Pak Dzul baru saja menutup perkuliahan kali ini. Beliau langsung meninggalkan ruang kelas. Beberapa mahasiswa ada yang langsung mengikuti Pak Dzul keluar dari ruang kelas. Namun ada beberapa yang masih diam di dalam kelas.
Elaine sedang sibuk merapikan barangnya, dia masukan buku dan alat tulis menulis lainnya ke dalam tas. Kemudian seseorang memanggilnya dari arah pintu kelas.
“Elaine, Kak Bisma nyariin lo, nih!” panggil Dimas teman sekelas Elaine.
Elaine langsung menoleh. Mendengar nama Bisma entah kenapa hatinya terasa kesal. Mau apa laki-laki itu menemui Elaine? Malas rasanya untuk bertemu dengan Bisma.
“Wait, gue ikut!” kata Veni yang menahan tangan Elaine ketika dia berusaha beranjak dari kursinya.
Veni ingin menjaga Elaine, kalau saja nanti Bisma berlaku kasar pada sahabatnya. Gadis itu melirikkan matanya pada Darell. Mengajaknyauntuk menemeni Elaine. Namun Darell menggelengkan kepalanya, dia tak ingin ikut. Sekarang
“Ayok makan!” ajak Elaine sambil tersenyum.Darell menoleh ke arah Elaine dengan tatapan canggung. Kemudian dia tersenyum dan duduk di depan Elaine.Gadis itu memerhatikan ekspresi wajah laki-laki yang ada di depannya. Sepertinya laki-laki itu terlihat sangat canggung.‘Apa Darell nggak suka sama makanan ini ya? Tapi tadi dia bilang kalau suka pasta,” batin Elaine.“Mmm … Gue nggak tahu makanan favorit lo. Jadi gue masak makanan favorit gue. Siapa tahu selera kita sama,” ucap Elaine sambil melemparkan senyuman manis yang dia miliki.DEG.Darell terhenyak ketika mendengarkan kalimat yang baru saja terucap dari mulut Elaine. Entah kenapa … kata-kata itu mengingatkannya pada seorang perempuan, yang juga sangat menyukai makanan yang sekarang ada di depan Darell, fetuccini carbonara. Darell langsung mentap ke arah Elaine, dan dia melihat senyuman manis dari gadis itu.‘Shit! Kenapa ka
“Lo mau tinggal di sini?” Darell langsung terlonjak. Dia merasa sangat senang, akhirnya Elaine mau untuk tinggal bersamanya. Dia bisa bersama dengan Elaine mulai sekarang. Selain itu tentunya bisa menjaga Elaine dari laki-laki brengsek seperti Bisma.Elaine mendongak sambil mengangguk. “Iya, gue mau tinggal di sini. Sebagai balasan dari apa yang sudah lo kasih ke gue. Gue nggak bisa bayar pakai uang. Se-iyanya bisa, mungkin butuh bertahun-tahun,” jawab Elaine.“Gue nggak butuh duit. Duit mah banyak, yang gue butuhin cuman lo aja,” timpal Darell.Elaine tersenyum, dia senang ketika merasa dibutuhkan seperti ini. Walau dia tahu Darel hanya membutuhkannya sebagai pemuas nafsu belaka. Asal bersama Darell, Elaine merasa senang. Sepertinya Elaine sudah mulai suka pada laki-laki ini.“Besok kita bawa barang penting lo di kosan ya!” ajak Darell.“Iya,” sahut Elaine.***Keesokan hari
“Len, lo mau ikut?” tanya Darell yang baru saja keluar dari kamar mandi.Sudah tiga hari Elaine tinggal bersama Darell. Aktivitas Elaine tak lepas dari melayani Darell dalam bentuk apa pun. Tapi Elaine merasa sangat senang. Pada dasarnya, Elaine sangat nyaman ketika bersama Darell.“Kemana?” tanya Elaine pada Darell.“Tempat nongkrong bareng Kale dan Valen,” jawab Darell sambil mengenakan kaus di kamarnya.Elaine memajukan bibirnya. Dia sebenarnya ingin ikut bergabung, sudah lama juga dia tidak bertemu dengan Kale dan Valen. Tapi apa daya, tugasnya belum selesai, plus sekarang sedang masa ujian. Dan … dia ada janji lain.“Kenapa? Nggak bisa?” tanya Darell yang melihat ekspresi Elaine.Elaine mengangguk cepat. “Next time deh. Gue masih nugas sama besok ada ujian,” jawabnya cepat.“Ya udah. Kayaknya gue balik malem. Kunci aja, nanti gue buka dari luar,”
“Elaine? Ngapain lo di sini?” tanya laki-laki yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell.Sontak Elaine seperti kepergok satpol PP. Matanya membelalak dan mulutnya menganga. Pasalnya yang baru saja membukakan pintu apartemen Darell adalah Valen.“Cepet masuk, woy! Berat bege!” kata Kale dari belakang. Ternyata laki-laki itu sedang membopong Darell yang … sepertinya pingsan.Valen langsung masuk ke dalam apartemen dan membantu Kale yang sedang terpogoh merangkul Darell. Bayangkan badan Kale itu agak kecil dan pendek —untuk ukuran laki-laki—, tapi dia harus menahan badan Darell yang jangkung dan lumayan berotot itu.“Eh, Darell kenapa?” tanya Elaine, dia langsung menghampiri mereka bertiga.“Mabuk, kebanyakan minum dia. Kita baringkan di kamarnya aja, ya,” ajak Valen. Lalu mereka langsung masuk ke kamar Darell dan membaringkan laki-laki yang sedang … entah pingsan atau te
Darell mencium aroma masakan yang sampai ke dalam kamarnya. Laki-laki itu mengerang dan mencoba membuka matanya perlahan. Pusing. Kepala Darell terasa pusing dan berat sekali. Dia mencoba mengingat kejadian semalam. Memorinya me-review kejadian di bar, dia mabuk dan … Darell tak ingat dengan kejadian setelah dia naik mobil.Darell memijit keningnya pelan, berharap rasa pusing di kepalanya itu sedikit reda. Beberapa detik kemudian perutnya berbunyi. Ah, semalam dia hanya menghabiskan waktu dengan minum. Perutnya ini belum di isi makanan sama sekali.Dengan langkah gontai, Darell berjalan keluar dari kamarnya. Laki-laki itu mendapati seorang gadis yang sedang memasak di dapur apartemennya. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan mengenakan celemek berwarna salem.“Len,” panggil Darell serak. Kerongkongannya kini terasa kering.Gadis itu menoleh. “Udah bangun? Minum dulu, udah gue siapin di atas meja,” tutur Elaine. Sepertinya
Memang jika kita sudah bercerita dan mengungkapkan perasaan kita pada seseorang, hati kita akan sedikit ringan. Maksudnya tidak terlalu terbebani dengan masalah yang sedang kita hadapi. Karena ada orang lain yang bisa memberikan saran, masukan, bahkan menguatkan kita.“Kalau lo ada apa-apa, jangan sungkan buat cerita sama gue. Oke?” kata Veni pada Elaine, gadis itu mencoba meyakinkan Elaine bahwa dia tidak sendirian.Elaine menganggukkan kepalanya. Setelah itu gadis berambut pendek itu berpamitan pulang. Karena waktu juga sudah menunjukkan pukul lima sore. Elaine merapikan kamar kosnya, sebelum dia nanti pergi menuju apartemen Darell.Laki-laki itu tadi mengirimkan pesan pada Elaine, menanyakan keberadaannya. Tentu Elaine memberi tahu posisinya di mana. Darell hanya membalas singkat pesannya.Gadis itu menghembuskan napas kencang, sambil berbaring di atas kasur miliknya. Matanya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba dia penasaran dengan Chels
Mata Elaine melotot menatap layar ponselnya. Di dalam room chat kelas, semua anggota sedang harap-harap cemas menunggu nilai mata kuliah Pak Dzul. Elaine yang sedang bersama Darell terlihat tegang, sedangkan seniornya itu seolah tak peduli.“Biasa aja, nanti juga keluar nilainya,” kata Darell pada Elaine yang sedang harap-harap cemas itu.“Nggak bisa. Kalau jelek, bye!” timpal Elaine tanpa melihat pada Darell.“Asal jangan dapat E aja sih, nanti ngulang kayak gue. Emang target lo dapat apa?” tanya Darell.“A.” jawab Elaine cepat. Elaine memang tergolong salah satu mahasiswa ambis. Rasanya tak puas jika tidak mendapat nilai sempurna. Apalagi hanya mata kuliah Pak Dzul saja yang belum keluar.“Buset. Pak Dzul tuh cuman kasih A sama orang-orang terpilih. Seangkatan paling cuman 5 sampai 10 orang,” ujar Darell, dia membagikan testimoninya pada Elaine.Elaine kini menoleh ke arah Darell.
BRAK.Elsa menggebrak meja makan dan berdiri. Elsa sudah tak tahan dengan ayahnya yang selalu saja membandingkan dirinya dengan adiknya itu. Sontak tiga orang yang sedang makan malam bersamanya terkejut.“Kenapa sih, selalu saja membandingkan aku sama Elaine?” sentak Elsa pada ayahnya. Muak dengan semua omongan ayahnya itu.“Elsa.” Lena memanggil dan mencoba menenangkan anak sulungnya itu. Sebagai ibu Lena tahu betul perasaan Elsa, namun kadang dia tak bisa bertindak jika suaminya sudah mulai ceramah seperti itu.“Pa, aku udah jengah banget dari kecil selalu di bandingkan dengan Elaine. Aku akui Elaine memang pintar, lebih pintar dari aku. Tapi bukan berarti aku nggak bisa apa-apa. Kenapa sih, prestasi itu harus melulu tentang akademik?” berang Elsa.Robby tersulut emosinya. Dia langsung berdiri dan menatap Elsa dengan tatapan melotot. “Ini nih, kamu nggak punya attitude! Berani-beraninya kamu membentak Pap