๐ณ๐๐๐บ๐พ๐ต๐ด๐๐ด ๐ฟ๐๐ด๐๐ด๐ฝ๐๐ธ๐ฝ๐ถ
ใ๏ผก๏ผฆ๏ผด๏ผฅ๏ผฒ๏ผฆ๏ผก๏ผฌ๏ผฌใ
Gadis dengan surai panjang yang dibiarkan tergerai itu turun dari taxi yang ditumpanginya dengan wajah berbinar. Bibirnya yang terpoles lipstick tipis itu terus memperlihatkan senyuman indah yang tak dapat dideskripsikan dengan kata. Langkah tenangnya berjalan memasuki toko bunga kecil di pinggir jalan yang tak terlalu terkenal.
โSelamat pagi, ada yang bisa saya bantu?โ seorang pria yang berjaga di balik meja kasir berdiri tatkala ia mendengar bunyi lonceng pertanda ada seseorang yang masuk ke dalam toko bunganya.
Senyuman gadis itu semakin merekah. Langkah tenangnya kini berubah menjadi larian kecil penuh semangat. โTheo, aku sangat merindukanmu!โ serunya seraya memeluk pria di balik meja kasir itu dengan erat.
Theo yang melihat aksi kekasihnya itu hanya bisa tertawa kecil dan membalas pelukannya dengan tak kalah erat. โAku bahkan baru pergi selama seminggu, Kaline.โ
Pelukan hangat yang berlangsung selama beberapa menit itu terpaksa terlepas. Manik abu-abu milik Kaline menatap manik cokelat terang milik kekasihnya itu dengan penuh rasa rindu. โKau juga tidak menghubungiku selama seminggu, tahu!โ balasnya dengan kesal.
โHahaha!โ tangan Theo terangkat, merapikan surai Kaline yang sedikit berantakan. โAku pergi ke pedalaman desa, tidak mungkin ada sinyal di sana.โ
Tak ada percakapan setelahnya. Dua sejoli itu hanya menatap satu sama lain dengan tatapan penuh kasih sayang. Seminggu tanpa saling bertatap muka dan bercakap bukan hal yang mudah bagi sepasang kekasih yang sudah berpacaran selama lebih dari 5 tahun.
โApa kau lupa hari ini hari apa?โ Kaline kembali membuka percakapan, terus menatap Theo dengan binar penuh semangat.
Theo tersenyum jail, alisnya tertekuk seakan-akan ia tengah berpikir keras. โHari Minggu, bukan?โ ia mengambil beberapa langkah kecil ke belakang, menjauh dari Kaline yang sebentar lagi akan memukulnya karena melupakan hari yang sangat spesial.
โTunggu, apa maksudmu?!โ teriak Kaline kesal, lantas melempar tas selempang berwarna cokelat muda yang dibawanya yang disusul gelak tawa dari Theo yang terdengar sangat puas lantaran berhasil membuat Kaline kesal.
Theo terus menghindar setiap kali Kaline hendak memberinya pukulan-pukulan kecil, membuat keduanya berlarian di dalam toko bunga kecil itu tanpa mempedulikan bunga-bunga yang berjatuhan setiap kali mereka tak sengaja menyenggolnya.
โTada!โ Theo berhenti tepat di ujung ruangan. Tangannya terjulurโentah sejak kapan ia membawa buket bunga mawar putih dengan sedikit bunga edelweis kesukaan Kaline.
Kaline tersenyum penuh haru, kembali memeluk kekasihnya dengan erat. โSepertinya aku orang paling beruntung di dunia,โ ucapnya berusaha menahan tangisan bahagia yang selalu muncul setiap kali Theo memberikan kejutan-kejutan kecil untuknya.
โSudah ... jangan menangis.โ Theo mengelus punggung Kaline dengan pelan, berusaha menenangkan kekasihnya. โBagaimana bisa aku melupakan hari ulang tahunmu, Kaline?โ bisiknya.
Kaline yang sudah merasa lebih tenang itu perlahan-lahan melepaskan pelukannya. Manik abu-abunya memperhatikan buket bunga yang selalu Theo berikan padanya setiap kali ia berkunjung ke toko bunga miliknya. Buket yang selalu samaโmawar putih dan edelweisโnamun entah kenapa buket ini tampak lebih spesial dari yang telah diberikan padanya sebelumnya.
Alis Kaline menyatu. โApa ini?โ tanyanya saat Kaline mendapati surat kecil yang terselip di susuan bunga yang saling berdempetan itu. โKenapa kali ini ada suratnya?โ Kaline menatap Theo heran. Ini kali pertama Theo memberikan surat di dalam buketnya.
Theo mengedikkan bahunya, tak hendak memberikan bocoran sedikit pun.
Kaline menghela napas. Ia lantas membuka surat kecil itu dengan tidak sabaran.
Masih ingat saat pertama kali aku mengajakmu berkencan? Bagaimana kalau kita makan malam bersama di sana?
Kaline tak mampu menahan tawanya. Selama ia mengenal Theo, ini kali pertama pria itu memberikan surat untuknya. โApa kau sedang demam, huh?โ tanya Kaline. Pandangannya tak lepas dari surat kecil itu.
โBagaimana, kau mau?โ tanya Theo dengan kedua alis terangkat, menunggu jawaban Kaline yang terus terpaku memandangi surat pemberiannya.
Kepala Kaline terangkat dengan senyuman lebar, menampilkan barisan giginya yang tersusun dengan rapi. โTentu saja!โ jawab Kaline bersemangat.
***
โSepertinya ini lebih bagus jika diletakkan di ujung sana.โ
Sudah lebih dari 4 jam Theo mondar-mandir membawa berbagai peralatan yang ia gunakan untuk mendekorasi seluruh lantai dua restoran tempat ia pertama kali mengajak Kaline untuk berkencan.
Ia menatap sekeliling ruangan dengan puas. Polaroid-polaroid yang menampilkan potret mereka berdua terpajang di sepanjang dinding dengan bunga-bunga segar yang turut menghiasi. Hanya ada satu meja dengan sepasang kursi yang terletak di tengah-tengah ruangan. Lilin pengganti lampu pijar beserta aroma mawar yang semerbak turut menambah nuansa romantis yang hendak dibagunnya.
Seorang pelayan menghampiri pria beberapa detik setelah Theo melambaikan tangannya. โAda yang bisa saya bantu, Tuan?โ
Theo mengangguk. Tangannya merogoh kocek celana jeans hitam yang ia kenakan, mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam sana. Untuk kesekian kalinya, Theo memandangi kotak yang berisi sebuah cincin perak dengan permata serta ukiran nama โKalineโ di bagian dalamnya.
โTolong simpan ini. Aku akan pulang sebentar untuk berganti pakaian.โ
***
Matahari telah sepenuhnya tenggelam berganti dengan bulan purnama yang tampak amat cerah bersama bintang-bintang yang mengelilinginya. Theo sudah kembali ke restoran itu sekitar 30 menit yang lalu. Ia datang dengan setelan jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu hitam. Setelan yang sama persis dengan saat ia pertama kali bertemu Kaline di pesta kelulusan kakaknya tujuh tahun yang lalu.
Theo menatap sekeliling ruangan yang tampak remang-remang lantaran penerangan yang hanya memakai puluhan lilin itu dengan puas. Ia telah mendekorasi ruangan ini selama berjam-jam dengan hasil yang sangat memuaskan.
โTuan, taxi yang dinaiki Nona Kaline sepertinya telah tiba,โ ucap seorang pelayan yang menghampiri Theo sembari memberikan kotak cincin yang dititipkan kepadanya sebelumnya.
Theo mengangguk. Ia lantas memasukkan kotak cincin itu ke dalam saku jasnya dan berjalan menuju ruangan kecil yang telah ia siapkan untuk tempatnya bersembunyi.
Beberapa menit telah berlalu namun ia tak kunjung terdengar suara langkah kaki seseorang yang menaiki tangga. โApa pelayan itu salah melihat orang?โ pikir Theo yang tampak kebingungan.
โTolong!โ suara teriakan seorang perempuan yang terdengar nyaring dengan sangat jelas bersamaan dengan pintu ruangan kecil tempatnya bersembunyi diketuk dengan kasar membuat Theo terpanjat kaget.
Dengan cepat, Theo membuka pintu itu dan mendapati pelayan yang sama muncul dengan wajah yang pucat pasi serta keringat yang mengucur di sekitar dahinya. โAda apa?โ tanya Thoe kebingungan.
โKe-kekasih Anda ....โ Bahkan belum sempat si pelayan yang terbata-bata itu mengucapkan kalimatnya, Theo sudah terlebih dahulu berlari turun dari tangga.
Ada banyak orang yang berkerumunan di tengah jalan, mengelilingi sesuatu yang tak dapat dilihat Theo dengan jelas. Genangan darah yang mengalir itu membuat langkah Theo melambat. Ia mendekati kerumunan itu dengan ragu-ragu. Matanya yang sudah tak fokus lagi memandangi satu-persatu orang yang ada di kerumunan, berharap ia menemukan Kaline di antara wajah-wajah panik itu.
Langkahnya terhenti saat ia bisa melihat dengan jelas seorang gadis tergeletak di atas aspal dingin dengan gaya yang tidak normal. Dress putih yang ia kenakan telah berganti warna, ternodai dengan warna merah pekat dari darahnya sendiri. Tulang kakinya mencuat ke luar, membuatnya hampir terpisah dengan tubuhnya.
Theo mematung. Satu-satunya yang bergerak hanyalah air mata yang tak lagi dapat ditahannya. Meski wajah gadis itu tak terlihat dengan jelas lantaran darah yang mengenainya, Theo dapat mengenal gadis itu dengan jelas.
Kaline. Gadis yang akan ia lamar hari ini berakhir tragis dengan terbaring kaku di atas aspal dingin. Manik abu-abu yang sangat ia sukai itu tertutup dengan rapat, wajah cantiknya terdapat luka-luka yang menganga dengan lebar.
โKaline ....โ lirihnya yang tak kuasa menahan rasa sedih sekaligus rasa bersalah melihat gadis yang paling ia sayangi itu meninggal dengan cara yang amat menyakitkan. Theo ada di tempat yang sama dengannya, namun ia tak bisa menyelamatkan hidup Kaline.
Ia merasa seperti pria paling bodoh.
ยปโโโโโโโโโโโ
๐ ๐ช๐ฃ๐๐ช๐ฃ๐๐ ๐๐ฃ๐จ๐ฉ๐๐๐ง๐๐ข @๐๐ช๐จ๐ ๐ค๐๐๐ฎ๐ ๐ช๐ฃ๐ฉ๐ช๐ ๐ข๐๐ก๐๐๐๐ฉ ๐๐๐ฉ๐๐๐ก ๐๐๐ง๐๐ฉ๐
Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Saat malam gelap lagi-lagi menurunkan hujan gumpalan es pertama yang kali ini disambut dengan penuh kegembiraan.Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Sebuah penikahan akan dilaksanakan.“Cal, apa kau baik-baik saja?” tanya Kaline khawatir, menatap Pangeran Cliftone yang berdiri di sebelahnya sebagai seseorang yang beberapa detik lagi akan dinikahi.“Kau tahu aku telah-”“Aku telah memaafkanmu,” potong Kaline, kembali mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Pangeran Cliftone yang sempat melonggar.“Kau bisa membatalkannya sebelum acaranya dimulai,” ucap Pangeran Cliftone untuk yang kesekian kalinya.Lagi-lagi, Kaline menggeleng dengan tegas. “Tidak akan ada yang dibatalkan, Cal. Aku akan menikahimu.”Pangeran Cliftone membuang napasnya dengan kasar. Ada perasaan campur aduk yang sedari tadi hinggap di dalam dir
Kaline membelalak. Tepat sebelum panah yang dilepaskan Zed mengenai tubuh Pangeran Antheo, peri-peri bersayap merah beterbangan secara acak, membakar panah itu hingga tak bersisa.“Sial!” Pangean Rex menggerutu kesal. Maniknya yang kecoklatan seperti madu berubah menjadi kuning terang. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba saja muncul.Gawat. Pangeran Rex akan berubah menjadi serigala.“Pangeran, awas!” seru Kaline, berusaha mengalihkan perhatian Pangeran Antheo yang fokus memerintah para peri itu sehingga tak menyadari Pangeran Rex dengan tubuh serigala yang beringas berdiri tepat di belakangnya.Satu ayunan penuh amarah keluar, seakan mengajak Pangeran Antheo berduet dengannya yang langsung diterima Pangeran Antheo tanpa keberatan.Sementara Kaline yang masih terikat di pohon berseru panik. Ingin sekali ia curi pisau kecil yang terselip di antara celana Zed, namun mustahil karena kini, kuku-kukunya sudah berubah menjadi panjan
Kedua tangan itu menggenggam setir mobil dengan kuat. Nyeri di ulu hatinya sama sekali tak mereda. Meski begitu, tidak akan ada satupun air mata yang membasahi pipinya. Waktunya sudah habis. Gadis yang dicintainya akan bertunangan dengan seseorang. Seseorang yang jauh lebih baik darinya. Seseorang yang bisa menyampaikan perasaannya. Bukan dengan seorang pengecut seperti dirinya yang seumur hidup hanya berani melihatnya dari jauh. Kaline, seorang perempuan yang tinggal di depan rumahnya. Mereka tumbuh bersama. Cal melihat semuanya. Bagaimana lucunya gadis itu saat balita hingga kini tumbuh menjadi seorang perempuan jelita. Selama itu, ia tak melakukan apapun. Bahkan tidak sekalipun ia pernah menyapanya. Cal adalah seorang pengecut. Dulu maupun sekarang. Dalam kecepatan mobil yang tinggi dan terus berjalan, pandangannya terkunci pada sebuah restoran tiga lantai. Disanalah, harapannya akan benar-benar berakhir, kala seorang pria menyematkan cincin indah
Napas Kaline teramat sesak. Dalam kondisi terikat pada pohon besar seperti sekarang, Kaline nyaris tidak dapat melakukan apapun jika saja mulutnya ikut tertutup.“Apa yang kau lakukan?” tanya Kaline penuh amarah saat Pangeran Rex mendekat dengan senyuman memuakkan.Bagaimana bisa pria itu tersenyum setelah hal gila yang ia lakukan?“Ssstt … tidak perlu marah, Putri. Aku hanya ingin membuat namamu abadi. Setelah ini, aku yakin tidak akan ada yang berani melupakanmu,” ucapnya dengan penuh kebanggaan sambil menumpahkan sebotol minyak berbau menyengat tepat di bawah kaki Kaline.Dari ujung mata gadis itu, dapat ditangkap pergerakan Pangeran Antheo dan Cliftone yang mengendap-endap menuju tempat yang saling berlawanan. Langkah Pangeran Antheo perlahan mendekati seorang penyihir tua yang sedang fokus bertapa, sedangkan langkah Pangeran Cliftone menjauhinya.Rencana mereka harus berhasil.“Kau akan menyesali per
“Aku bersumpah aku tidak tahu apapun tentang ini!” seru Pangeran Antheo dengan frustasi.Ini sudah lebih dari dua puluh kali Kaline dan Pangeran Cliftone menanyakan hal yang sama, terus membuat posisinya semakin terpojok.Pangeran Antheo mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tidak tahu apapun soal ini. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih bertanya-tanya bagaimana bisa peri-peri itu berada di luar kendalinya.“Kau sendiri yang mengatakan bahwa hanya dirimu yang bisa mengendalikan peri-peri itu, Pangeran. Jangan berbohong.” Kaline terus mendesaknya. Meski Pangeran Antheo tidak bisa melihat apapun sekarang, ia yakin kini Kaline sedang memandangnya dengan tajam.“Demi negeriku, Putri. Aku tidak tahu apapun soal ini. Peri-peri itu, aku tidak tahu apapun!” seru Pangeran Antheo sambil menjambak rambutnya untuk mengalihkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya.“Sudahlah, Putri. Kau tahu dia bukan pelak
Lenguhan ringan beberapa kali keluar dari mulut Kaline. Kepalanya terasa seperti baru saja ditimpa oleh sesuatu yang berat dan memang benar adanya, di dahi gadis itu sekarang, sudah ada benjolan sebesar setengah bola pingpong. Bau busuk asap pertama kali masuk ke dalam indera penciumannya saat gadis itu terbangun. Kedua tangan dan kakinya terikat dengan kencang, membuat gadis itu harus bersusah payah untuk menyandarkan tubuhnya pada dinding di tepi ruangan kecil ini. โAh โฆ akhirnya ada yang terbangun juga.โ Suara ringan itu membuat Kaline kembali was-was. Di dalam kegelapan seperti ini, ia tidak bisa melihat apapun kecuali โฆ dua sinar kecil berwarna merah di ujung ruangan. โCal, apa itu kau?โ tanya Kaline dengan hati-hati. โYa โฆ syukur kau masih mengingatku. Aku pikir kau akan hilang ingatan setelah dipuku oleh bata, Putri,โ jawab pria itu dengan candaan yang sama sekali tidak lucu. Kaline memilih untuk tidak lagi menimpali ucapan pria