Tanto berjalan tergesa ke arah kantin saat dia ingat bahwa Syl tertatih-tatih ke arah sana sepuluh menit yang lalu. Saat dia melihatnya, Tanto baru saja berniat untuk mandi. Jadi, dia tidak bisa mengejarnya begitu saja. Hal inilah yang membuat Tanto ingin memaki dirinya sendiri. Andai Tanto mandi lebih awal, dia pasti akan bisa segera mengejar gadis itu.
"Mau ke mana?" tanya salah satu teman sekamar Tanto.
"Kantin!"
Tanto sama sekali tidak berniat menunggu temannya itu. Dia melihat ke arah jam tangannya. Sial! Para bujang lapuk shift malam pasti sudah sampai di security gate. Jika mereka tahu Syl sarapan sendirian, Tanto bisa melihat apa yang akan mereka lakukan. Hal ini membuat Tanto merasa tidak nyaman. Apalagi Dewi bilang bahwa Syl tidak suka ditatap seperti itu. Makanya, selama ini Tanto berusaha untuk memandangnya dengan biasa saja. Hanya dia yang tahu bagaimana jantungnya berdetak setiap saat.
"Syl di kantin sama Andera!"
"Gila, Andera yang alergi cewek aja mepet Syl."
"Kalian gak tahu, Andera nolak tawaran June pas June nawarin diri buat nganter Andera ke klinik."
"Bukan cuma itu aja, Andera juga bersikeras nganterin Syl ke asramanya. Padahal si Bagas yang tugas di sana udah mau ngambil alih."
Tanto berhenti sejenak dari langkahnya ketika dia mendengar percakapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Andera dengan Syl? Apa Syl memang janjian dengan Andera makanya dia tidak makan dengan Dewi dan Dayat? Yah, tidak ada yang salah dengan Tanto jika dia berpikir seperti itu. Syl selalu menghindari semua karyawan laki-laki selain June yang dia anggap sebagai abang. Dia juga tidak dekat dengan Andera sebelum insiden itu. Lalu, hari ini tiba-tiba mereka sarapan bersama? Kali ini, Tanto tanpa sadar menyentuh dadanya.
"Andera akhirnya bergerak juga."
Tanto merasa sangat marah dengan Andera. Dulu, Tanto dan Andera itu seangkatan. Mereka masuk kerja di hari yang sama. Sebelum Tanto menjadi mekanik, dia ditempatkan di line dryers. Sedangkan Andera berada di core. Pada masa itu, mereka menjadi ikon dari setiap percakapan tentang antar line di departemen industri. Setiap ada perbincangan tentang Andera, di saat itulah ada Tanto. Begitulah sebaliknya. Mereka menjadi jauh juga karena rasa canggung ini.
"Andera ngambilin Syl susu cokelat!"
Susu? Bukannya Syl suka susu stroberi? Tanto langsung tersenyum dengan senang. Dia berbalik dan berlari ke arah kantin. Dia tahu dari Dayat bahwa Syl terpaksa meminum susu cokelat karena Dayat tidak suka stroberi. Jadi, saat ini Tanto berniat untuk membelikan Syl sekotak susu stroberi. Dewi juga pernah berkata bahwa Syl suka cupcake yang ada di koperasi.
***
"Buat kamu."
Syl yang baru saja merasa lega saat Andera masuk ke dalam dapur harus menoleh dengan kaget sekali lagi. Dan lebih kaget saat dia melihat Tanto berdiri di sana sambil mengulurkan susu stroberi. Sial! Kenapa lelaki ini harus tahu bahwa Syl tidak bisa menolak apapun yang berbau stroberi? Jika dia memberikan Syl susu cokelat, Syl akan bisa menolaknya.
"Teri ...."
Sebelum Syl bisa meraih susu itu, sebuah gelas plastik yang dingin berada di depan tangannya. Tanto dan Syl menoleh ke arah uluran gelas itu. Di sana, Andera berdiri kokoh sambil menatap ke arah Syl. Pantas saja Dewi tidak bisa menolak permintaan lelaki ini? Tatapannya membuat punggung dingin.
"Aku sudah meminta susu cokelat dari Mak Yah. Kamu gak sabar nunggu jadi ngambil susu dari orang lain?" tanya Andera.
"Emang kalau Syl ngambil apa urusannya denganmu?"
Syl hanya bisa melongo saat dua lelaki itu mulai perang argumen. Dan lagi, semua mata tertuju ke arah mejanya. Syl hanya berdoa agar Mak Yah atau Mak Nem datang ke sini. Dan doa itu terkabul saat Syl melihat Mak Yah hendak mengambil barang di gudang.
"Kenapa ribut di kantin!"
Mak Yah datang seperti seorang nenek yang hendak menghukum cucu laki-lakinya yang nakal. Di tangan kanannya ada sebuah sapu lidi. Ini terkenal sebagai senjata Mak Yah bisa ada karyawan yang ribut di kantin. Sedangkan untuk Andera dan Tanto, mereka duduk bersisian dengan manis. Syl hanya bisa menahan tawa dengan sikap mereka. Mak Yah sudah seperti Ibu Mess kedua di kilang ini. Wilayah kekuasaannya adalah dapur. Bahkan Pak Man—supervisor dapur—sangat menghormati wanita tua ini. Mak Yah juga selalu dipuji oleh kalangan atas, jadi bagaimana karyawan lain bisa bersikap kurang ajar?
"Syl, jelaskan kenapa," ucap Mak Yah meminta penjelasan. Dia tahu bahwa Syl tidak akan membuat keributan dengan menggoda dua lelaki ini. Jadi, Mak Yah memilih untuk bertanya dengannya.
"Ini salah Syl ..."
"Enggak, ini Anto yang salah."
"Andera yang salah!"
Tanto dan Andera langsung buka mulut saat mereka melihat bahwa Syl menyalahkan diri sendiri. Mereka tidak tega melihat Syl yang tertunduk seperti ini. Wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca. Benar-benar membuat Tanto dan Andera merasa ingin memukul dirinya sendiri. Andai June ada di sini, dia pasti sudah menendang dua orang ini.
"Teruskan," suruh Mak Yah tanpa menoleh ke arah Tanto dan Andera.
"Syl pagi ini ingin susu. Jadi Syl berniat untuk ke dapur meminta susu sama Mak Yah. Syl lupa bawa susu sachet. Namun, Bang Andera bilang bahwa dia akan membantu mengambilkan karena kaki Syl yang belum sembuh. Lalu, tiba-tiba Bang Tanto ngasih susu stroberi. Mak Yah tahu kalau Syl gak bisa nolak susu stroberi," ucap Syl sambil tertunduk malu. Mulai saat ini, semua orang akan tahu bahwa kelemahan Syl adalah susu stroberi ataupun sejenisnya.
Andera dan Tanto memandang Syl dengan bingung. Andera mengira bahwa dia lebih memilih susu yang diberikan oleh Tanto. Dan Tanto sendiri juga mengira bahwa dia selangkah lebih maju dari Andera. Nyatanya, Syl tidak menolak pemberiannya karena itu adalah susu stroberi.
"Sebenarnya, bagaimanapun juga, Syl bakalan nerima semuanya. Syl bakalan minum susu dari Bang Andera dulu. Trus susu dari Bang Tanto diminum siang atau malam. Karena susu dari Bang Tanto masih di dalam kotak kemasan. Tapi mereka udah ribut duluan," sungut Syl.
Hal ini membuat Mak Yah terkekeh. Syl memang masih seperti anak kecil jika itu menyangkut susu. Namun, dia lebih suka susu stroberi, terlebih lagi susu pisang. Sayangnya, di koperasi tidak ada susu pisang. Mak Yah tahu ini karena Syl selalu menitip susu pisang jika wanita itu pergi ke bandar.
"Kalian berdua sudah dengar?"
Andera dan Tanto hanya mengangguk. Mereka sebenarnya sangat malu. Sayangnya, wajah mereka tidak menunjukkan hal itu. Bisa dibilang mereka sangat ahli dalam hal menyembunyikan perasaan. Ini membuat siapapun tidak bisa melihat apa yang mereka berdua pikirkan.
"Syl ambil ke dua susu itu. Lalu pulang ke asrama dengan Mak Nem. Sebentar lagi Mak Nem keluar."
Syl mengangguk setuju. Kemarin, Mak Nem mengubah jadwal menjadi shift malam karena encok Mak Yah kumat lagi. Jadi, sebentar lagi Mak Nem bakalan keluar dari dapur. Dan itu benar terjadi tak lama kemudian. Mak Yah yang melihat itu bangkit dan berjalan ke arah Mak Nem. Dia sepertinya mengatakan sesuatu karena Mak Nem sesekali menganggukkan kepalanya.
"Syl ayo ke asrama."
Syl tersenyum ke arah Mak Nem. Dia bangkit dengan hati-hati. Kakinya masih agak sakit saat dibuat berjalan, jadi dia hanya bisa tertatih-tatih berjalan ke arah Mak Nem. Andera sudah mengambil alih piring bekas Syl secepat kilat. Dia meletakkan di wastafel cuci piring sebelum berjalan ke arah Syl. Niatnya ingin membantu Syl membawa gelas susunya. Hanya saja, barang-barang itu sudah ada di tangan Tanto.
"Syl bisa bawa sendiri, Bang Tanto," tolak Syl. Gadis ini masih saja mencoba meraih gelas itu dari tangan Tanto.
"Kamu jalan aja."
Melihat bahwa Tanto tak mau menyerah, Syl hanya bisa mengalah. Dia tidak ingin membuat banyak drama di kantin. Jika tidak, akan banyak rumor yang beredar keesokan harinya.
***
Dewi tertawa terbahak-bahak saat mendengarkan cerita Syl. Bagaimana tidak, dia tidak menyangka dua orang yang paling diminati para gadis itu akan melakukan hal konyol seperti ini. Apalagi sampai disidang oleh Mak Yah. Ini adalah sesuatu yang baru semenjak Dewi datang ke sini.
"Jangan tertawa keras-keras. Kami sedang di luar asrama."
Malam ini, Syl diseret oleh Dewi agar mau duduk-duduk di kursi depan asrama. Dari sini, mereka bisa melihat lapangan basket yang menjadi jarak antara asrama putri dan putra. Selain itu, ada juga pagar besi setinggi lima meter dengan ujung runcing di bagian atas. Hal ini semakin membuat susah karyawan putra untuk menyelinap. Kilang memperlakukan hal ini agar sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Namun, di malam hari, mereka masih bisa berkumpul di sekitar lapangan basket sampai jam sembilan malam.
"June ngapain ke arah sini?"
"Mun, June ke arah asramamu!"
Syl, Dewi, dan Mun memang satu asrama. Namun, Syl jarang berinteraksi dengan Mun karena perempuan yang satu ini selalu sinis. Mun hanya bersikap baik jika ada Mak Yah dan Mak Nem. Jadi, Syl memutuskan untuk menjaga jarak. Malam ini, Mun dan Syl duduk tidak terlalu jauh. Hanya berjarak satu kursi taman. Jadi, mereka tidak akan bisa menebak ke mana June akan berhenti. Namun, Dewi sudah bisa menebak hal ini. Dan tebakan Dewi benar saat June berhenti di depan Syl dan tanpa ragu-ragu duduk di samping Syl yang masih kosong.
"Bagaimana kakimu?" tanya June sambil melihat ke kaki Syl yang masih dibalut.
"Sudah bisa berjalan. Mungkin selasa bisa kerja lagi," jawab Syl sambil tersenyum. Senyumnya selalu mencapai matanya jika dia mengobrol dengan June, Dewi, dan Dayat.
"Baguslah, besok lagi kamu harus lebih hati-hati ya. Jangan sampai seperti ini lagi."
Syl mengangguk setuju. Lalu dia melihat June mengulurkan sebuah paperbag. Hal ini membuat Syl canggung karena teringat insiden tadi siang. June sendiri tahu bahwa Syl bingung apakah harus menerimanya atau tidak.
"Ambilah. Ada untuk Dewi juga di sini. Teman satu kamarku ke bandar tadi. Aku titip cheesecake dan tiramisu, tapi ternyata kebanyakan. Ada susu pisang juga," ucap June.
Syl yang melihat bahwa June tidak ingin dibantah akhirnya menerima paperbag itu dengan penuh senyum. June adalah salah satu orang yang tahu bahwa Syl menyukai susu pisang lebih dari susu stroberi. Karena hal ini, dia tahu bahwa June memang berniat memberikan hal ini untuknya. Lagi pula, Syl sangat tahu bahwa June tidak suka hal-hal yang manis.
"Boleh dimakan sekarang?" tanya Dewi menggoda
Dewi sebenarnya ingin mengumpati June karena membawa namanya hanya untuk membuat Syl menerimanya. Padahal mereka tidak seakrab itu. Andaikan yang memberikan ini adalah Tanto, Dewi tidak akan semarah ini karena mereka berdua teman dekat. Namun untuk June, Dewi hanya ingin meremas muka penuh senyumnya itu.
"Gakpapa. Aku seneng jika langsung dimakan."
Setelah June mengucapkan hal itu, Dewi langsung merebut paperbag dari tangan Syl. Dia mengeluarkan satu potong cheesecake untuk Syl. Lalu dia mengambil satu potong tiramisu untuk dirinya sendiri. Dewi harus kagum dengan June karena tahu di mana toko kue yang enak.
"Terima kasih, Bang."
Melihat wajah penuh senyum Syl, June hanya bisa mengangguk. Dia sebenarnya marah dengan Dewi karena balas dendam secepat ini. Namun, dia kali ini harus berterima kasih karena dia bisa melihat mata penuh semangat Syl. Dia baru tahu bahwa Syl memiliki sisi yang imut seperti ini. June sampai harus menahan diri agar tidak memeluk gadis di sampingnya ini.
"Sepertinya aku harus balik ke asrama. Kalian jangan duduk lama-lama di sini."
June akhirnya memilih bangkit karena tidak bisa menahan diri. Bagaimanapun juga, June tidak ingin Syl membencinya. Selain itu, June sekali lagi merasakan tatapan tidak bersahabat yang sangat intens. Meskipun dia belum menemukan pelakunya. June hampir bisa menebak siapa yang melakukan hal seperti ini.
Kehidupan Syl kembali seperti biasanya setelah dirinya merasa banyak orang mengamatinya. Meskipun begitu, Syl tidak benar-benar merasa dirinya terbebas. Akan aneh bila semua orang akan berubah begitu cepat. Dan kini, Syl mulai merasa bahwa Dewi mulai mencurigakan. Dia selalu berharap bahwa Dewi bukanlah bagian dari orang-orang itu. Syl benar-benar akan merasa tidak terima bila orang terdekatnya melakukan hal seperti itu."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Maria.Saat ini, Syl dan Maria berada di shift malam. Ini sudah keputusan yang dibuat Pak Restu. Semua karyawan akan merasakan perputaran shift kecuali anak-anak office atas. Itu tidak termasuk dengan mixer. Jadi, mau tidak mau semua orang yang terbiasa dengan satu shift, harus beradaptasi dengan peraturan baru."Tidak apa-apa. Hanya merasa ada sesuatu yang aneh," kekeh Syl.Maria mengangguk dengan paham. Beberapa hari yang lalu, semua orang memandang Syl dengan tatapan seolah ingin tahu. Terutama anak-anak
Syl menatap sekeliling dengan santai. Dia melihat bahwa beberapa anak repair core terlihat sedang mengamatinya. Namun, cara mereka mengamati dirinya tidak sama seperti biasanya. Seperti ada tatapan menyelediki dan ingin menguliti kepalanya begitu saja. Apalagi saat melihat ke arah dadanya tempat kalung liontin miliknya tersembunyi di balik baju kemejanya."Banyak masang cctv ternyata," kekeh Syl.Dengan santai dia berjalan ke arah area mesin. Sama sekali tidak memikirkan tatapan dari orang-orang itu. Sesampainya di area mesin, Syl dapat melihat Maria yang sepertinya agak kerepotan. Seperti yang dikatakan dalam meeting—setelah masalah kebocoran pada pipa mixer—akan ada bahan baru yang disebut unyil. Selain itu, ada juga bahan 2.1 yang akan keluar. Mesin empat milik Hari dan mesin sembilan milik Andera menjadi tempat bahan 2.1. Untungnya, Maria mengalah untuk tetap berada di area 2.5, meskipun bahan 2.1 ini tetap dia yang akan mengamati."Apakah aku te
Syl berdiri di bagian paling ujung meja panjang di seberang tempak Pak Restu duduk. Mukanya terlihat sangat tenang. Sebagai seorang yang terlatih di bawah asuhan Papanya, Syl bukanlah gadis lemah yang bisa ditekan dengan diam seperti ini. Malahan, Syl akan menunggu sampai kapan mereka akan berbicara. Dia juga sudah terbiasa berdiri lama, jadi ini tidak akan membuat kakinya sakit ataupun pingsan. Pak Restu yang melihat keteguhan di wajah Syl hanya bisa menyerngitkan keningnya. Dia tidak menyangka bahwa Syl akan setegar ini melihat dirinya diam. Bila itu karyawan lain, mereka pasti sudah bergetar ketakutan."Apa kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Restu. Dia sudah tidak tahan melihat sikap tenang dan cuek dari Syl. Apalagi melihat tatapan kagum dari Win yang duduk tepat di sebelahnya."Tidak," jawab Syl singkat. Pak Restu kembali menyerngitkan keningnya. Bahkan Syl tidak bertanya tentang keperluan apa sehingga dirinya masih tertahan di sini. Apakah dia b
Syl menatap ke arah lemari yang berada di ranjangnya. Dia melihat bahwa ada sesuatu yang janggal dengan lemari itu. Untungnya saja tidak akan ada yang bisa membukanya. Ini adalah kunci yang secara khusu dia bawa. Dan memang menghindari jika ada sesuatu yang mencurigainya. Atau seseorang berniat tidak baik seperti mencoba mencuri. Dan sepertinya, saat ini ada seseorang yang mencoba main-main dengannya."Bodoh," gumam Syl dengan pelan. Dia menatap sekeliling dan merasa tidak ada yang berubah."Benar-benar hanya lemari ya?" kekeh Syl.Syl menatap sekeliling sebelum dia mengambil laptopnya yang ada di meja. Dengan cekatan, tangannya mengetik beberapa huruf di keyboardnya. Dan layar destop yang seperti biasa berubah secara bertahap. Warna biru dan putih Bunga Hyacinth berubah menjadi warna merah darah yang perlahan-lahan memekat. Dan kemudian berubah menjadi hitam pekat dengan tulisan berwarna putih. Di sana terlihat sebuah website yang sepertinya berbeda dengan webs
Imam menatap ke wilayah yang oleh para karyawan disebut dengan halaman atas. Sudah cukup lama bagi Imam untuk menginjakkan kaki di sini. Mungkin ada sekitar lima tahunan atau malah lebih? Imam tidak tahu pasti. Dia berada di sini karena hasil diskusi yang dia dan dua orang itu—Andera dan Faiz."Imam, kamu kenapa kamu ke sini?"Imam menoleh dan melihat bahwa Pak Restu—yang mengenakan sarung—terlihat di persimpangan jalan. Sepertinya Pak Restu baru saja seluar dari Masjid yang terlihat tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Imam hanya tersenyum dan menanggapi pertanyaan Pak Restu dengan sederhana. Memang, Faiz sudah mengatakan bahwa jangan ada siapapun yang tahu tentang rencana ini. Apalagi sebelum Pak Win membuat keputusan akan ikut campur atau tidak. Jika Pak Win tidak ingin ikut campur, mereka bertiga akan mencari jalan lain. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa diputuskan oleh Faiz—yang tertua dari ke tiga orang itu. Dan juga, Faiz memiliki pe
Andera saat ini termenung di dekat pagar pembatas balkon. Messnya yang memang terletak di lantai dua membuatnya bisa dengan mudah mengamati aktifitas beberapa orang di lantai bawah. Apalagi melihat aktifitas di depan mess milik Syl. Entah angin apa, posisinya sekarang mengingatkannya tentang seorang gadis yang telah lama pergi. Dia pergi dengan membawa separuh hati dan jiwanya. Namun sekarang, Andera merasa sedikit bingung. Apakah gadis itu merelakan hatinya kembali karena akan ada gadis lain yang mirip dengannya? Sebenarnya, Andera tidak ingin terlihat jahat kepada Syl. Jika Syl tahu bahwa dirinya mendekati Syl karena kemiripannya dengan gadis lain, apakah Syl akan memakinya? Mengingat bagaimana dia memaki Heri dengan sangat kejam membuat Andera sedikit bergidik."Masih tidak yakin dengan dengan hatimu sendiri?"Andera menoleh setelah mendengar pertanyaan itu. Faiz sudah beberapa bulan ini sering mengunjungi mess putra lajang. Dia kadang hanya akan bermain kartu denga
Hari ini benar-benar lelah, tapi Syl sangat senang karena mendapatkan beberapa ilmu. Syl pulang ke mess bersama staff QC perempuan lainnya. Sebenarnya, Syl ing pulang bareng Imam dan menanyakan beberapa hal tentang kejadian tadi. Sayangany, Imam harus menemui Pak Win terlebih dahulu karena ada yang harus mereka obrolkan. Kalau kata Nonik ini semua berhubungan dengan mixer. Kecuali Imam dan Eka, yang lain bisa dibilang masih newbie."Syl!"Semua orang yang pulang balik dengan Syl menoleh. Dan mereka bisa melihat Tanto yang sedang tersenyum ramah. Karena Syl harus menunggu Tanto mendekat, teman-teman lainnya pulang terlebih dahulu. Lagipula, mereka sama sekali tidak mau menjadi obat nyamuk untuk dua orang itu."Bang Tanto dari mana aja? Beberapa minggu ini enggak kelihatan," ujar Syl berbasa-basi.Tanto yang mendengar pertanyaan Syl tersenyum bahagia. Bagaimanapun juga, Tanto tidak berharap bahwa Syl akan menanyakannya. Karena bagi Tanto, Syl sudah tahu dar
Syl sesekali menatap ke arah Imam yang berada tepat di seberang. Mereka dipisahkan oleh jalan seluas lima meter dan kadang, lori pembawa bahan menuju ke arah repair menghalangi pandangannya. Meskipun begitu, Syl masih dengan sangat senang melihat ke arah Imam yang sedang mengukur dengan sangat serius."Banyak sekali yang bilang dia itu jelmaan Dewa Perang. Kalau begitu, Andera bisa dibilang jelmaa Dewa Pembantai? Entah dari mana orang-orang ini memilih kata kiasan," gumam Syl.Syl masih sibuk dengan pemikirannya ketika sebuah tepukan membuatnya menoleh. Dia bisa melihat seorang operator yang dikenal dengan nama panggilan Heri atau Hari. Syl tidak begitu ingat karena dia juga tidak terlalu akrab. Biasanya, Maria yang akan selalu berada di area 2.5. Sedangkan Syl berada di area 3.3. Syl bukan seperti Maria yang akan akrab dengan semua operator dengan baik. Jadi jangan salahkan Syl jika tidak mengingat mereka dengan baik."Ada apa, Bang?" tanya Syl dengan ramah.
Perjalanan tur hari ini benar-benar berakhir dengan sangat menyenangkan. Wajah lurus Andera sudah sedikit mengendur. Dan aura suram menakutkan di sekitar Imam juga sedikit mereda. Jika ada orang yang mengenal mereka sekarang, sudah bisa dipastikan bahwa orang-orang itu akan terkejut. Apalagi saat ada sedikit senyum di wajah ke dua cowok itu."Harusnya kalian gak perlu taruhan soal lempar bola itu. Akhirnya gak ada yang menang atau kalah. Dan aku malah dapet dua boneka besar banget. Susah bawa dari gerbang depan ke mess," rengek Syl.Meskipun merengek, Syl masih tersenyum sangat lebar. Dia senang hari ini. Imam dan Andera membawa dirinya ke beberapa tempat yang mengesankan. Bahkan beberapa dari tempat itu tertulis dalam surat yang pernah dia terima. Membuat Syl merasa perjalanan jni benar-benar tidak sia-sia. Selain itu, Syl juga bisa melihat sisi kekanak-kanakan Andera yang langka. Apalagi saat Syl melihat Andera dan Imam berebut satu-satunya es krim rasa mangga yang t