah berasa nyenggol nenek nenek gue." ucap Nathan pada Haikal yang kini telah berada di sebelahnya.

Mereka saat ini sedang berada di sebuah kafe langganan mereka. Seperti biasa, mereka menemani Ryand yang baru saja selesai mengisi job menyanyi di kafe itu. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk menemani Ryand mengisi job di cafe langganan mereka. Sekalian hitung-hitung nongkrong untuk melepas penat juga sih. Tentu saja bersama Jevan dan Ryand yang sekarang sedang berkutat dengan ponsel masing-masing di hadapan Haikal dan Nathan. 

"Widih cakep juga nih cewek. Ada pawangnya ga ya."

"Buset dah, inget cewe lu anjir, Than! Sekali-kali tobat napa ah." protes Ryand yang sekarang telah menaruh ponselnya di atas meja dan mengambil kentang goreng dengan topping keju milik Jevan di hadapannya.

Jevan yang mendengar gerutuan teman temannya hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecil, merasa sudah terbiasa dengan tingkah laku teman temannya itu. Sedangkan Haikal yang berada di sebelah Nathan, langsung bergerak cepat ke arah Nathan untuk melihat layar ponsel cowok itu, hendak mengkonfirmasi ucapan Nathan barusan.

"Lah, itu kan si Arlin temen gue."

"OH IYA WOY! Yang kemarin kita bantuin ke ruang pak Rendra kan ya." seru Nathan sembari memukul pundak Haikal dengan keras sampai sang empu mengaduh kesakitan sambil mengelus-ngelus pundaknya.

"Sat, pelan pelan nying! Gak pake mukul gue juga sat."

"Hehe sorry sorry bro, terlalu bersemangat. Pantesan gue ngerasa gak asing sama nih cewek, baru aja mikir nih cewek jodoh gue."

Sekarang giliran Haikal yang menggeplak jidat Nathan dengan keras, hingga cowok itu berteriak berlebihan. Empat serangkai ini memang sudah tidak mempunyai urat malu lagi. Pokoknya kalo menurut mereka, dunia milik mereka berempat aja, yang lain ngontrak.

"Gak usah pepet-pepet temen gue ya lo. Awas aja." ucap Haikal penuh peringatan.

"Widihhh. Lo naksir si Erlan nih ceritanya?" ucap Nathan sambil berseru.

"ARLIN SAT! ARLIN ANJER! Erlan mah bencongnya teknik sipil yang suka pepetin Jevan." protes Ryand sambil melemparkan satu kentang goreng ke arah Nathan. Jevan yang sedari tadi menonton hanya bisa terkekeh kecil sambil sesekali menggeleng gelengkan kepala.

"Jir kalian emang pada demen nyiksa gue ye, untung aja gue sabar." kata Nathan sambil mengelus dada Haikal yang berada di sebelahnya. Soalnya kalo ngelus dada Jevan, yang ada Nathan malam ini gak pulang ke rumah mama papanya, tapi ke samping kuburan neneknya. Iya, soalnya kata Nathan, neneknya yang terlampau sayang sama cucunya itu dulu mengucapkan sebuah permintaan terakhir kepada anak-anaknya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, yaitu agar liang lahat kuburan wanita tua itu harus bersampingan dengan liang lahat Nathan di masa depan.

Haikal hanya melirik sinis ke arah Nathan sambil berusaha menyingkirkan tangan Nathan dari dadanya. "Bukannya gue naksir jir. Tapi kalo lo mau main-main jangan Arlin deh." protes Haikal.

"Kenapa emang?"

"Arlin udah punya masalahnya sendiri. Gak usah lo tambah masalah lagi! Makanya gak usah pepet-pepet dia lo, ah!"

"Lagian Than, urusin aja napa itu cewek lo. Setia dikitlah." ucap Ryand pelan sambil masih mengunyah kentang goreng Jevan.

"Yeu. Gak usah serius serius napa kalian. Siapa juga yang mau beneran pepet si Arlan Arlan itu. Kayaknya ceweknya tipe yang cuek-cuek gitu deh, gak demen gue sama modelan cewek jutek begitu. Tadi mah asal nyeplos gara-gara foto dia lewat di explore i*******m gue."

"Namanya Arlin, Than." ucap Jevan pelan yang akhirnya bersuara.

"Mana sih fotonya coba liat." Ryand yang penasaran pun langsung berdiri dan menghampiri Nathan yang berada di seberangnya.

"Hm cakep sih emang."

"Emang cantik si Arlin mah. Kalian aja yang baru nyadar." ucap Haikal dengan bangga.

"Pokoknya kalian kalo mau main main, gak usah sama Arlin ya! Gak ada pokoknya pepet-pepet tuh temen gue!" tegas Haikal lagi.

"Dih posesif amat. Pacar juga bukan." sinis Ryand.

"Bukan masalah gitu Yan, kek yang tadi gue bilang dah. Arlin udah punya masalahnya sendiri. Jangan kalian tambah. Kasian gue sama dia."

Jevan terdiam sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang dari tadi ada di kepalanya.

"Emang masalah apa sih? Semua orang juga punya masalah."

"Gak gitu Jev. Ya pokoknya ada lah. Masalah yang belom tentu bisa kita hadepin kalo jadi dia pokoknya! Dah ah! Gak usah bahas Arlin lagi. Kasian tuh bocah, lidahnya udah berdarah berapa liter gegara kita omongin dari tadi."

Ryand dan Nathan hanya mengedikkan bahunya tanda mereka tidak peduli. Sedangkan Jevan, entahlah, cowok itu hanya mengangkat sebelah alisnya menandakan ia tidak puas dengan penjelasan Haikal. Tapi ya sudah, toh Jevan tidak mengenal cewek itu. Jadi, dia tidak peduli.

Atau mungkin, pura pura tidak peduli.

---

Arlin baru saja turun dari ojek online saat tiba tiba ada yang memanggil namanya dari arah parkiran. Sontak gadis itu segera menoleh dan mendapatkan sosok wanita yang umurnya tidak jauh berbeda dari Arlin sedang membawa sebuah paperbag dan berjalan ke arahnya. 

"Kamu Arlin kan?" tanya wanita itu.

"Iya mbak. Ada apa ya mbak?"

Wanita itu terkekeh selama beberapa saat membuat Arlin sedikit mengerutkan keningnya bingung. 

"Kamu lupa ya sama Teteh? Ini Teh Yumna, Tetehnya Haikal. Itu loh yang dulu pernah kamu ciduk pas Teteh lagi persiapan mau bertempur sama cowok Teteh tapi kamu tiba - tiba muncul di depan pintu kamar Teteh sambil teriak-teriak kaget." ucap wanita itu sambil tertawa keras.

Sejenak Arlin menganga karena baru saja diingatkan oleh kejadian yang sangat memalukan itu. Ya ampun, sebenarnya yang harusnya malu itu wanita di hadapannya ini sih. Tapi kenapa malah seakan-akan Arlin yang sudah berbuat dosa. Padahal kan Arlin waktu itu hanya tidak sengaja menciduk kakaknya Haikal ini sedang persiapan 'perang' bersama pacarnya, itu pun karena Arlin sedang mencari Haikal yang gak tau kenapa malah menghilang di tengah-tengah kerja kelompok mereka saat awal ospek. 

Saat itu Haikal dan Arlin dibentuk menjadi satu kelompok oleh kakak pembimbing ospek mereka. Mereka pun memutuskan untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah Haikal. Saat asik-asiknya mengerjakan tugas, Haikal izin untuk pergi ke dapur mengambil cemilan tambahan. Tapi karena Haikal gak balik-balik lagi setelah Arlin sudah hampir selesai mengerjakan tugas mereka. Arlin memutuskan untuk mencari Haikal, sekalian ingin berpamitan untuk pulang berhubung hari sudah semakin malam. Arlin berdiri dan berjalan menjauhi ruang keluarga rumah Haikal, sambil sesekali memanggil Haikal dan mengucapkan 'permisi', gadis itu mengitari rumah cowok itu. Saat melewati sebuah kamar dengan pintu terbuka, Arlin mendengar suara suara aneh, karena ia pikir mungkin saja Haikal berada di kamar tadi. Gadis itu pun memundurkan langkahnya sedikit hingga saat ia mengintip sedikit ke dalam kamar, gadis itu reflek menjerit karena baru saja melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat. Seketika Arlin segera berlari kencang kembali ke arah ruang keluarga Haikal. Haikal yang mendengar suara teriakan Arlin segera bergegas keluar dari kamarnya. Saat cowok itu sudah di ruang keluarga dan menanyakan pada Arlin, gadis itu hanya berkata bahwa tugas kelompok mereka sudah selesai dan sekarang ia harus pulang. Haikal hanya meringis melihat Arlin yang buru buru keluar dari rumahnya tanpa menoleh ke arah Haikal. 

Haikal rasanya amat bersalah waktu itu. Soalnya cowok itu yang awalnya pergi ke dapur untuk mengambil cemilan, mendadak lupa kalau ada Arlin yang sedang mengerjakan tugas kelompok di ruang keluarga mereka saat tiba tiba Jevan, Ryand, dan Nathan menelfonnya dan mengajak Haikal untuk 'mabar' dan mengancam cowok itu kalau ia tidak ikut dalam waktu lima menit maka Haikal harus menjadi babu mereka bertiga selama seminggu. Tentu saja Haikal tidak mau, semangat tempurnya mendadak naik dan cowok itu pun melupakan teman sekelompoknya yang sedang berjuang di ruang keluarga.

Dan lagi-lagi, Haikal menjadi merasa amat bersalah pada Arlin. Karena keesokan paginya, kakak perempuan Haikal berkata dengan santainya ke cowok itu kalau semalam Arlin tanpa sengaja menciduk kakak perempuannya saat sedang melakukan persiapan 'pertempuran' bersama pacarnya di kamar yang lupa ia tutup pintunya. 

"Lin? Jangan bengong Lin, masih pagi ini sayang." ucap Teh Yumna sambil tersenyum geli pada Arlin.

"Eh iya kak hehe sorry sorry. Tadi kenapa ya kak?" ucap Arlin sambil berusaha menetralkan raut wajahnya supaya gak ketahuan kalau dia baru saja mengingat kejadian pencidukan dulu.

"Duh panggil Teh Yum aja. Jangan panggil kakak, berasa lagi cosplay jadi mbak mbak guardian deh Teteh."

"Iya Teh, hehe."

"Oh iya, ini Lin, Teteh boleh minta tolong gak sama kamu? Tolong kasi ini ke Haikal dong. Tuh bocah lupa bawa proposal acara dia katanya. Sama ini nih, ada lunchbox titipan mamanya Haikal, soalnya itu anak belum sarapan dari tadi. Iya Lin, gak usah kamu hujat ya. Emang manja banget kok anaknya. Ini Teteh wakilin kamu buat hujat dia."

Arlin melongo sejenak mendengar penjelasan kakak temannya itu sebelum kembali memasang senyum formalnya.

"Iya, boleh Teh. Kalo gitu nanti aku kasi ke Haikal." ucapnya sambil menerima paperbag yang sudah disodorkan oleh Yumna.

"Makasih banyak ya Lin. Sorry nih Teteh ngerepotin, soalnya Teteh harus ke kantor lagi abis ini jadi gak bisa lama lama disini."

"Iya Teh sama sama. Gapapa kok."

"Okee kalo gitu Teteh balik ya, byeee Arlin." ucap Yumna sambil melambaikan tangannya dan tak lupa dengan senyum lebarnya.

Arlin hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah Yumna yang sekarang sudah berada cukup jauh dari tempat ia berdiri tadi. Sejenak Arlin memandang paperbag yang berada di tangannya. Sebelum beranjak masuk ke dalam gedung fakultas.

---

Arlin sesekali mengecek ponselnya, berharap ada notifikasi pesan dari Haikal yang dapat memberi tahu keberadaan cowok itu. Arlin sejak tadi sudah mengirim pesan pada Haikal, menanyakan keberadaan cowok itu, tapi cowok itu tampaknya belum juga membalas pesannya. Ini sudah selesai jam kelas Arlin dan cewek itu belum juga memberikan titipan dari kakak perempuan temannya itu. Kalau begini, gimana cara Arlin bisa pulang ke apartemennya dan menikmati strawberry cheesecake sambil menonton drama korea.

Arlin menolehkan kembali ke arah kanan kiri. Berharap menemukan salah satu anak jurusan dia yang menurutnya satu kelas dengan Haikal. Tetapi ini sudah lebih dari 10 menit Arlin berdiri di koridor dan sama sekali tidak menemukan keberadaan orang yang sekiranya bisa ia tanyakan perihal keberadaan laki-laki tersebut.

Saat Arlin mau melangkahkan kakinya keluar, gadis itu dicegat oleh sosok perempuan tanpa pergelangan tangan yang kini sedang menatap Arlin dengan polos. 

'Anjrit ini gak bisa lebih normal lagi apa munculnya! Mana tampilannya begini lagi bikin mual gue aja.' rutuk Arlin dalam hati.

"Hehe permisi mbak. Saya mau lewat, hehe."

Hantu tanpa kedua pergelangan tangannya itu tak bergeming dan hanya memandangi Arlin dari ujung kepala hingga kaki sambil sesekali memiringkan kepalanya tampak menilai. Arlin yang merasa bahwa sekarang ia sedang dinilai oleh hantu tentu saja kesal. Duh, Arlin sadar kok kalo dia tuh gak cantik cantik amat. Tapi masa selain harus di body shaming sama manusia, sekarang cewek itu harus di body shaming sama setan. Gak level banget dong. 

"Kamu… lagi bingung ya?"tiba tiba hantu itu berucap sambil masih memiringkan kepalanya menatap Arlin.

Arlin mengerutkan keningnya, bingung. Apa sih nih setan, sejak kapan para hantu jadi peduli sama dia.

"Emang ada apa ya mbak? Hehe, saya boleh lanjut jalan gak mbak? Saya lagi buru buru nih."

"Kamu… lagi cari orang kan?"tanya hantu itu pelan. Arlin terdiam sejenak sebelum kembali bersuara.

"Iya sih, lagi cari orang, kenapa mbak? Mbak juga lagi cari orang?"

"Saya.. mau bantu.. kamu.."

Arlin melongo. Wah apa ini yang dimaksud dengan setan tobat. 

"Eh gak apa apa mbak. Gak usah, saya bisa sendiri kok." tolak Arlin dengan halus. Bukan apa-apa, tapi Arlin hanya tidak mau kalau nanti dia dibantu sama mbak setan ini, yang ada dia harus simbiosis mutualisme, alias dia akan dimintai bantuan dengan hantu ini seperti kemauan hantu-hantu lainnya.

"Saya.. gak akan minta imbalan kok.."

"..saya cuma.. kasian sama kamu.. belum makan dari pagi.. dan linglung karena lagi mencari orang.. ngingetin saya sama anak saya yang hilang.."

Waduh kalau begini caranya Arlin gak tau sih dia harus seneng apa sedih karena dikasihani sama setan. Rasanya, Arlin sangat menyedihkan sekali dimata hantu perempuan ini. Tapi kalau dipikir pikir kasihan juga sih hantu di depannya ini. Kayaknya dia gak lagi bohong soal anaknya.

"Kamu.. cari teman laki laki kamu yang kulitnya sawo matang dan sering pergi sama tiga temannya yang ganteng-ganteng itu kan.."

Arlin seketika berjengit mendengar perkataan hantu di depannya. Bukan terkejut karena hantu itu tau siapa yang ia cari. Tapi terkejut karena ternyata walaupun gentayangan - gentayangan begini, setan ini ternyata masih punya selera yang tinggi.

"Eh iya sih mbak, saya emang lagi cari Haikal. Emang mbak tau orang itu lagi dimana?"

"Dia.. di kantin.."

"Hah? Tadi saya udah cari ke kantin kok mbak, tapi orangnya gak ada."

"Bukan.. bukan di kantin gedung ini.. tapi di kantin teknik…"

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status