Home / Sci-Fi / AETHERITH: Perang Planet Astarhea / Chapter 3: Pembelotan Berdarah

Share

Chapter 3: Pembelotan Berdarah

Author: YRD20
last update Last Updated: 2025-11-03 23:02:05

Tuduhan agresi Republik menyebar seperti api di seluruh Dewan Keamanan Astarhea. Dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam setelah insiden Pos Frostfire, Federasi Militer Naga Biru secara politik terasingkan, dipandang sebagai agresor oleh kekuatan global. Tanpa bukti nyata yang dapat membantah rekaman feed palsu Republik, Panglima Jae-won terpojok.

Perintah dari Dewan Nasional Federasi, yang ditekan oleh kekuatan global, adalah untuk menahan diri dari pembalasan militer. Namun, itu adalah perintah yang terasa seperti belati yang mengiris hati seorang prajurit.

​Jae-won, di Markas Satuan Tugas Titan, menahan amarah yang membara di dalam dirinya, sebuah bara yang siap meledak namun terkendali oleh akal sehat yang tajam. Dia tahu betul bahwa menyerang balik Republik hanya akan memainkan skenario yang telah dibuat Wei Shen, sebuah drama yang dirancang untuk membenarkan narasi mereka. Dia harus menahan diri, setidaknya sampai dia bisa mendapatkan kembali Modul Kompensator Inti yang dicuri dan membongkar kebohongan busuk ini di depan seluruh Astarhea. Kehormatan Federasi, baginya, terletak pada kebenaran, bukan pada pembalasan buta yang akan memusnahkan mereka semua.

​"Panglima!" teriak Kapten Ji-hoon, suaranya pecah, menggema di ruang komando yang tegang. Wajahnya merah padam, urat-urat menonjol di lehernya, mata yang biasanya tenang kini berapi-api.

"Intelijen Republik menyiarkan rekaman pasukan kita dari insiden Frostfire berulang kali! Mereka memutar ulang gambar-gambar drone palsu itu seolah itu adalah kebenaran mutlak yang menghakimi kita! Seluruh Astarhea kini memandang kita sebagai monster, sebagai agresor biadab! Kita harus menyerang balik! Setiap detakan jam ini adalah palu godam yang menghantam kehormatan bendera kita, mengoyak martabat setiap prajurit yang gugur, setiap keluarga yang meratap! Jika kita tidak membalas, jika kita hanya diam dan menanggung penghinaan ini, kita akan kehilangan lebih dari sekadar wilayah—kita akan kehilangan jiwa kita!"

​Jae-won memejamkan mata sesaat, beban dunia terasa di pundaknya, beratnya hampir merobeknya. "Tidak, Ji-hoon. Ini yang mereka inginkan. Ini adalah jebakan. Setiap peluru yang kita tembakkan sekarang adalah pembenaran bagi fitnah mereka. Kita harus cerdas. Kita harus sabar. Mereka mencuri demi sesuatu yang tidak bisa kita duga. Jika kita terburu-buru, kita akan kehilangan segalanya, bukan hanya pertempuran ini, tetapi masa depan Astarhea."

Suaranya rendah, nyaris berbisik, namun memiliki otoritas yang tak terbantahkan.

​Namun, keputusan Jae-won untuk menahan diri ini, demi strategi jangka panjang dan kebenaran yang lebih besar, ditafsirkan secara radikal berbeda oleh sebagian besar di dalam Federasi.

Ketidakpuasan yang telah lama bersemayam di lorong-lorong kekuasaan, kini meledak menjadi nyala api pemberontakan. Faksi Naga Hijau, sebuah kelompok ultranasionalis yang dipimpin oleh Jenderal Hyeong-jun, seorang veteran karismatik dengan ambisi tak terbatas, telah lama meragukan taktik Jae-won yang lebih konservatif. Mereka percaya Federasi harus selalu mendominasi dengan kekuatan brutal, membalas setiap penghinaan dengan seribu pukulan.

Kini, dengan Federasi yang dituduh di panggung dunia dan Panglima mereka berdiam diri, Hyeong-jun melihatnya sebagai titik lemah yang tak termaafkan—bahkan pengkhianatan terhadap semangat dan kehormatan Federasi itu sendiri.

​"Panglima telah mengkhianati semangat dan kehormatan Federasi!" raung Jenderal Hyeong-jun dalam transmisi rahasia yang mengalir ke unit-unit loyalnya, suaranya menggelegar penuh kemarahan yang dipelintir.

"Dia membiarkan kita dihina di depan seluruh Astarhea! Dia membiarkan Republik mencuri teknologi vital dari Gudang Intelijen Gamma-7—sebuah aib yang tak terampuni! Dan sekarang dia bersembunyi di balik omong kosong diplomasi yang hanya akan memperpanjang penderitaan kita! Federasi membutuhkan seorang pemimpin yang bersedia menyeret musuhnya ke neraka! Federasi akan mengambil kembali apa yang telah dicuri dan membalas kehinaan ini dengan darah!" Pesan kudeta ini menyebar cepat, membakar semangat di antara unit-unit Federasi yang frustrasi dan marah oleh fitnah Republik, sekaligus termakan provokasi Hyeong-jun yang menjanjikan pembalasan langsung yang telah lama mereka dambakan.

​Tiba-tiba, sirene darurat meraung dari panel utama Federasi. Bukan peringatan invasi eksternal, melainkan transmisi resmi dari Dewan Militer Pusat Federasi. Lampu hijau terang berkedip, bukan merah.

​"Panglima!" teriak Kapten Ji-hoon, tatapannya beralih ke layar darurat yang menampilkan transmisi kode otorisasi tertinggi. "Ini... ini perintah dari Dewan Militer! Mereka telah menyetujui mosi darurat! Jenderal Hyeong-jun diangkat sebagai Panglima sementara Federasi, dengan suara bulat! Komando Anda telah dicabut, Panglima!"

​Rahang Jae-won mengeras, tubuhnya menegang seolah dihantam petir. "Apa katamu?!" Ini bukan kudeta ilegal. Ini adalah kudeta yang dilegitimasi.

Dewan Militer, yang selama ini seharusnya menjadi penyeimbang, telah berpihak pada Hyeong-jun, mungkin karena tekanan besar dari Faksi Naga Hijau atau karena keputusasaan kolektif mereka melihat Federasi dipermalukan. Jae-won, sang Panglima, kini secara resmi dilucuti dari kekuasaannya.

​Pengkhianatan! Di tengah ancaman perang yang sedang disulut Republik, Federasi kini terpecah belah, namun dengan otoritas yang baru diangkat. Iron Monarch milik Jae-won, yang seharusnya memimpin pasukan melawan musuh luar, kini terperangkap di dalam markas yang dikuasai secara resmi oleh Panglima yang baru.

​Jenderal Hyeong-jun muncul di layar komunikasi utama, wajahnya dingin dan penuh kemenangan. "Panglima Jae-won. Federasi tidak membutuhkan pemimpin yang ragu. Dewan telah berbicara. Kekuasaan telah berpindah tangan. Kau membiarkan Serigala Putih mempermainkan kita. Kau membiarkan kehormatan Federasi diinjak-injak. Kau bahkan membiarkan mereka mencuri teknologi vital dari Gamma-7 tanpa reaksi nyata. Aku akan memimpin Federasi ke kejayaan yang sesungguhnya. Penghancuran Republik akan dimulai hari ini, dengan atau tanpamu. Kau telah dicap sebagai pengkhianat Federasi, dan tempatmu adalah di tahanan sampai pengadilan militer dapat dilangsungkan."

​Tepat setelah transmisi Hyeong-jun berakhir, sebuah perintah baru yang membingungkan namun mengerikan segera dikirimkan ke seluruh unit Federasi. Ini bukan lagi perintah defensif. Ini adalah perintah ofensif total.

​Di saat yang sama, laporan datang dari garis depan: Republik, yang diperkirakan akan melancarkan invasi balasan ke Delta-7 setelah insiden Frostfire, tampaknya menghentikan pergerakan mereka. Pasukan mereka berdiam diri, menyaksikan Federasi yang kini telah mengamuk. Tim Republik yang menyelinap ke Gamma-7 kini sudah kembali, dan Modul Kompensator Inti yang dicuri sedang dalam perjalanan ke Bunker Snow Fang. Mereka telah mencapai tujuan mereka di tengah kekacauan yang disengaja dan dirancang dengan matang.

​Jae-won merasakan kebenaran yang lebih dalam, pahit seperti obat. Pertempuran ini bukan hanya tentang membalas dendam atas Frostfire, atau merebut Delta-7. Ini adalah tentang menampilkan superioritas teknologi Republik dan pada saat yang sama, membuat Federasi hancur dari dalam. Republik menggunakan perang ini untuk memicu kudeta yang legitimated, mengincar perpecahan internal Federasi sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka yang lebih besar dan mengerikan. Sebuah permainan catur yang kejam, dan Federasi hanyalah pion yang dikorbankan.

​"Kapten Ji-hoon," suara Jae-won, meskipun tegang, mengandung resolusi baja. "Kumpulkan unit-unit loyal yang tersisa. Kita tidak bisa membiarkan Federasi yang telah dibajak ini menghancurkan Astarhea. Kita harus keluar dari sini. Jika kita tidak bisa menghentikan Hyeong-jun, maka tidak ada yang bisa menghentikan rencana Republik yang lebih gelap."

​Tembakan Soldierid yang loyal kepada Hyeong-jun mulai menghujani dinding-dinding baja Markas Titan, bukan untuk merebut, melainkan untuk menegakkan kekuasaan baru. Benteng pertahanan internal, yang dirancang untuk menahan serangan eksternal, kini diuji hingga batasnya oleh pasukan Federasi sendiri. Jae-won melihat loyalitas terpecah belah, prajurit saling tembak di koridor-koridor yang seharusnya aman, darah Federasi menodai lantai Markas. Ini adalah kegilaan yang tak termaafkan, sebuah luka yang akan sulit disembuhkan.

​Jae-won, bersama beberapa prajurit loyal, berhasil melarikan diri ke bunker rahasia yang ia siapkan untuk situasi darurat. Dia berdiri di dalam bunker yang remang-remang, menyaksikan berita Kekaisaran Phoenix Emas (dilaporkan oleh Kapten Ren Mikami) mengutuk Federasi yang "terpecah-belah" dan kini di ambang "perang total yang tak terkendali." Federasi kini tidak hanya terisolasi, tapi juga telah menjadi ancaman baru bagi stabilitas Astarhea, dipimpin oleh tangan yang salah.

​Dia menyentuh holo-tablet-nya, melihat file Modul Kompensator Inti yang hilang—sebuah komponen teknologi yang sangat sensitif, namun tidak memiliki nilai militer yang jelas di mata publik.

​"Mengapa mereka memprovokasi perang ini... hanya untuk mencuri modul dari kegagalan 23 tahun lalu?" gumam Jae-won, suaranya dipenuhi firasat buruk.

"Mereka tidak hanya mengincar wilayah, atau bahkan kekuasaan. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dan mengerikan di balik pencurian modul itu, sebuah misteri yang melibatkan inti dari keberadaan kita, yang Republik simpan rapat-rapat. Dan kini, mereka telah menghancurkan Federasi dari dalam untuk mencapai tujuan mereka, dengan Hyeong-jun sebagai pion yang buta."

​Jae-won tahu dia sekarang bukan hanya Panglima yang kalah dalam pertarungan politik, tapi juga buronan, dan dituduh sebagai pengecut serta pengkhianat oleh Dewan Militer Federasi sendiri. Namun, dia seorang jenderal yang dipaksa menghadapi kebenaran pahit: musuhnya tidak bermain sesuai aturan perang konvensional, dan ancaman sebenarnya datang dari sesuatu yang jauh lebih besar dari kegilaan Hyeong-jun.

​Ia berdiri sendirian di tengah bunker, hanya ditemani oleh cahaya redup dari holo-tablet yang menampilkan modul yang dicuri. Ia telah dicap pengkhianat, bangsanya sendiri telah menolaknya, Federasi kini menjadi boneka perang. Tapi bukan itu yang paling mengganggunya.

​"Mengapa?" bisiknya keheningan, suaranya serak.

"Mengapa mereka menghancurkan begitu banyak hanya untuk benda ini? Ini bukan senjata yang kita kenal, bukan sumber daya yang bisa dimengerti. Ini... sesuatu yang lain." Sebuah firasat dingin merayap di punggungnya, lebih mengerikan daripada bayangan tentara Hyeong-jun di luar. "Mereka mengincar inti dari sesuatu yang jauh lebih fundamental. Sebuah rahasia yang tersembunyi rapat sejak awal, dan Republik kini memegang kunci untuk membukanya."

​Ia mengangkat pandangannya, matanya yang lelah namun penuh tekad menatap ke arah peta menuju Hutan Jaya.

"Kerajaan Harimau Merah... satu-satunya aliansi yang tersisa. Pelabuhan terakhirku. Mereka akan memberiku tempat berlindung, dan mungkin bersama mereka, aku bisa menemukan jawaban atas kegelapan yang tak terpahami ini. Aku harus mempercayai mereka, mengorbankan setiap loyalitas yang tersisa—bukan lagi pada Federasi yang telah mati, melainkan pada kebenaran yang lebih besar. Ini adalah taruhan terakhirku, demi menyelamatkan Astarhea dari kegelapan yang siap menelan cahaya masa depan." Sebuah napas panjang dihembuskannya. "Aku harus mempertaruhkan segalanya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 36: Kemunculan Argentum Dan Tabib Udzhur

    Langit-langit di Level B3 Menara Babelia mulai berderit hebat. Lempengan baja titanium setebal satu meter melengkung seolah ditekan oleh kekuatan raksasa yang tak terlihat. Debu teknologi—butiran logam mikro yang bersinar keperakan—jatuh menghujani ruangan, menciptakan kabut metalik yang menyesakkan napas. Di tengah laboratorium yang berantakan, kolam air raksa setinggi sepuluh meter mendadak mendidih. Cairan berat itu meledak ke atas, lalu memadat membentuk sesosok pemangsa purba: Argentum, sang Naga Mekanis. ​Wujud Argentum adalah perpaduan antara keindahan dan kengerian teknologi. Tubuhnya tidak memiliki bentuk statis; seluruh kulit dan ototnya adalah aliran logam cair perak yang terus berdenyut. Setiap kali ia melangkah, cakar-cakarnya memanjang dan menajam, menciptakan bunyi denting logam yang menyayat telinga saat bersentuhan dengan lantai. Sepasang matanya berupa sensor merah tajam yang menyapu seluruh ruangan dengan ketepatan yang mematikan. ​"Kartika, awas di sampingmu!" t

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 35: Misi Gulungan Terakhir

    Kontras dengan badai pasir yang mengamuk dan puing-puing Menara Babelia yang berserakan di permukaan Gurun Utara, Level B1 Substratum Babelia adalah sebuah mahakarya arsitektur futuristik yang tersembunyi jauh di perut bumi. Begitu kaki melangkah masuk, keheningan yang steril segera menyambut. Ruangan ini tidak mengenal kegelapan; seluruh koridor bermandikan cahaya putih bersih dari panel spektrum luas yang tertanam mulus di langit-langit, menciptakan atmosfer laboratorium yang sangat cerah dan modern. Dinding-dindingnya terbuat dari polimer putih mengilap dengan aksen logam kromium yang memantulkan setiap gerakan seperti cermin yang jernih. ​Di tengah aula utama yang luas, Kapsul Regenerasi Aetherik (KRA) berdiri tegak bagaikan sebuah monumen kehidupan. Cairan regenerasi di dalamnya berdenyut pelan, memancarkan cahaya hijau zamrud yang hangat dan menenangkan. Di dalam tabung kaca yang tebal itu, tubuh Jae-won tampak mengapung dengan tenang, terhubung pada ribuan kabel halus yang men

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 34: Laboratorium Rahasia

    Kontras dengan Gurun Utara Genevivre yang tadinya panas luar biasa, begitu melewati Gerbang Babelia, suhu di dalam kompleks mendadak lenyap, digantikan oleh keheningan total. Rasanya seperti masuk ke dalam ruangan hampa, dindingnya terbuat dari batu hitam monolitik yang dingin dan lembap. ​Tim Aliansi terpincang-pincang masuk, ambruk ke lantai koridor heksagonal yang mengilap, memantulkan cahaya biru redup dari kristal tersembunyi. Ruangan itu berbau ozon, logam dingin, dan esensi mineral purba. ​Prioritas utama mereka hanya satu: Jae-won. Kartika segera mendekat, meminta Enya mengecek kondisi Panglima yang tak sadarkan diri. ​"Racunnya parah sekali," bisik Enya. "Penolakan energi total. Jantungnya berjuang. Kita hanya punya waktu sangat sedikit." ​Ilias Zaire, sang Penjaga Babelia, berdiri tegak di ujung lorong, mengamati. "Anda lolos tes niat. Sekarang buktikan kecepatan. Lab Karantina ini tidak akan menyesuaikan dirinya dengan kelemahan Anda," kata Ilias datar. Kageyama da

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 33: Sang Penjaga Reruntuhan Menara

    Udara di Gurun Genevivre terasa mendidih di bawah tekanan energi yang sangat besar. Jae-won terkapar tak berdaya di balik bebatuan purba; keracunan Aethernya memburuk dengan setiap denyutan kilat biru kobalt dari Badai Aether yang Hidup. Enya dan Kageyama berjuang menjaga formasi, sementara Kartika menggenggam Gulungan Dunia yang berpendar liar.​Tiba-tiba, Badai Aether itu bereaksi. Pusaran awan putih itu menyentak ke atas; tekanan frekuensi Badai memuncak hingga membuat telinga tim berdenging, seolah-olah seluruh atmosfer baru saja berteriak secara internal. Energi tersebut membentuk Pilar Siklon Murni yang menjulang tinggi hingga menembus lapisan awan. Kilat-kilat biru kobalt berputar di sekeliling pilar itu seperti ular yang marah. Suara angin, desisan listrik, dan gemuruh Badai mendadak lenyap, digantikan oleh keheningan total yang terasa lebih mencekik daripada Badai sebelumnya.​Dari pusat Pilar tersebut, di antara cahaya putih kebiruan, seorang pria berbalut syal tebal muncul.

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 32: Perasaan Di Tengah Badai

    Pesawat Angkasa Phoenix Ascendant meluncur dalam keheningan yang dalam, memotong kegelapan di atas Planet Astarhea. Kapal itu adalah mahakarya Kekaisaran Phoenix—sebuah ruang operasi stealth. Di dalamnya, suasana terasa sangat tenang, kontras dengan misi berbahaya yang mereka emban.​Di ruang makan, Chef Zacharia menyajikan hidangan dengan ketelitian yang tenang. Mangkuk-mangkuk Soto Harimau Emas memberikan kehangatan yang menenangkan. Di tengah meja, tersaji Bulgogi Sang Naga yang Kembali, daging panggang yang harum. Di sudut, diletakkan Mie Panjang Umur Giok yang mengilat—sebuah ironi pahit mengingat Ratu Aruna dan Putri Akari kini terbaring koma, menuntut penyembuhan yang segera. Piring-piring kecil berisi irisan tipis Sashimi Bintang Jatuh, elegan dan dingin. Akhirnya, ada Khao Pad Rajin, nasi goreng nanas yang mewah.​Jae-won, Kartika, dan Enya duduk bersama. Di sisi lain meja, Kageyama dan Pedang Bayangan duduk kaku.​"Tujuannya adalah kelangsungan hidup," balas Kartika. "Tabib

  • AETHERITH: Perang Planet Astarhea   Chapter 31: Jalan Menuju Cahaya

    Kecepatan Kumbang melampaui segala sesuatu yang pernah dikendarai Kartika atau Jae-won. Panther besar itu, dengan bulunya yang sehitam malam dan matanya yang memancarkan cahaya hijau stabil, bukanlah sekadar hewan pendamping; ia adalah manifestasi fisik dari Aether yang dikontrol penuh oleh Enya. Mereka melaju di atas atap perumahan padat Kesultanan Omar.​Kumbang meluncur dari atap terakhir dan mendarat dengan mulus di halaman belakang yang gelap milik Penginapan milik Chef Zacharia. Di sana, Chef Zacharia, pemilik penginapan mewah, berdiri menunggu, masih mengenakan celemek koki yang bersih, wajahnya pucat karena ketegangan.​Enya turun dari Kumbang. Risa melompat dan langsung berlari ke pelukan ayahnya. Chef Zacharia dengan cepat membawa putrinya ke ruang penyimpanan yang remang-remang.​Setelah isak tangis yang singkat, Jae-won mendesak. “Anda harus bergerak sekarang. Setiap detik yang kita habiskan di sini adalah risiko.”​Zacharia melepaskan pelukannya, mengambil kotak Gulungan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status