Lyra Sylvhya Alshana Pramesti nekat pergi ke Malaysia untuk mencari peruntungan dalam hal pekerjaan. Dia—yang sama sekali belum tahu mengenai jahatnya dunia—akhirnya tertipu oleh agent yang membawanya ke Malaysia. Boro-boro untuk mendapatkan kerjaan yang baik dan mengaplikasikan ilmu yang dia dapat dari masa kuliah, Syl malah terdampar di sebuah pabrik pembuatan triplek. Mencoba untuk menerima semua yang terjadi—karena harus bayar kompensasi jika dia ingin pulang ke Indonesia—Syl mulai menjalani hari. Namun, siapa sangka dia malah terjebak di line produksi bagian penambalan core? Setiap hari kena marah, Syl hampir memilih menyerah. Hingga suatu hari, Supervisor yang galak itu menendang Syl ke bagian mesin. Bertugas sebagai pemilah sampah dari jatuhan core yang tidak terpakai, Syl mulai merasa bisa menikmati kerjaannya. Bertemu dengan Andera dan merasakan bahwa dunianya mulai berubah.
Lihat lebih banyak“Ma-Mas Al …”
Rumi mundur satu langkah, tetapi tubuhnya langsung menabrak meja resepsionis hotel yang berada tepat di belakang. Ia baru saja berbalik dan terkejut bukan main saat mendapati Alpha ada di hadapannya. Beberapa saat yang lalu, ia sukses menghindar dari Dandi yang terpaku menatap tanya dari kejauhan. Namun, saat ini ia sama sekali tidak bisa menghindari Alpha yang berada tepat di depannya.
“Rumi Ayudhia.” Alpha menarik napas, lalu membuka topi yang dipakai gadis itu secara perlahan. Sejak menginjakkan kaki di lobi hotel, entah mengapa Alpha yakin sekali gadis yang dilihatnya di depan meja resepsionis adalah Rumi. Meskipun gadis itu memakai topi dan terlihat sering menunduk, tetapi bentuk dan gestur tubuh yang ditampilkan, membuat Alpha sangat penasaran.
“A-aku … aku cuma sebentar.” Rumi menggeser langkahnya, ketika melihat seseorang hendak menghampiri meja resepsionis. “Mau nitip kado buat resepsi mas Qai nanti malam. Permisi.”
“Eit!” Dengan sigap, Alpha meraih siku Rumi lalu membawa gadis itu dengan paksa menuju parkiran basement. “Kamu pikir, kamu bisa pergi begitu aja?”
Rumi menelan ludah. Jantungnya mulai berdebar tidak karuan, karena kalimat Alpha yang bernada mengancam. Rumi kembali mengingat sebuah kardus yang berisi rahasia perusahaan, yang pernah ia serahkan pada Qai beberapa waktu lalu. Karena isi dari kardus itu pula, perusahaan milik keluarga Mahawira – Glory – harus jatuh dan kembali merangkak dari bawah.
“Mas … sakiiit.” Rumi benar-benar merasakan nyeri di lengannya, akibat cengkraman Alpha yang terlampau erat.
“Sakit?” Alpha tertawa pelan sembari terus menarik Rumi dengan kasar. “Kamu belum tahu apa itu namanya sakit? Perusahaan papaku kamu buat berantakan. Papaku meninggal. Hera sampai sekarang masih ada di kursi roda. Jadi, apa masih harus aku jelaskan, apa itu sakit?”
Rumi kembali meneguk ludah. Matanya terbelalak setelah mendengar penuturan Alpha. Apakah, semua itu hasil dari perbuatan Rumi?
“Berani-beraninya kamu bocorin rahasia perusahaan ke Qai, he!” Alpha melepas kasar lengan Rumi, sekaligus menghempas gadis itu ketika mereka berdua sudah berada di basement. Tepatnya, di depan Alpha memarkirkan mobilnya. Ia mengeluarkan remote kunci mobil, lalu membukanya. “Masuk ke dalam dan jangan coba-coba kabur!”
Rumi menggeleng cemas. Ia ingin berlari, tetapi kakinya seolah terpaku di hadapan Alpha. Ada banyak rasa takut dan rasa bersalah karena sudah membuat kerusuhan sebesar itu. Ternyata, tidak hanya Glory yang terkena imbas dari “pengkhianatan” Rumi, tetapi keluarga dari pendiri perusahaan pun terkena imbasnya.
“Mas, a-aku minta maaf.” Tangan Rumi hanya bisa mengepal erat, untuk menahan tremor yang kini mendera. “A-aku nggak bermak—”
“Kamu pilih masuk sendiri.” Alpha menunjuk pintu mobil di sisi penumpang bagian depan dengan garang. “Atau aku seret dan paksa seperti tadi.”
“A-aku masuk.” Dengan gemetar, Rumi berjalan rikuh menuju pintu yang ditunjuk Alpha dan masuk tanpa bisa melempar protes dan bantahan sama sekali. Kali ini, Rumi benar-benar terpukul dan menyesal atas semua perbuatannya kala itu. Jika tahu akibatnya sampai harus menghilangkan nyawa, Rumi pasti tidak akan pernah melakukannya.
Alpha akhirnya bisa menghela panjang. Entah itu menunjukkan rasa lega, senang, marah, ataukah kesal karena bisa kembali bertemu dengan Rumi. Ada rasa yang tidak bisa ia ungkapkan dan hal itu akan Alpha cari tahu, setelah membawa Rumi ke apartemennya.
Ya, Alpha akan membawa Rumi ke unit miliknya. Tempat di mana mereka biasa menghabiskan waktu dengan bebas dan melakukan semua hal tanpa batas.
Akan tetapi, baru saja Alpha membuka pintu mobil, suara klakson dari mobil yang berhenti di depannya, seketika membuat Alpha mengumpat pelan. Risa, gadis yang dijodohkan dengannya kini baru saja membuka jendela kaca mobilnya.
“Al, aku cari …” Tatapan Risa memicing, saat melihat sosok seorang gadis di dalam mobil Alpha. Merasa pernah bertemu dengan gadis itu, Risa lantas kembali menatap Alpha yang menutup pintu dengan kasar. Pria itu berjalan ke arahnya, lalu menunduk dengan kedua tangan bertumpu pada bingkai jendela kaca mobil.
“Aku—”
“Siapa dia, Al?” Risa menunjuk ke arah mobil Alpha dengan dagunya. “Kenapa aku kayaknya nggak asing dengan mukanya?”
“Dia …” Alpha menghela lalu menoleh sebentar ke arah Rumi. “Dia orang yang sudah bocorin rahasia perusahaan.”
“Rumi bukan?” Risa mengumpat keras. Ia baru saja hendak membuka pintu, tetapi Alpha kembali menutup dan menahannya. “Dia, perempuan yang masuk ke unitmu waktu itu, kan? Dia—”
“Iya, dia!” Alpha tidak akan membantah. Karena semakin Alpha berkelit, maka rencananya bisa berantakan. “Aku mau bawa di ke kantor polisi. Aku mau buat laporan—”
“Serius kamu mau bawa dia ke kantor polisi?” Antara percaya dan tidak, tetapi Alpha punya alasan kuat untuk melakukan itu semua. Lagipula, tidak ada yang perlu Risa khawatirkan, karena dirinya dan Alpha juga akan menikah tidak lama lagi. Gadis itu memang pembuat onar dan harus diberi hukuman setimpal, atas semua perbuatannya pada keluarga dan perusahaan.
“Kenapa? Nggak percaya?” Alpha semakin menunduk dan mendekatkan wajahnya dengan Risa. Ia memberi satu kecupan singkat, lalu kembali berdiri dan menatap sejenak pada Rumi. “Pergi duluan ke atas, tapi jangan bilang sama siapa-siapa, misal kamu ketemu Rafa atau yang lainnya.”
Risa tersenyum tipis. “Tapi, kenapa dia bisa diam dan nurut begitu? Kalau aku jadi dia, aku pasti bakal kabur waktu kamu tinggal.”
“Berani kabur, keluarganya di Malang aku pastikan bakal dapat masalah.” Alpha mengusap sisi wajah Risa sebentar, lalu menunjuk ke arah belakang mobil wanita itu. Ada sebuah mobil yang berjalan pelan ke arah mereka. Entah sedang mencari tempat parkir, atau hendak keluar dari basement. “Buruan cari parkir. Terus masuk ke dalam.”
Risa mengangguk-angguk dan segera mengganti persneling mobilnya. Alasan yang dikemukakan Alpha sungguh masuk di akal, jadi Risa tidak perlu curiga dan ikut campur. “Aku cari parkir dulu, terus ke atas. Buruan balik, I love you.”
“Hm …” Alpha melambai pada Risa dengan senyum tipisnya. Permasalahan dengan Risa selesai dengan mudah dan tinggal menyelesaikan permasalahannya dengan Rumi. “Love you too.”
Baru beberapa detik mobil Risa melesat melewatinya, Alpha segera berbalik dan masuk ke dalam mobilnya.
“Aku mau muntah.” Rumi tidak bisa menjelaskan dan mengungkapkan perasaannya saat ini. Ada rasa sakit, mual, benci, dan marah yang bercampur aduk jadi satu saat melihat Alpha mencium Risa. Wanita yang ternyata lebih dicintai Alpha dan kabarnya mereka berdua akan menikah sebentar lagi.
Semua yang dilakukan Rumi selama ini, ternyata tidak pernah dianggap sama sekali oleh Alpha. Rumi bahkan rela memberikan segalanya pada Alpha, tetapi semua itu hanya berakhir sia-sia. Pada akhirnya, Alpha lebih memilih mencampakkan Rumi dan lebih memilih wanita itu.
“Mau pura-pura sakit?” Alpha menstarter mobilnya dan tidak memedulikan keluhan Rumi.
“Aku jijik dan mau muntah waktu lihat kamu sama dia.”
“Hei!” Alpha menghardik dan tidak jadi menginjak pedal gasnya dan menetralkan persnelingnya. “Jangan sok—”
“Apa maumu, Mas?” Mengingat perlakuan Alpha yang membuangnya seperti sampah dan tidak pernah membalas rasa cintanya, Rumi mendadak memiliki semua keberanian itu. “Mau kamu bawa ke mana aku sekarang?”
“Kamu bahkan nggak punya hak untuk bicara, setelah semua yang sudah kamu lakukan dengan keluarga dan perusahaan papaku!”
Rumi tersentak ketika Alpha semakin mengeraskan suaranya. Rasa gemetar itu kembali datang, karena sosok Alpha memang terlalu mengintimidasi.
“Aku—”
“Diam!” hardik Alpha mulai mengganti persnelingnya dan membawa mobilnya melaju keluar dari basement. “Hak kamu itu cuma satu, yaitu diam! Berani teriak atau macam-macam, keluargamu … yang bakal menderita. Aku jamin itu!”
~~~~~~~~~~
Setelah sekian purnama, akhirnya Rumi bisa rilis jugak ~~~
Hepi riding Mba beb ... kissseeesss .....
Kehidupan Syl kembali seperti biasanya setelah dirinya merasa banyak orang mengamatinya. Meskipun begitu, Syl tidak benar-benar merasa dirinya terbebas. Akan aneh bila semua orang akan berubah begitu cepat. Dan kini, Syl mulai merasa bahwa Dewi mulai mencurigakan. Dia selalu berharap bahwa Dewi bukanlah bagian dari orang-orang itu. Syl benar-benar akan merasa tidak terima bila orang terdekatnya melakukan hal seperti itu."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Maria.Saat ini, Syl dan Maria berada di shift malam. Ini sudah keputusan yang dibuat Pak Restu. Semua karyawan akan merasakan perputaran shift kecuali anak-anak office atas. Itu tidak termasuk dengan mixer. Jadi, mau tidak mau semua orang yang terbiasa dengan satu shift, harus beradaptasi dengan peraturan baru."Tidak apa-apa. Hanya merasa ada sesuatu yang aneh," kekeh Syl.Maria mengangguk dengan paham. Beberapa hari yang lalu, semua orang memandang Syl dengan tatapan seolah ingin tahu. Terutama anak-anak
Syl menatap sekeliling dengan santai. Dia melihat bahwa beberapa anak repair core terlihat sedang mengamatinya. Namun, cara mereka mengamati dirinya tidak sama seperti biasanya. Seperti ada tatapan menyelediki dan ingin menguliti kepalanya begitu saja. Apalagi saat melihat ke arah dadanya tempat kalung liontin miliknya tersembunyi di balik baju kemejanya."Banyak masang cctv ternyata," kekeh Syl.Dengan santai dia berjalan ke arah area mesin. Sama sekali tidak memikirkan tatapan dari orang-orang itu. Sesampainya di area mesin, Syl dapat melihat Maria yang sepertinya agak kerepotan. Seperti yang dikatakan dalam meeting—setelah masalah kebocoran pada pipa mixer—akan ada bahan baru yang disebut unyil. Selain itu, ada juga bahan 2.1 yang akan keluar. Mesin empat milik Hari dan mesin sembilan milik Andera menjadi tempat bahan 2.1. Untungnya, Maria mengalah untuk tetap berada di area 2.5, meskipun bahan 2.1 ini tetap dia yang akan mengamati."Apakah aku te
Syl berdiri di bagian paling ujung meja panjang di seberang tempak Pak Restu duduk. Mukanya terlihat sangat tenang. Sebagai seorang yang terlatih di bawah asuhan Papanya, Syl bukanlah gadis lemah yang bisa ditekan dengan diam seperti ini. Malahan, Syl akan menunggu sampai kapan mereka akan berbicara. Dia juga sudah terbiasa berdiri lama, jadi ini tidak akan membuat kakinya sakit ataupun pingsan. Pak Restu yang melihat keteguhan di wajah Syl hanya bisa menyerngitkan keningnya. Dia tidak menyangka bahwa Syl akan setegar ini melihat dirinya diam. Bila itu karyawan lain, mereka pasti sudah bergetar ketakutan."Apa kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Restu. Dia sudah tidak tahan melihat sikap tenang dan cuek dari Syl. Apalagi melihat tatapan kagum dari Win yang duduk tepat di sebelahnya."Tidak," jawab Syl singkat. Pak Restu kembali menyerngitkan keningnya. Bahkan Syl tidak bertanya tentang keperluan apa sehingga dirinya masih tertahan di sini. Apakah dia b
Syl menatap ke arah lemari yang berada di ranjangnya. Dia melihat bahwa ada sesuatu yang janggal dengan lemari itu. Untungnya saja tidak akan ada yang bisa membukanya. Ini adalah kunci yang secara khusu dia bawa. Dan memang menghindari jika ada sesuatu yang mencurigainya. Atau seseorang berniat tidak baik seperti mencoba mencuri. Dan sepertinya, saat ini ada seseorang yang mencoba main-main dengannya."Bodoh," gumam Syl dengan pelan. Dia menatap sekeliling dan merasa tidak ada yang berubah."Benar-benar hanya lemari ya?" kekeh Syl.Syl menatap sekeliling sebelum dia mengambil laptopnya yang ada di meja. Dengan cekatan, tangannya mengetik beberapa huruf di keyboardnya. Dan layar destop yang seperti biasa berubah secara bertahap. Warna biru dan putih Bunga Hyacinth berubah menjadi warna merah darah yang perlahan-lahan memekat. Dan kemudian berubah menjadi hitam pekat dengan tulisan berwarna putih. Di sana terlihat sebuah website yang sepertinya berbeda dengan webs
Imam menatap ke wilayah yang oleh para karyawan disebut dengan halaman atas. Sudah cukup lama bagi Imam untuk menginjakkan kaki di sini. Mungkin ada sekitar lima tahunan atau malah lebih? Imam tidak tahu pasti. Dia berada di sini karena hasil diskusi yang dia dan dua orang itu—Andera dan Faiz."Imam, kamu kenapa kamu ke sini?"Imam menoleh dan melihat bahwa Pak Restu—yang mengenakan sarung—terlihat di persimpangan jalan. Sepertinya Pak Restu baru saja seluar dari Masjid yang terlihat tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Imam hanya tersenyum dan menanggapi pertanyaan Pak Restu dengan sederhana. Memang, Faiz sudah mengatakan bahwa jangan ada siapapun yang tahu tentang rencana ini. Apalagi sebelum Pak Win membuat keputusan akan ikut campur atau tidak. Jika Pak Win tidak ingin ikut campur, mereka bertiga akan mencari jalan lain. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa diputuskan oleh Faiz—yang tertua dari ke tiga orang itu. Dan juga, Faiz memiliki pe
Andera saat ini termenung di dekat pagar pembatas balkon. Messnya yang memang terletak di lantai dua membuatnya bisa dengan mudah mengamati aktifitas beberapa orang di lantai bawah. Apalagi melihat aktifitas di depan mess milik Syl. Entah angin apa, posisinya sekarang mengingatkannya tentang seorang gadis yang telah lama pergi. Dia pergi dengan membawa separuh hati dan jiwanya. Namun sekarang, Andera merasa sedikit bingung. Apakah gadis itu merelakan hatinya kembali karena akan ada gadis lain yang mirip dengannya? Sebenarnya, Andera tidak ingin terlihat jahat kepada Syl. Jika Syl tahu bahwa dirinya mendekati Syl karena kemiripannya dengan gadis lain, apakah Syl akan memakinya? Mengingat bagaimana dia memaki Heri dengan sangat kejam membuat Andera sedikit bergidik."Masih tidak yakin dengan dengan hatimu sendiri?"Andera menoleh setelah mendengar pertanyaan itu. Faiz sudah beberapa bulan ini sering mengunjungi mess putra lajang. Dia kadang hanya akan bermain kartu denga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen