๐ณ๐๐๐บ๐พ๐ต๐ด๐๐ด ๐ฟ๐๐ด๐๐ด๐ฝ๐๐ธ๐ฝ๐ถ
ใ๏ผก๏ผฆ๏ผด๏ผฅ๏ผฒ๏ผฆ๏ผก๏ผฌ๏ผฌใ
Tangan gadis itu bergetar hebat. Ia terlihat sangat panik, matanya yang merah lantaran terus mengeluarkan air mata memandangi kerumunan sekelilingnya dengan panik. Ia berusaha memegang mereka namun tak berhasil. Suaranya yang terdengar serak itu terus berteriak, namun semua orang terlalu fokus pada gadis yang terbaring mengenaskan di atas aspal dingin itu.
Gadis itu sangat mirip dengan dirinya.
"Ini saatnya kau pergi, Kaline." Seseorang tiba-tiba bersuara dengan lembut dari belakangnya.
Kaline lantas berbalik. Seorang perempuan yang memanggilnya itu tak dapat ia melihat dengan jelas wajahnya. "Si-siapa kau?" tanyanya dengan hati-hati.
Lengan perempuan misterius itu terulur. "Aku akan membawamu pulang."
"Kaline ...." Suara yang terdengar lirih itu mengalihkan perhatiannya.
Ia berlari menghampiri Theo yang berjongkok, punggung pria itu bergetar hebat, tak kuasa menahan tangisnya saat melihat gadis yang terbaring di atas aspal itu. "Theo sadarlah ... aku ada si sini!" Kaline terus berteriak namun sama sekali tak dihiraukan kekasihnya hingga tenggorokannya terasa amat perih.
Kaline melirik kotak cincin kecil yang digenggam Theo dengan erat. Apa pria itu berencana melamarnya?
Pandangan gadis itu tertuju pada perempuan yang setia berdiri di belakang Kaline dengan lengan yang masih terulur. "Kau harus pulang sekarang, Kaline!"
"Tidak!" tolak Kaline dengan tegas. Ia menatap perempuan itu penuh dengan amarah. "Ini tidak adil! Bagaimana bisa aku mati di hari ulang tahunku sendiri!" teriak Kaline frustasi. Ia terduduk, menjambak rambutnya yang berantakan. Air matanya terus mengalir. Gadis itu tak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya telah meninggal.
Perempuan itu berjalan mendekat dengan tenang. "Jika kau tak segera pergi denganku kita akan terkena masalah, Kaline."
Kepala gadis itu terangkat, matanya yang membengkak itu menatap perempuan di hadapannya dengan tajam. "Biarkan aku hidup. Aku harus menemukan orang yang telah membunuhku."
***
Kaline berusaha membuka matanya yang terasa amat berat. Cahaya matahari yang menyalak menyilaukan matanya yang masih tertutup sempurna. Belum lagi kepalanya yang teramat sakit dan ditambah guncangan yang seseorang berikan pada tubuhnya menambah rasa sakit di kepala gadis itu bertambah, membuatnya semakin sulit membuka mata.
โApa kita perlu memanggil tabib?โ tanya seorang wanita. Meski terdengar sayup di telinganya, Kaline masih bisa mendengar nada panik yang keluar dari mulut wanita itu.
โSepertinya Putri kelelahan. Biarkan dia istirahat selama beberapa jam. Jika masih belum bangun, kita hubungi tabib,โ sahut suara yang terdengar jauh lebih tenang.
Tak ada suara lagi selepasnya selain langkah kaki yang berat perlahan-lahan memudar, meninggalkan Kaline sendiri di atas ranjang empuk yang bahkan tidak bisa ia nikmati lantaran rasa sakit yang menghujam seluruh tubuhnya.
Tampaknya, keheningan benar-benar membantu. Rasa sakit yang menyerang kepalanya perlahan mereda meski tidak sepenuhnya, pun dengan cahaya matahari yang tak lagi membuat matanya sakit.
Perlahan-lahan, Kaline membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah kelambu berwarna merah yang menembus langit-langit ruangan yang teramat tinggi. Lukisan abstrak berbagai warna menghiasi langit-langit ruangan bersama gantungan lilin yang dibuat sedemikian rupa, membentuk pola kelopak bunga yang tampak rumit.
Hal lain yang Kaline sadari setelahnya adalah ... ini jelas bukan kamarnya.
"Apa-apaan ini?" bisiknya tak percaya.
Mata abu-abunya yang setara dengan awan mendung membelalak, lekas bangun dari kasur empuk itu, menatap seluruh penjuru ruangan yang amat luas dengan waspada. Pilar-pilar tinggi yang menghiasi setiap sudut, patung-patung batu yang tampak artistik dan menyeramkan secara bersamaan, lemari besar dengan pintunya terbuka, menampilkan setumpuk gaun mewah beserta korset-korset.
Sekali lagi, ini jelas bukan kamarnya.
โPutri sudah bangun?โ Suara seseorang mengalihkan perhatiannya. Sorot pandangan gadis itu semakin waspada tatkala seorang perempuan mengenakan gaun aneh yang mengembang di bagian bawahnya menghampiri Kaline sembari membawa sebuah nampan berisi teko dan sebuah cangkir teh di atasnya.
โSi-siapa kau?โ tanya Kaline hati-hati, tangannya menggenggam bantal empuk di dekatnya dengan erat, berjaga-jaga jika orang itu hendak menyakitinya.
Perempuan itu mengerjap beberapa saat, tampak sama bingungnya dengan Kaline. โPutri tidak mengingat saya?โ tanyanya balik, menatap Kaline dengan sorot tak percaya sementara yang ditatap tampak semakin bingung.
โJawab saja pertanyaanku. Siapa kau?โ Kaline berusaha menahan suaranya agar tak terdengar bergetar lantaran ketakutan.
Ia tampak tidak tersinggung mendengar nada bicara Kaline yang terkesan meninggi. Ia meletakkan nampan yang dibawanya di atas nakas kecil dari kayu dengan sabar, lantas kembali menatap Kaline dengan sorot teduh. โSaya Narin, Putri. Lady-in-waiting Anda.โ Perempuan itu menundukkan tubuhnya, hampir seperti sujud di hadapan Kaline.
โLady apa?โ tanya Kaline semakin kebingungan.
โLady-in-waiting, Putri. Saya pelayan Anda,โ ulang perempuan bernama Narin dengan amat ramah.
Kaline menatap perempuan, ah ... tidak. Mungkin lebih cocok jika dipanggil gadis karena usia mereka tak jauh berbeda. Surai pirangnya terikat rapi, membentuk sanggulan sederhana. Gaun berbahan satin yang dikenakannya tampak sangat tua untuk dikenakan di zaman sekarang. Dari penampilannya, gadis bernama Narin itu tampak seperti ... pelayan di abad pertengahan.
โDi mana aku?โ tanya Kaline lagi, tampak tak menurunkan rasa waspadanya.
Narin kembali kebingungan. Ia terlihat mengerutkan keningnya sebelum kembali tersenyum. โAnda berada di Istana Eargard, Putri.โ
โEargard? Istana? Putri? Omong kosong macam apa ini!โ Kaline tak kuasa menahan rasa kesalnya. Bagaimana bisa seseorang mengerjainya tatkala seluruh tubuhnya terserang rasa sakit seperti habis tertabrak sesuatu. Jika dia benar-benar dikerjai, Kaline bersedia mengorbankan reputasi baiknya untuk memaki orang itu.
โMungkin Nyonya Alden benar.โ Narin kembali bersuara, membuat Kaline menoleh ke arahnya. โPutri sepertinya kelelahan dan perlu istirahat. Saya selalu ada di depan pintu jika Anda membutuhkan saya. Selamat beristirahat, Putri.โ Tanpa bersuara lagi, Narin melangkah keluar, menutup pintu ganda yang amat kokoh itu dengan rapat.
Putri. Kata itu terus menghantui pikirannya. Apa jangan-jangan dia adalah anak dari pemimpin Kerajaan Eargard? Tidak, itu tidak mungkin. Kaline jelas hanya gadis biasa. Kedua orang tuanya bukan keturunan darah biru. Ia bahkan masih ingat tulisan di akta kelahirannya yang tertulis jelas ia anak dari kedua orang tuanya, bukan pemimpin Kerajaan Eargard atau apa pun itu.
Kaline menutup matanya. Rasa pusing yang teramat itu kembali menyerangnya saat ia hendak mengingat lebih dalam tentang dirinya sendiri.
Mobil. Darah. Suara klakson.
Kilas balik itu terjadi begitu cepat. Sebuah mobil tanpa plat nomor melaju ke arahnya yang hendak menyebrang. Suara teriakan seseorang disusul suara klakson mobil yang memekakkan telinga membuat Kaline terdiam di tempat. Ia begitu panik, hingga tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya, bahkan jari-jarinya sekali pun.
Mobil itu menabraknya dengan cepat. Membuat tulangnya remuk. Kaline bisa merasakan satu jarinya terpisah, tercecer begitu saja entah ke mana. Belum lagi perutnya yang terlindas oleh benda yang amat berat, itu sangat sakit. Rasanya seperti organ di dalam tubuhnya keluar.
Darah. Kaline bisa melihat genangan darah yang mengelilingi tubuhnya yang terkulai lemas begitu saja. Ia bahkan bisa mencium bau anyir darah yang perlahan-lahan keluar dari hidungnya sebelum pandangannya benar-benar menggelap. Jiwanya sudah pergi, tak lagi ingin menyatu bersama tubuh yang sudah tercerai-berai di atas aspal yang dipenuhi noda darahnya sendiri.
Kaline membuka matanya dengan kasar. Napasnya terengah-engah, seakan-akan ia baru saja berlari dengan kencang. Kilas balik itu tampak begitu nyata. Kaline bahkan masih bisa merasakan betapa sakitnya tulang-tulang kaki yang patah, atau kepalanya yang pusing karena kehilangan terlalu banyak darah.
Memori terakhir yang ia miliki adalah saat dirinya tertabrak mobil. Ia benar-benar Kaline saat itu. Kaline Anata, seorang mahasiswi fakultas ekonomi. Hidupnya sangat bahagia. Tidak ada yang membencinya. Semuanya berjalan bak negeri dongeng tanpa tokoh antagonis.
Tapi anggapan Kaline salah. Bahkan dongeng pun selalu punya antagonisnya sendiri. Hidup indahnya tercoreng begitu saja, tergantikan dengan kematian tragis yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Ia harus menutup matanya, membiarkan jiwanya pergi entah ke mana. Bahkan sebelum ia sempat berpikir siapa orang yang menabraknya.
Lalu keajaiban kembali muncul dalam hidupnya. Matanya kembali terbuka. Namun kali ini ia bukan lagi Kaline Anata seorang mahasiswi fakultas ekonomi. Ia adalah Putri Ralenia Kaline Gard, satu-satunya penerus tahta kerajaan manusia terbesar bernama Eargard.
Kaline tak tahu selanjutnya ia harus menganggap ini hanya bunga tidur atau kesempatan keduanya untuk menjalani kehidupan. Tapi satu hal yang pasti, Kaline bukan lagi Kaline Anata, pun kehidupan sempurnanya. Menjadi seorang putri penerus tahta bukan hal yang mudah. Pembunuh, penjilat, pengkhianat berdiri tepat di belakangnya. Beberapa bahkan dengan percaya diri berdiri di depannya, menyebut diri mereka teman, menjadi serigala berbulu domba.
Bayaran untuk kehidupan keduanya adalah kepercayaan. Ia tak bisa mempercayai siapapun bahkan dirinya sendiri. Tangan kirinya bisa saja menusuk jantungnya saat ia tertidur. Musuh-musuh tersembunyinya bisa saja menebarkan racun di atas makanan lezat.
ยปโโโโโโโโโโโ
๐ ๐ช๐ฃ๐๐ช๐ฃ๐๐ ๐๐ฃ๐จ๐ฉ๐๐๐ง๐๐ข @๐๐ช๐จ๐ ๐ค๐๐๐ฎ๐ ๐ช๐ฃ๐ฉ๐ช๐ ๐ข๐๐ก๐๐๐๐ฉ ๐๐๐ฉ๐๐๐ก ๐๐๐ง๐๐ฉ๐
Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Saat malam gelap lagi-lagi menurunkan hujan gumpalan es pertama yang kali ini disambut dengan penuh kegembiraan.Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Sebuah penikahan akan dilaksanakan.“Cal, apa kau baik-baik saja?” tanya Kaline khawatir, menatap Pangeran Cliftone yang berdiri di sebelahnya sebagai seseorang yang beberapa detik lagi akan dinikahi.“Kau tahu aku telah-”“Aku telah memaafkanmu,” potong Kaline, kembali mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Pangeran Cliftone yang sempat melonggar.“Kau bisa membatalkannya sebelum acaranya dimulai,” ucap Pangeran Cliftone untuk yang kesekian kalinya.Lagi-lagi, Kaline menggeleng dengan tegas. “Tidak akan ada yang dibatalkan, Cal. Aku akan menikahimu.”Pangeran Cliftone membuang napasnya dengan kasar. Ada perasaan campur aduk yang sedari tadi hinggap di dalam dir
Kaline membelalak. Tepat sebelum panah yang dilepaskan Zed mengenai tubuh Pangeran Antheo, peri-peri bersayap merah beterbangan secara acak, membakar panah itu hingga tak bersisa.“Sial!” Pangean Rex menggerutu kesal. Maniknya yang kecoklatan seperti madu berubah menjadi kuning terang. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba saja muncul.Gawat. Pangeran Rex akan berubah menjadi serigala.“Pangeran, awas!” seru Kaline, berusaha mengalihkan perhatian Pangeran Antheo yang fokus memerintah para peri itu sehingga tak menyadari Pangeran Rex dengan tubuh serigala yang beringas berdiri tepat di belakangnya.Satu ayunan penuh amarah keluar, seakan mengajak Pangeran Antheo berduet dengannya yang langsung diterima Pangeran Antheo tanpa keberatan.Sementara Kaline yang masih terikat di pohon berseru panik. Ingin sekali ia curi pisau kecil yang terselip di antara celana Zed, namun mustahil karena kini, kuku-kukunya sudah berubah menjadi panjan
Kedua tangan itu menggenggam setir mobil dengan kuat. Nyeri di ulu hatinya sama sekali tak mereda. Meski begitu, tidak akan ada satupun air mata yang membasahi pipinya. Waktunya sudah habis. Gadis yang dicintainya akan bertunangan dengan seseorang. Seseorang yang jauh lebih baik darinya. Seseorang yang bisa menyampaikan perasaannya. Bukan dengan seorang pengecut seperti dirinya yang seumur hidup hanya berani melihatnya dari jauh. Kaline, seorang perempuan yang tinggal di depan rumahnya. Mereka tumbuh bersama. Cal melihat semuanya. Bagaimana lucunya gadis itu saat balita hingga kini tumbuh menjadi seorang perempuan jelita. Selama itu, ia tak melakukan apapun. Bahkan tidak sekalipun ia pernah menyapanya. Cal adalah seorang pengecut. Dulu maupun sekarang. Dalam kecepatan mobil yang tinggi dan terus berjalan, pandangannya terkunci pada sebuah restoran tiga lantai. Disanalah, harapannya akan benar-benar berakhir, kala seorang pria menyematkan cincin indah
Napas Kaline teramat sesak. Dalam kondisi terikat pada pohon besar seperti sekarang, Kaline nyaris tidak dapat melakukan apapun jika saja mulutnya ikut tertutup.“Apa yang kau lakukan?” tanya Kaline penuh amarah saat Pangeran Rex mendekat dengan senyuman memuakkan.Bagaimana bisa pria itu tersenyum setelah hal gila yang ia lakukan?“Ssstt … tidak perlu marah, Putri. Aku hanya ingin membuat namamu abadi. Setelah ini, aku yakin tidak akan ada yang berani melupakanmu,” ucapnya dengan penuh kebanggaan sambil menumpahkan sebotol minyak berbau menyengat tepat di bawah kaki Kaline.Dari ujung mata gadis itu, dapat ditangkap pergerakan Pangeran Antheo dan Cliftone yang mengendap-endap menuju tempat yang saling berlawanan. Langkah Pangeran Antheo perlahan mendekati seorang penyihir tua yang sedang fokus bertapa, sedangkan langkah Pangeran Cliftone menjauhinya.Rencana mereka harus berhasil.“Kau akan menyesali per
“Aku bersumpah aku tidak tahu apapun tentang ini!” seru Pangeran Antheo dengan frustasi.Ini sudah lebih dari dua puluh kali Kaline dan Pangeran Cliftone menanyakan hal yang sama, terus membuat posisinya semakin terpojok.Pangeran Antheo mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tidak tahu apapun soal ini. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih bertanya-tanya bagaimana bisa peri-peri itu berada di luar kendalinya.“Kau sendiri yang mengatakan bahwa hanya dirimu yang bisa mengendalikan peri-peri itu, Pangeran. Jangan berbohong.” Kaline terus mendesaknya. Meski Pangeran Antheo tidak bisa melihat apapun sekarang, ia yakin kini Kaline sedang memandangnya dengan tajam.“Demi negeriku, Putri. Aku tidak tahu apapun soal ini. Peri-peri itu, aku tidak tahu apapun!” seru Pangeran Antheo sambil menjambak rambutnya untuk mengalihkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya.“Sudahlah, Putri. Kau tahu dia bukan pelak
Lenguhan ringan beberapa kali keluar dari mulut Kaline. Kepalanya terasa seperti baru saja ditimpa oleh sesuatu yang berat dan memang benar adanya, di dahi gadis itu sekarang, sudah ada benjolan sebesar setengah bola pingpong. Bau busuk asap pertama kali masuk ke dalam indera penciumannya saat gadis itu terbangun. Kedua tangan dan kakinya terikat dengan kencang, membuat gadis itu harus bersusah payah untuk menyandarkan tubuhnya pada dinding di tepi ruangan kecil ini. โAh โฆ akhirnya ada yang terbangun juga.โ Suara ringan itu membuat Kaline kembali was-was. Di dalam kegelapan seperti ini, ia tidak bisa melihat apapun kecuali โฆ dua sinar kecil berwarna merah di ujung ruangan. โCal, apa itu kau?โ tanya Kaline dengan hati-hati. โYa โฆ syukur kau masih mengingatku. Aku pikir kau akan hilang ingatan setelah dipuku oleh bata, Putri,โ jawab pria itu dengan candaan yang sama sekali tidak lucu. Kaline memilih untuk tidak lagi menimpali ucapan pria