Share

Part 3: Penduduk Dunia Manusia

Di dalam kamarnya, Higiri melakukan semua persiapan dan membereskan baju-bajunya. Ia lalu teringat ada sesuatu yang harus ia lakukan, seketika itu juga ia pergi menuju lapangan luas di belakang istana. Ia lalu berdiri tegak sambil menadahkan tangannya. Seketika, langit di sana mendadak penuh bintang, padahal masih menjelang sore. 

Sepertinya para bintang berkumpul karena panggilan sang pangeran. Higiri lalu membuka telapak tangannya, sebuah tongkat berwarna merah muncul begitu saja. Ia lalu mengangkat tongkat tersebut ke depan, sambil mengalunkan nada-nada indah dari bibirnya, yang perlahan, membuat tongkat tersebut bersinar tiba-tiba. Ia lalu berhenti mengalunkan nada-nada indah tadi begitu melihat tongkat tersebut bersinar.

"Wahai nada-nada indah yang kualunkan, ijinkan aku meminjam kekuatan kalian. Seorang gadis menunggu untuk ditemukan, dan jika ia adalah cinta sejatiku, berikanlah kekuatan kalian untuknya, agar dia bisa bersanding denganku!" 

Ia mulai mengalunkan beberapa nada indah seperti musik-musik klasik yang terkenal. Tongkat miliknya mulai berkelap-kelip, lalu tiba-tiba angin kencang bertiup, dan alunan dari nada-nada yang indah itu kemudian membuat ke tongkat merah milik sang pangeran semakin bersinar. Cahaya yang mulai tampak bersinar kuat, mendadak keluar dari dalamnya.

Setelah beberapa detik, sinar tersebut menampakkan wujudnya. Sebuah kalung yang nampak terbuat dari emas putih, dengan liontin berbentuk sebuah tangga nada yang berwarna putih gading. Tiba-tiba, langit kembali seperti semula. Higiri tersenyum, lalu menangkap kalung itu, dan mulai berjalan kembali ke kamarnya. 

Pengawalnya, Ardee, menemukan tuannya sedang tersenyum di halaman belakang istana, berjalan sambil menggenggam erat sebuah kalung, "Tuan Muda, apakah Anda yakin akan kembali ke dunia manusia? Aku akan ikut bersamamu, Tuan Muda”. 

Higiri lalu menggelengkan kepalanya berkali-kali dan membalas, "Tidak. Kau tidak akan ikut bersamaku sama sekali. Gadis itu kemungkinan besar tidak akan nyaman jika kau ikut, terlebih lagi aku sendiri tidak bisa berkata jika aku bukan makhluk dari dunia manusia. Aku akan baik saja, di dunia manusia tidak terjadi perang antar suku, tidak seperti di sini. Justru seharusnya kau tetap disini, aku akan selalu mengabari. Jaga ayah dan ibu, karena kita tidak tahu kapan suku Bass akan menyerang kita lagi," jawab Higiri sambil menepuk bahu Ardee, lalu beranjak pergi. 

Dalam kamarnya, ia menyendiri sambil duduk melihat pemandangan luas dari jendela kamarnya. Ia masih menggenggam kalung tersebut - dan para penduduk suku di Dunia Musik menyebut kalung tersebut sebagai Musical Scale, yang hanya bisa dipakai oleh para penduduk suku di seluruh Dunia Musik, karena terdapat kekuatan magis dari nada-nada yang tersimpan dalam kalung tersebut.

Sambil mendesah sedikit, Higiri bergumam, "Aku akan menemukanmu, Kenta, bahkan namamu masih sangat kuingat. Gadis kecil berambut biru tua dengan bola mata berwarna biru langit, entah mengapa selalu terbayang dalam pikiran dan khayalanku, fisiknya tampak seperti bukan terlahir dari suku dunia manusia… Kenta, tunggu aku." 

Dan langit yang sore cerah tertiba saja menjadi gelap malam perlahan dengan bintang-bintang yang mulai berkelap-kelip memancarkan sinar mereka. Malam itu juga, Higiri memutuskan untuk langsung bergegas, menuju ke dunia manusia. Sebuah kereta rupanya sudah datang dan menunggu kehadirannya.

 "Yang Mulia Pangeran, kereta antar dunia sudah siap..," bisik Ardee yang ternyata sudah menunggu Higiri keluar dari kamarnya. 

Higiri langsung menuju kereta antar dunia tersebut, dan Ardee membantunya menaikan seluruh barang bawaan tuannya tersebut. Dan dimulailah pencarian itu, apakah masih bisa menemukan gadis idamannya yang selama ini ia impikan dan ia rindukan? 

Pagi ini di dunia manusia sangat cerah. Burung berkicau dan tentu saja, jalanan mulai macet serta klakson mobil bersahutan. Bahkan kereta bawah tanah - MRT atau Mass Rapid Transit - di negara ini, pagi sekali sudah sibuk orang keluar-masuk. Inilah kehidupan di dunia manusia, tepatnya. Sambil menunggu kereta MRT datang, Higiri berdiri tegak sambil membawa tas jinjing berbentuk koper kecil. Ia juga mengenakan blazer berwarna biru dongker, dengan lambang sebuah sekolah di dada kirinya. Baju seragam sekolah di dalam blazernya, berwarna abu-abu. Tak lupa juga, celana panjang berwarna senada dengan blazer sekolahnya. Tampan, dan tidak akan ada yang tahu bahwa Higiri adalah pria berusia dua puluh tahun. Ia nampak seperti anak muda berusia sekitar enam belas, atau tujuh belas tahun. 

Sambil memperhatikan beberapa gadis tersenyum sambil melirik dirinya, ia malah berpikir kesal, "Maksudku, harusnya ayah menempatkanku di sebuah universitas, bukan sekolah menengah!" ucapnya dalam hati, namun beberapa detik kemudian ia berucap lagi, "Ya sudahlah, aku juga tidak tahu apakah gadis itu ada di universitas atau sekolah menengah, atau dia tidak bersekolah? Usianya berapa aku juga tidak bertanya waktu itu, aku hanya mengingat nama dan fisiknya saja!" 

Kereta MRT sudah datang, Peringatan kereta datang dan menunggu sudah berbunyi, pintu kereta juga sudah terbuka. Higiri langsung masuk dan melihat tidak ada tempat duduk lagi, ia memutuskan berdiri berpegangan saja, sambil memperhatikan semua gadis yang naik dan turun dan sekelilingnya. Kereta terus berjalan dan sampailah pada stasiun yang dituju. Higiri melanjutkan dengan berjalan kaki menuju sekolahnya, tentu sambil melihat sekeliling mencari gadis idamannya. Matanya terus mencari, berharap ia bisa menemukan sang gadis impiannya. Kota kecil ini memang dulunya adalah sebuah desa, namun sepuluh tahun terakhir, pembangunan sangat gencar, masif, dan cepat sekali karena lahan kosong sangat banyak. Bahkan di desa yang jaraknya agak jauh dari kota ini pun, kehidupannya mulai modern. 

Sesampainya di sekolah, Higiri langsung masuk melalui pagar depan, ia mencari kelasnya. Namun, tiba-tiba saja seluruh gadis yang berada di sana meliriknya dengan rayuan yang membuatnya tidak nyaman, namun ia lanjut berjalan menuju kelasnya. Para gadis tersebut tersenyum, bahkan ada yang berbisik satu sama lain. Sesampainya di kelas, ternyata sang guru sudah menunggu. Murid-murid di kelas itu juga sudah duduk di tempat duduknya masing-masing, walaupun agak sedikit ribut karena para murid pagi itu sedang membicarakan ujian tahun depan yang gosipnya, akan diperberat soalnya. Higiri lalu masuk ke dalam kelas, dan tidak lupa membungkuk memberi hormat kepada gurunya, dengan menunduk agak rendah. 

"Murid-murid sekalian, perhatian semuanya! Di kelas kita sekarang kedatangan murid baru, perkenalkan ini adalah Hijiribashi Higiri, pindahan dari Kansai. Sekarang dia berada di Tokyo mengikuti keluarganya. Saya harap kalian bisa berbaur dan berkenalan secara pribadi nanti, sekarang, Higiri, silakan perkenalkan diri anda kepada teman-teman anda di kelas ini”

Higiri lalu berdiri tegak di depan kelas, menghadap seluruh murid yang ada, sambil berseru, "Selamat pagi semua. Nama saya Hijiribashi Higiri. mohon bantuannya." ucap Higiri sambil menundukan kepalanya di hadapan teman-temannya. 

Beberapa murid membalas Higiri dengan mengucapkan, “Selamat pagi juga!”

Setelah Higiri memperkenalkan dirinya sendiri, sang guru lalu menunjuk sebuah kursi dan meja yang berada di belakang, sambil berkata, "Silahkan duduk di sana, meja kosong persis di sebelah Kaito, semoga harimu menyenangkan!"

Higiri mengambil langkah dan duduk di sebelah seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh belas tahun. Ia bernama Kaito. Kaito dikenal sangat pendiam, namun ia mempunyai aura yang khas, membuat beberapa gadis di sana menyukai penampilannya yang maskulin dan gagah. 

M.D.Samantha

revisi pertama, mohon di acc. alur cerita sudah diperjelas dan sedikit koreksi.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status