Share

7

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-01-25 07:05:53

Apalagi yang mereka inginkan dengan datang kemari dengan wajah sombong dan muka garang. Apa tidak puas mereka mengusikku pagi tadi, menghajarmu di kuburan Mas Haryadi. Tidak bisakah kami semua yang sedang berduka tidak saling mengusik.

Tok tok ....

Sudah kuduga, ketukan itu akan terdengar cepat. Kuhampiri bufet, kutatap penampilanku di pantulan kaca. Wajahku pucat, mataku sembab dan ada bekas cakaran di pelipis dan pipi kiri.

"Aku harap tidak ada teriakan lagi, putriku yang sakit sedang tertidur," gumamku sambil melangkah dengan berat hati menuju ke pintu.

Kubuka pintu dan ku temui ketiga orang yang masih menatapku dengan penuh dendam dan kebencian, di belakang mereka ada Jaka yang terlihat menunjukkan wajah tidak enak padaku namun dia sendiri tidak berdaya.

"Jadi ini rumah tempat kamu dan Hariyadi menyembunyikan hubungan rahasia kalian?" Tanya Mbak Mbak dwiana, masuk merangsek sambil mendorongku, anaknya pun ikut masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan mereka.

"Kumuh sekali tempat pelacur ini meletakkan cinta dan melayani Haryadi," ujarnya sambil melempar pandangan pada satu set sofa sederhana dan sebuah karpet bludru yang kubentangkan di depan TV. TV itu pun hanya tv tabung model lama yang sudah tidak bisa menyala lagi.

Tidak ada perhiasan atau pajangan kecuali hanya sebuah foto gimana aku dan suamiku juga anak kami duduk bahagia dalam satu frame yang sama. Tanpa berpikir panjang wanita itu segera menurunkan piguranya dan menggenggamnya dengan erat. Aku yang tahu belaga punya ingin memecahkan pigura segera saja mendekat dan menarik benda itu dari tangan Mbak Dwiana.

"Mbak Dwi, Aku tahu kamu sangat membenciku, dendam di hatimu tidak akan pernah terbayarkan dengan cara apapun, tapi aku mohon jangan rebut sisa kenangan terakhir yang ditinggalkan Mas Haryadi untuk kami. Kami hanya punya hal itu."

"Bagaimana dengan rumah dan segala sesuatu yang diberikan diam-diam. Aku tidak percaya bahwa selama ini kau hanya mendapatkan jatah di tempat tidur?!" tanyanya sinis

"Rumah ini hanya kontrakan, tidak ada yang ditinggalkannya untukku, selain nilai kasih sayang dan kepercayaan. Kami menumbuhkan cinta dan membesarkan anak dengan penuh kasih, tanpa pernah bertengkar sekalipun."

"Jangan bersikap bahwa kau seolah-olah adalah malaikat terbaik dalam hidup Hariyadi."

"Mas Har selalu mengeluhkan banyak masalah dan peliknya hidup, para diriku dilabuhkan segala kegundahan hati kami saling memberi dan menerima cinta dan hanya itu saja."

"Jangan mengejekku, pelacur sialan!"

"Demi Allah, apa yang saya ceritakan itulah kenyataan sebenarnya."

"Kurang ajar, beraninya kau menyombongkan diri padaku."

Tiba tiba wanita itu meradang dihampirinya diri ini dan ditariknya rambutku. Dihujamkannya tinjuan dan cakaran dengan kuat. Sementara aku hanya bisa menahan sakit, dan mengikuti arah dia menarik rambutku agar tidak terlalu sakit.

Tentu saja melihat perbuatan demikian Jaka dan Dirga anaknya Mbak Dwi segera bergerak, sigap memisahkan kami.

"Mami, stop it, mami bisa masuk penjara karena ini."

"Biar saja, sudah kepalang tanggung diri ini sakit hati, aku sudah kehilangan ayahmu sekarang, wanita ini tiba tiba timbul dan mengakui dirinya sebagai istri Papamu, apa kau pikir aku tidak malu dan sakit hati. Akan kuhabisi dia!"

"Mami, stop, demi Dirga, Mi. Kita gak bisa mencegah kenyataan yang sudah terjadi. Justru kalau mami menyerang wanita ini mami seakan tidak menerima kalau papa mencintai orang lain. Orang orang akan menilai mami lemah, sebaiknya kita pergi, biarkan wanita hina ini dengan tangisan dan ratapannya karena setelah kehilangan papa, dia tidak punya apapun lagi."

Mendengar ucapan anaknya, emosi wanita itu sedikit mereda, dia mendengkus dan tersenyum sinis lalu mengancamku.

"Dengar ya, jangan pernah datang ke rumahku lagi, jangan mencoba mencari pengakuan anak apalagi harta warisan! Andai kau menginginkannya maka simpan saja semua hasratmu di dalam hati, karena harta, gaji, dan aset Mas Haryadi adalah hak milik kami."

"Silakan saja, saya tidak berambisi, saya mampu cari sendiri, jangan khawatir," jawabku tak kalah sinis.

Tak mau juga diri ini terus direndahkan hanya karena posisiku istri kedua yang dinikahi siri. Aku tahu aku salah karena tidak menyiarkan pernikahan kami, tapi itu sepenuhnya bukan salahku, sebab Mas Haryadi sendiri yang melarangku melakukan itu. Dia menyuruhku menunggu hingga waktunya tepat. Dan hari ini ... mungkin inilah waktu yang dianggap tepat, hari yang digariskan bahwa semuanya harus terungkap.

"Dengan cara apa kau akan mencari uang, dasar Lon** apa kau akan menjual dirimu?! hah?" Sekali lagi dia datang mendorongku hingga aku terjerembab.

Lama kelamaan tersulut juga emosiku hingga tak tahan mulut ini bicara.

"Cukup dengan penghinaan itu! Keluar kau dari rumah ini, kau tidak berhak ada di sini. Kau bilang aku akan menjual diri tanpa rasa malu, kau juga lebih tidak punya malu karena datang menyerangku. Apa kau tidak terima kenyataan?" ucapku dengan napas yang memburu,

"Ya ... kenyataannya, hati Haryadi lebih tentram ketika bersamaku. Jujur saja, dia lebih menikmati hidupnya saat kami bersama meski dalam kesederhanaan! Kau hanya lintah penghisap hasil jerih payah Mas har!"

"Kurang ajar sekali kau ini, aku istri sahnya!" wanita itu memberingas bukan main, sampai sampai Jaka dan Dirga tidak bisa menahannya menyerangku, kami saling jambak, dorong dan cekik.

"Jangan berlindung dibalik status istri sah, kau hanya memeras Haryadi dengan gaya hidup mewah lalu bangga dengan tunjangan lima persenmu itu!"

"Dasar an**** biadab!"

"Kau lebih biadab, sudah tahu Haryadi tak lagi bahagia denganmu tapi kau masih menggelangi dia dengan pernikahan palsu yang sudah tidak bahagia. Cih, aku jijik."

"Tante, Cukup!" teriak Dirga mencegah omonganku.

"Iya, Dirga, betul, aku memang pelakor, tapi wanita yang juga tak bisa menjaga mulut dan tindakan juga lebih menjijikkan. Katanya ibumu istri seorang yang terhormat, mengapa sikapnya sama sekali tidak terhormat?"

"Kurang ajar!" Wanita itu meradang minta ampun, dia berteriak kesetanan dan tiba tiba saja putriku terbangun dan kembali menyaksikan drama pertengkaran sengit lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   37

    Ketika kuantar Mbak Dwi ke depan pintu, tiba tiba ibu mertua sudah hadir bersama kedua adik iparku widhi dan Widya. Dalam keharuan mendalam yang baru kurasakan dengan Kakak kini tiba tiba ibu juga menunjukan ekspresi haru yang sama, menangis sambil tersenyum. "Dwi, Susi, Alhamdulillah, Nak." "Ibu ...." Aku dan Mbak Dwi mendekat dan menghambur ke pelukan mertua kami. Beliau memeluk kami dengan erat dan menciumi kami bergantian. "Alhamdulillah, jika kalian sudah saling memaafkan dan menerima kesalahan masing masing." Lelehan bening dari netra ibu mertua menunjukan bahwa dia sangat bersyukur atas apa yang terjadi barusan. "Kami sedang berusaha Mami," jawab Mbak Dwi dengan wajah canggung. "Tidak apa apa Nak, mami memuji kelapangan hatimu menerima kenyataan, menerima Susi sebagai bagian dari hidup Haryadi dan kau sudah berdamai dengan kenyataan. Alhamdulillah, Mami benar benar bersyukur, Mami menghargaimu, Nak," ucap Ibu dengan senyum mengembang paling manis yang pernah kulihat. Sela

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   36

    Secara mengejutkan Mbak Dwiana datang ke kedai di jam delapan pagi. Saat itu kedaiku masih tutup, tapi aku sudah membuka pintu samping dan sibuk menyapu. Melihatnya sudah berdiri di ujung pintu aku hanya tertegun, kami saling berpandangan dengan perasaan masing masing lalu ... di sinilah kami duduk berdua saling berhadapan dan sibuk dalam kebungkaman masing masing."Ada apa Mbak, tumben datang kemari pagi sekali?" Sebenarnya aku tak tahu harus memulai pembicaraan dari mana."Aku ingin bicara?"Dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam tasnya, foto yang cukup mengejutkan di mana aku dan Mas Haryadi juga Alisa ketika masih balita dalam frame yang sama. "Darimana Mbak dapat foto itu?" Tanyaku dengan tenggorokan terasa kering karena begitu penasaran."Seharusnya pertanyaan itu diganti, menjadi sejak kapan foto itu ada padaku," gumam wanita itu."Jadi mbak sudah tahu kalau aku adalah istri Mas Har jauh sebelum beliau meninggal?" tanyaku.Tanpa kuduga air mata meluncur begitu saja dari netra

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   35

    Kumatikan ponsel sambil menggeleng pelan, kutarik napas dalam dalam sambil menetralisir perasaan yang sekiranya mengajakku untuk terus membuat dosa. Seharusnya aku tak begitu pada ibunda Dirga dan Bella, tapi Mbak Dwi memaksaku untuk terus jahat mengikuti alur beliau.Sebenarnya, dalam hati kecil, bukannya aku tak punya malu atau rasa bersalah, aku ingin sekali minta maaf atas semua yang terjadi selama ini dan bicara baik baik pada Mbak Dwiana. Andai beliau bisa diajak duduk dan bicara, tapi sayang kakak maduku itu sangat temperamen dan kasar. Dia terus memendam sakit hati dan dendamnya hingga batas waktu yang tak ditentukan.Mungkin aku tak akan pernah dimaafkan, fine, aku menerima itu, tapi bisakah di antara kami tidak saling mengganggu saling mengusik dan menjahati? Bisakah?**Kuketuk rumah berlantai dua dengan dua pilar megah penyanggah depannya. Aku tahu kedatanganku ke tempat ini sama dengan menempatkan diri ke dalam kandang singa. Tapi aku tak punya pilihan."Siapa?" Suara ben

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   34

    Maaf ada kesalahan sehingga bab cerita tertukar ❤️🙏"Apa?" Mbak Dwiana terbelalak mendengar kata-kata ibu. Bagaimana tidak kata-kata itu sangat menyentil dan menyinggung sekali."Ibu bilang apa?""Aku tidak mau mengusik hidup dan mengganggu kencanmu! Kurang baik seperti apa lagi aku?!"Demi apa raut wajah Mbak Dwi sangat pucat dan dia langsung kelihatan sedih serta terguncang sekali."Sudah kukatakan apa urusanmu dengan hidup Susi! Jangan ganggu dia lagi sehingga kalian pun bisa hidup dengan aman dan damai!""Dia sudah memerasku sebanyak 20 juta Bu!" Mbak Dwi berteriak di luar kedai."Sebaiknya kita bicarakan ini di dalam mobil," ucap Ibu sambil mengalihkan perhatian dan berusaha untuk tidak membuat malu semua orang."Masuk ke mobil, Susi, Dwi, ayo masuk!" perintah ibu."Ba-baik."Di sinilah kami, saling berhadapan di mobil ibu mertua yang cukup mewah dan luas. Jok tengahnya bisa diputar sehingga ibu bisa mengintrogasi kami yang duduk di baris paling belakang."Jadi katakan, apa maks

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   33

    Tak lama setelah Mbak Dwi meninggalkan kedai kami, mobil ibu mertua tiba. Dengan pintu yang dibukakan supir, ibu terlihat turun dan menghampiri tempat kami. Aku yang sadar diri dan tahu rasa hormat segera membuka pintu kaca dan menyambutnya dengan uluran tangan serta menyalaminya."Akhirnya Ibu datang juga," ucapku."Hmmm, aku penasaran apa yang hendak kau sampaikan," jawabnya sambil menarik kursi dan duduk di salah satu meja pelanggan."Sesuatu yang serius, mungkin juga tidak begitu penting bagi ibu, tapi yang pasti saya ingin menunjukkannya.""Pastikan bahwa aku akan sangat tertarik," ucap ibu dengan tarikan muka tegas dan bibir yang dia sungginggkan miring."Ini tentang Mbak Dwi," gumamku."Ada apa dengannya?""Sebelum bicara, saya ingin tahu, apakah ibu tahu sesuatu tentang kakak maduku?""Tentang apa?""Hal yang dalam tanda kutip sesuatu yang dirahasiakan, aib dan lain sebagainya," jawabku setengah pelan.Iu mengernyit tidak paham, dia menggeleng dan nampak penasaran."Kataka

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   32

    Aku memang tak percaya pada siapapun saat ini, aku tidak percaya pada hal hal yang akan kuanggap mudah. Sekarang semua langkah dalam hidupku harus tertata dalam dua rencana di mana jika rencana a tidak sesuai maka aku harus melakukan rencana cadangan.Mbak dwiana sudah mengatakan akan memberikan jaminan tapi aku pun tidak bisa memberikan janji padanya. Mau tak mau, aku harus tetap memperlihatkan pada ibu mertua tentang wajah asli menantu sulungnya. Ibu harus tahu seperti apa menantu yang selama ini dia banggakan sebagai wanita anggun dan berkelas.Kutelpon Ibu mertua, kukatakan padanya bahwa aku membutuhkan dia sore nanti, aku akan berkunjung padanya."Tidak usah datang padaku karena kau akan sibuk di kedaimu, biar Ibu saja yang datang dan mengunjungi Alisa sekalian.""Ibu jangan lama, karena akan ada hal yang ibu lewatkan, kalau bisa datanglah dari pukul tiga," jawabku."Baik, tidak masalah dengan catatan bahwa hal yang akan kau sampaikan bukan sesuatu yang recehan.""Tidak demi Tuha

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   31

    Pagi pagi sekali, aku yang sedang membuang sampah membersihkan kedai bekas pengunjung semalam didatangi oleh wanita yang sudah bosan sekali kuhadapi kedatangannya.Selagi aku menunduk dan sibuk menyapu dia sudah berdiri sambil berkacak pinggang kali ini dia tidak datang mengenakan jilbab tapi baju olahraga ketat, rambut tergerai dengan setelan sepatu olahraga juga."Ada apa lagi?" tanyaku sambil bangkit."Apa yang sudah kau katakan kepada kedua anakku?""Memangnya apa yang mereka katakan?! kami semalam berbincang banyak dan bercerita, bagian mana yang tidak kau sukai!""Hah, sekarang kau berani mengejek dan melawan, ya!" ujarnya yang hendak menjambakku seperti biasa. Tapi, dengan segera kutepis tangannya dengan ujung gagang sapu lidi yang kupegang."Mengapa tidak aku juga punya tangan dan kaki, aku juga punya uang dari sumber daya seperti dirimu jadi bagian manakah aku akan takut?!" tanyaku sambil mengangkat dagu."Pelakor tak tahu malu!" Teriaknya di trotoar jalan."Daripada kamu, i

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   30

    Tak mau ikut campur tapi aku juga harus memanfaatkan kesempatan yang ada, setelah merekam kejadian itu aku segera beranjak dari restoran dan pergi melanjutkan niatku untuk belanja bahan kue."Syukurnya wanita itu tidak menyadari bahwa aku ada di sana." Sensasi gemetar dan kaget juga sports jantung membuatku sangat gugup dan takut."Sekarang akan kugunakan hal itu untuk memberi Mbak Dwi pelajaran jika dia masih menyakitiku," ujarku sambil tersenyum sendiri.Setelah sampai di toko beli bahan makanan yang aku butuhkan lalu meluncur pulang lalu membuat adonan dengan cekatan, kuproses semua bahan kue sambil menghitung waktu dan mengejar jadwal pulang sekolah Alisa.Pukul sepuluh, kutinggalkan pekerjaan untuk menjemput anakku ke sekolah yang kini tak begitu jauh dari tempatku. Ibu mertua yang baik hati memilihkan tempat yang cukup strategis dan dekat dari ruko yang kami beli sekarang. Alhamdulillah tidak begitu banyak kendala yang membuat hidupku terhalangkan dengan kesusahan. Mungkin k

  • AIB YANG TERUNGKAP DI HARI PEMAKAMAN SUAMIKU   29

    Alhamdulillah hari ini adalah hari pertama pembukaan kedai kopi dan roti milikku. Kami adakan syukuran kecil dengan mengundang tetangga dan orang-orang yang ada di sekitar tempat ini membaca doa dan menikmati hidangan kecil.Ketika tamu undangan sudah pergi, aku dan anakku sibuk membereskan bekas acara karena beberapa jam lagi kami akan melayani pelanggan dan menerima pesanan.Padahal mengejutkan ketika aku membuang sampah ke tong yang ada di sebelah kiri jalan. Mungkin itu adalah pemandangan yang cukup mengherankan namun aku masih berpikir positif dan wajar saja. Kulihat mobil Mbak Dwiana lewat, dia duduk di depan bersama seorang pria dan mereka terlihat tertawa dan bercanda, sangat akrab, tidak mungkin seakrab itu seorang supir dengan majikannya."Itu siapa ya ... Ah, terserahlah, bukan urusanku," gumamku dalam hati.Meski penasaran aku tak hendak mencari tahu, biarlah jika memang itu sahabat terdekatnya, mungkin kakak maduku butuh teman untuk bercerita, perlu bergaul untuk meluas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status