Share

SEVEN

Tanto berjalan tergesa ke arah kantin saat dia ingat bahwa Syl tertatih-tatih ke arah sana sepuluh menit yang lalu. Saat dia melihatnya, Tanto baru saja berniat untuk mandi. Jadi, dia tidak bisa mengejarnya begitu saja. Hal inilah yang membuat Tanto ingin memaki dirinya sendiri. Andai Tanto mandi lebih awal, dia pasti akan bisa segera mengejar gadis itu.

"Mau ke mana?" tanya salah satu teman sekamar Tanto.

"Kantin!"

Tanto sama sekali tidak berniat menunggu temannya itu. Dia melihat ke arah jam tangannya. Sial! Para bujang lapuk shift malam pasti sudah sampai di security gate. Jika mereka tahu Syl sarapan sendirian, Tanto bisa melihat apa yang akan mereka lakukan. Hal ini membuat Tanto merasa tidak nyaman. Apalagi Dewi bilang bahwa Syl tidak suka ditatap seperti itu. Makanya, selama ini Tanto berusaha untuk memandangnya dengan biasa saja. Hanya dia yang tahu bagaimana jantungnya berdetak setiap saat.

"Syl di kantin sama Andera!"

"Gila, Andera yang alergi cewek aja mepet Syl."

"Kalian gak tahu, Andera nolak tawaran June pas June nawarin diri buat nganter Andera ke klinik."

"Bukan cuma itu aja, Andera juga bersikeras nganterin Syl ke asramanya. Padahal si Bagas yang tugas di sana udah mau ngambil alih."

Tanto berhenti sejenak dari langkahnya ketika dia mendengar percakapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Andera dengan Syl? Apa Syl memang janjian dengan Andera makanya dia tidak makan dengan Dewi dan Dayat? Yah, tidak ada yang salah dengan Tanto jika dia berpikir seperti itu. Syl selalu menghindari semua karyawan laki-laki selain June yang dia anggap sebagai abang. Dia juga tidak dekat dengan Andera sebelum insiden itu. Lalu, hari ini tiba-tiba mereka sarapan bersama? Kali ini, Tanto tanpa sadar menyentuh dadanya.

"Andera akhirnya bergerak juga."

Tanto merasa sangat marah dengan Andera. Dulu, Tanto dan Andera itu seangkatan. Mereka masuk kerja di hari yang sama. Sebelum Tanto menjadi mekanik, dia ditempatkan di line dryers. Sedangkan Andera berada di core. Pada masa itu, mereka menjadi ikon dari setiap percakapan tentang antar line di departemen industri. Setiap ada perbincangan tentang Andera, di saat itulah ada Tanto. Begitulah sebaliknya. Mereka menjadi jauh juga karena rasa canggung ini.

"Andera ngambilin Syl susu cokelat!"

Susu? Bukannya Syl suka susu stroberi? Tanto langsung tersenyum dengan senang. Dia berbalik dan berlari ke arah kantin. Dia tahu dari Dayat bahwa Syl terpaksa meminum susu cokelat karena Dayat tidak suka stroberi. Jadi, saat ini Tanto berniat untuk membelikan Syl sekotak susu stroberi. Dewi juga pernah berkata bahwa Syl suka cupcake yang ada di koperasi.

***

"Buat kamu."

Syl yang baru saja merasa lega saat Andera masuk ke dalam dapur harus menoleh dengan kaget sekali lagi. Dan lebih kaget saat dia melihat Tanto berdiri di sana sambil mengulurkan susu stroberi. Sial! Kenapa lelaki ini harus tahu bahwa Syl tidak bisa menolak apapun yang berbau stroberi? Jika dia memberikan Syl susu cokelat, Syl akan bisa menolaknya.

"Teri ...."

Sebelum Syl bisa meraih susu itu, sebuah gelas plastik yang dingin berada di depan tangannya. Tanto dan Syl menoleh ke arah uluran gelas itu. Di sana, Andera berdiri kokoh sambil menatap ke arah Syl. Pantas saja Dewi tidak bisa menolak permintaan lelaki ini? Tatapannya membuat punggung dingin.

"Aku sudah meminta susu cokelat dari Mak Yah. Kamu gak sabar nunggu jadi ngambil susu dari orang lain?" tanya Andera.

"Emang kalau Syl ngambil apa urusannya denganmu?"

Syl hanya bisa melongo saat dua lelaki itu mulai perang argumen. Dan lagi, semua mata tertuju ke arah mejanya. Syl hanya berdoa agar Mak Yah atau Mak Nem datang ke sini. Dan doa itu terkabul saat Syl melihat Mak Yah hendak mengambil barang di gudang.

"Kenapa ribut di kantin!"

Mak Yah datang seperti seorang nenek yang hendak menghukum cucu laki-lakinya yang nakal. Di tangan kanannya ada sebuah sapu lidi. Ini terkenal sebagai senjata Mak Yah bisa ada karyawan yang ribut di kantin. Sedangkan untuk Andera dan Tanto, mereka duduk bersisian dengan manis. Syl hanya bisa menahan tawa dengan sikap mereka. Mak Yah sudah seperti Ibu Mess kedua di kilang ini. Wilayah kekuasaannya adalah dapur. Bahkan Pak Man—supervisor dapur—sangat menghormati wanita tua ini. Mak Yah juga selalu dipuji oleh kalangan atas, jadi bagaimana karyawan lain bisa bersikap kurang ajar?

"Syl, jelaskan kenapa," ucap Mak Yah meminta penjelasan. Dia tahu bahwa Syl tidak akan membuat keributan dengan menggoda dua lelaki ini. Jadi, Mak Yah memilih untuk bertanya dengannya.

"Ini salah Syl ..."

"Enggak, ini Anto yang salah."

"Andera yang salah!"

Tanto dan Andera langsung buka mulut saat mereka melihat bahwa Syl menyalahkan diri sendiri. Mereka tidak tega melihat Syl yang tertunduk seperti ini. Wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca. Benar-benar membuat Tanto dan Andera merasa ingin memukul dirinya sendiri. Andai June ada di sini, dia pasti sudah menendang dua orang ini.

"Teruskan," suruh Mak Yah tanpa menoleh ke arah Tanto dan Andera.

"Syl pagi ini ingin susu. Jadi Syl berniat untuk ke dapur meminta susu sama Mak Yah. Syl lupa bawa susu sachet. Namun, Bang Andera bilang bahwa dia akan membantu mengambilkan karena kaki Syl yang belum sembuh. Lalu, tiba-tiba Bang Tanto ngasih susu stroberi. Mak Yah tahu kalau Syl gak bisa nolak susu stroberi," ucap Syl sambil tertunduk malu. Mulai saat ini, semua orang akan tahu bahwa kelemahan Syl adalah susu stroberi ataupun sejenisnya.

Andera dan Tanto memandang Syl dengan bingung. Andera mengira bahwa dia lebih memilih susu yang diberikan oleh Tanto. Dan Tanto sendiri juga mengira bahwa dia selangkah lebih maju dari Andera. Nyatanya, Syl tidak menolak pemberiannya karena itu adalah susu stroberi.

"Sebenarnya, bagaimanapun juga, Syl bakalan nerima semuanya. Syl bakalan minum susu dari Bang Andera dulu. Trus susu dari Bang Tanto diminum siang atau malam. Karena susu dari Bang Tanto masih di dalam kotak kemasan. Tapi mereka udah ribut duluan," sungut Syl.

Hal ini membuat Mak Yah terkekeh. Syl memang masih seperti anak kecil jika itu menyangkut susu. Namun, dia lebih suka susu stroberi, terlebih lagi susu pisang. Sayangnya, di koperasi tidak ada susu pisang. Mak Yah tahu ini karena Syl selalu menitip susu pisang jika wanita itu pergi ke bandar.

"Kalian berdua sudah dengar?"

Andera dan Tanto hanya mengangguk. Mereka sebenarnya sangat malu. Sayangnya, wajah mereka tidak menunjukkan hal itu. Bisa dibilang mereka sangat ahli dalam hal menyembunyikan perasaan. Ini membuat siapapun tidak bisa melihat apa yang mereka berdua pikirkan.

"Syl ambil ke dua susu itu. Lalu pulang ke asrama dengan Mak Nem. Sebentar lagi Mak Nem keluar."

Syl mengangguk setuju. Kemarin, Mak Nem mengubah jadwal menjadi shift malam karena encok Mak Yah kumat lagi. Jadi, sebentar lagi Mak Nem bakalan keluar dari dapur. Dan itu benar terjadi tak lama kemudian. Mak Yah yang melihat itu bangkit dan berjalan ke arah Mak Nem. Dia sepertinya mengatakan sesuatu karena Mak Nem sesekali menganggukkan kepalanya.

"Syl ayo ke asrama."

Syl tersenyum ke arah Mak Nem. Dia bangkit dengan hati-hati. Kakinya masih agak sakit saat dibuat berjalan, jadi dia hanya bisa tertatih-tatih berjalan ke arah Mak Nem. Andera sudah mengambil alih piring bekas Syl secepat kilat. Dia meletakkan di wastafel cuci piring sebelum berjalan ke arah Syl. Niatnya ingin membantu Syl membawa gelas susunya. Hanya saja, barang-barang itu sudah ada di tangan Tanto.

"Syl bisa bawa sendiri, Bang Tanto," tolak Syl. Gadis ini masih saja mencoba meraih gelas itu dari tangan Tanto.

"Kamu jalan aja."

Melihat bahwa Tanto tak mau menyerah, Syl hanya bisa mengalah. Dia tidak ingin membuat banyak drama di kantin. Jika tidak, akan banyak rumor yang beredar keesokan harinya.

***

Dewi tertawa terbahak-bahak saat mendengarkan cerita Syl. Bagaimana tidak, dia tidak menyangka dua orang yang paling diminati para gadis itu akan melakukan hal konyol seperti ini. Apalagi sampai disidang oleh Mak Yah. Ini adalah sesuatu yang baru semenjak Dewi datang ke sini.

"Jangan tertawa keras-keras. Kami sedang di luar asrama."

Malam ini, Syl diseret oleh Dewi agar mau duduk-duduk di kursi depan asrama. Dari sini, mereka bisa melihat lapangan basket yang menjadi jarak antara asrama putri dan putra. Selain itu, ada juga pagar besi setinggi lima meter dengan ujung runcing di bagian atas. Hal ini semakin membuat susah karyawan putra untuk menyelinap. Kilang memperlakukan hal ini agar sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Namun, di malam hari, mereka masih bisa berkumpul di sekitar lapangan basket sampai jam sembilan malam.

"June ngapain ke arah sini?"

"Mun, June ke arah asramamu!"

Syl, Dewi, dan Mun memang satu asrama. Namun, Syl jarang berinteraksi dengan Mun karena perempuan yang satu ini selalu sinis. Mun hanya bersikap baik jika ada Mak Yah dan Mak Nem. Jadi, Syl memutuskan untuk menjaga jarak. Malam ini, Mun dan Syl duduk tidak terlalu jauh. Hanya berjarak satu kursi taman. Jadi, mereka tidak akan bisa menebak ke mana June akan berhenti. Namun, Dewi sudah bisa menebak hal ini. Dan tebakan Dewi benar saat June berhenti di depan Syl dan tanpa ragu-ragu duduk di samping Syl yang masih kosong.

"Bagaimana kakimu?" tanya June sambil melihat ke kaki Syl yang masih dibalut.

"Sudah bisa berjalan. Mungkin selasa bisa kerja lagi," jawab Syl sambil tersenyum. Senyumnya selalu mencapai matanya jika dia mengobrol dengan June, Dewi, dan Dayat.

"Baguslah, besok lagi kamu harus lebih hati-hati ya. Jangan sampai seperti ini lagi."

Syl mengangguk setuju. Lalu dia melihat June mengulurkan sebuah paperbag. Hal ini membuat Syl canggung karena teringat insiden tadi siang. June sendiri tahu bahwa Syl bingung apakah harus menerimanya atau tidak.

"Ambilah. Ada untuk Dewi juga di sini. Teman satu kamarku ke bandar tadi. Aku titip cheesecake dan tiramisu, tapi ternyata kebanyakan. Ada susu pisang juga," ucap June.

Syl yang melihat bahwa June tidak ingin dibantah akhirnya menerima paperbag itu dengan penuh senyum. June adalah salah satu orang yang tahu bahwa Syl menyukai susu pisang lebih dari susu stroberi. Karena hal ini, dia tahu bahwa June memang berniat memberikan hal ini untuknya. Lagi pula, Syl sangat tahu bahwa June tidak suka hal-hal yang manis.

"Boleh dimakan sekarang?" tanya Dewi menggoda 

Dewi sebenarnya ingin mengumpati June karena membawa namanya hanya untuk membuat Syl menerimanya. Padahal mereka tidak seakrab itu. Andaikan yang memberikan ini adalah Tanto, Dewi tidak akan semarah ini karena mereka berdua teman dekat. Namun untuk June, Dewi hanya ingin meremas muka penuh senyumnya itu.

"Gakpapa. Aku seneng jika langsung dimakan."

Setelah June mengucapkan hal itu, Dewi langsung merebut paperbag dari tangan Syl. Dia mengeluarkan satu potong cheesecake untuk Syl. Lalu dia mengambil satu potong tiramisu untuk dirinya sendiri. Dewi harus kagum dengan June karena tahu di mana toko kue yang enak.

"Terima kasih, Bang."

Melihat wajah penuh senyum Syl, June hanya bisa mengangguk. Dia sebenarnya marah dengan Dewi karena balas dendam secepat ini. Namun, dia kali ini harus berterima kasih karena dia bisa melihat mata penuh semangat Syl. Dia baru tahu bahwa Syl memiliki sisi yang imut seperti ini. June sampai harus menahan diri agar tidak memeluk gadis di sampingnya ini.

"Sepertinya aku harus balik ke asrama. Kalian jangan duduk lama-lama di sini."

June akhirnya memilih bangkit karena tidak bisa menahan diri. Bagaimanapun juga, June tidak ingin Syl membencinya. Selain itu, June sekali lagi merasakan tatapan tidak bersahabat yang sangat intens. Meskipun dia belum menemukan pelakunya. June hampir bisa menebak siapa yang melakukan hal seperti ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status